Hanya Kamu Hidupku - Bab 496 Sumi, Aku Membenci Kamu

Jantung dan tinju Pani mengerat secara diam-diam.

Napas Sumi yang segar dan jernih menghampiri Pani, kemudian dia mendengar suara mengenakan sabuk pengaman.

Sementara aroma pria itu pun mulai menghilang.

Pipi Pani memanas dan dia pun segera menoleh ke luar jendela.

Sumi mengenakan sabuk pengamannya dan kedinginan di tatapannya tiba-tiba menghilang ketika dia melihat kemerahan di wajah Pani.

Mobil melaju di jalan selama belasan menit, Pani menggigit bibirnya dan menoleh ke Sumi dengan tatapan yang menyembunyikan sedikit kekesalan, "Kamu mau membawa aku kemana?"

Sumi menjilat bibirnya dan berseru, "Duduk dengan bagus, memangnya aku bisa menjual kamu?"

"Siapa tahu?" Pani berkata.

Sumi mengerutkan alisnya.

Pani melirik ke Sumi dengan frsutrasi, dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan marah dan membelakangi Sumi.

Ekspresi Sumi pun semakin menggelap.

..........

Sumi membawa Pani ke supermarket dulu dan membeli banyak mahan makanan.

Sama sekali tidak berlebihan.

Pada saat itu Pani memiliki firasat buruk.

Seperti yang diperkirakan.

Setelah tiba di rumah, Sumi langsung menunjuk ke kantong besar yang berisi bahan-bahan itu dan memerintah, "Pergi masak, aku sudah lapar!"

"... Kamu yang tidak normal atau aku yang tidak normal?" Pani melirik kepadanya dan berkata setelah beberapa saat.

Sumi menatap kepada Pani dengan dingin dan diam, wajahnya terlihat sangat tegas.

Pani mengeluh, "Mengapa? Mengapa?"

Pani bertanya 2x mengapa secara berturut-turut.

Dari situ sudah bisa melihat seberapa emosional dia merasa!

Berarti tujuan Sumi menjemput dia dari sekolah itu agar Pani bisa memasak untuk dia? Bagaimana Pani bisa tidak marah?

"Kalau kamu tidak memasak hari ini, jangan berpikir mau melangkah keluar dari sini!" Sumi berkata dengan serius!

Pani menggunakan berbagai kekuatan untuk melirik Sumi, seolah-olah dia ingin menggunakan kedua tatapannya yang dipenuhi kemarahan untuk menusuk beberapa lubang besar di tubuhnya!

Sumi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan menyipitkan matanya, "Cepat pergi!"

"Siapa yang mau makan siapa yang buat!" Pani berkata sambil mengigit giginya.

Setelah beberapa saat, Sumi berkata dengan tenang, "Boleh juga kalau kamu tidak ingin masak, aku saja yang masak!"

Pani tertawa dengan dingin.

"Tetapi, kamu harus menghabiskan semua makanan yang masak, kalau tidak juga jangan berpikir mau keluar dari sini" Sumi berkata dengan perlahan.

Apa?

Pani melirik ke Sumi dengan panik, "Bukannya kamu tidak bisa memasak?"

"Siapa berkata harus bisa memasak baru boleh masak?" Sumi berkata dengan wajah tidak bersalah.

"... Kamu tidak bisa memasak dan kamu menyuruh aku menghabiskan semua masakan kamu? Bagaimana kalau beracun?" Pani bertanya.

"Aku tidak peduli kalau itu" Sumi berkata.

"......." Sudut bibir Pani bergetar sejenak, dia melihat ke Sumi dengan marah.

Sumi berkata dengan tenang, "Aku memberi kamu kesempatan terakhir, aku membantu kamu memasak atau aku memasak kamu menghabiskannya, pilih satu!"

"Sumi, kamu lebih kekanakan dari anak kecil berusia 3 tahun!"

Pani berkata dengan marah sambil membawa kantong berisi bahan masuk ke dapur.

Tidak bisa tidak memasak!

Tidak mungkin melihat Sumi memasak segunung makanan tidak jelas untuk meracuni dia!

Melihat Pani berjalan ke dalam dapur, tatapan jernih Sumi langsung memancarkan sejenak kelembutan sebelum mengikuti di belakangnya.

........

Setelah meletak kantong di atas meja, Pani menoleh ke belakang dan melihat Sumi mengikuti di belakangnya.

Pani mengigit giginya dan melirik dia.

Kemudian Pani mulai mencari panci untuk memasak.

Sumi mengeluarkan semua bahan-bahan dari kantong.

Setelah memasak nasi, Pani melihat Sumi masih berdiri di depan bahan-bahan dengan wajah tidak tahu harus bagaimana, Pani tertawa, "Apakah ini yang contoh dari mereka mengenal aku tetapi aku tidak mengenal mereka?"

Sumi menjilat bibirnya dan menoleh Pani.

Pani terlihat sangat bangga, dia menghampiri Sumi dan mendorongnya, "Minggir sana!"

"... Tidak sopan!" Sumi yang didorong ke samping berkata.

Pani menggembangkan bibirnya, "Bisa memasak?"

"Apakah aku itu orang bodoh?" Sumi bertanya dengan frustasi.

"Kalau sadar dirimu bodoh, jangan berteriak sana sini lagi. Dari mana kamu mendapat kepercayaan diri itu?" Pani berkata.

"Pani..."

"Itu, ini, dan ini, cuci semua ini. Paling tidak harus cuci sebanyak 3x, aku akan memeriksanya nanti" Pani berkata.

Sumi melihat Pani dengan tatapan yang memancarkan kedinginan.

Memeriksanya nanti?

Benar-benar menganggap dia itu anak 3 tahun ya? Mencuci sayur saja tidak bisa?

"Buat apa masih berdiri diam? Cepat cuci!" Pani berkata.

Sumi, "......." Mengapa dia berkata mau membantu Pani tadi?

.........

Faktanya membuktikan Sumi bisa mencuci sayur dengan bersih.

Setelah memeriksa, Pani juga merasa puas.

Sumi melihatnya dengan wajah bangga.

Pani awalnya tidak ingin berkata apa-apa, tetapi setelah melihat ekspresi Sumi, dia pun bersuara, "Sudah berusia 30 tahun lebih baru bisa mencuci sayur dengan bersih, apakah hal ini merupakan sesuatu yang patut dibanggakan?"

Sumi, "...." Ingin menjahit mulut kecilnya dengan jarum dan benang.

...........

Mungkin karena sudah lapar, waktu Pani sedang memasak, Sumi pun mencuci sebuah apel dan mulai makan dengan enak.

Pani meliriknya dengan wajah frustrasi, "Apakah kamu tidak bisa berdiri ke belakang? Kamu menghalangi jalanku!"

"Bagaimana aku menghalangi kamu? Apakah aku ada menyentuh kamu?" Sumi mengikuti di belakang Pani kemana pun dia pergi, tetapi sesuai dengan kata-katanya, dia tidak menyentuh Pani.

Pani merasa sangat frustrasi.

Setelah menghabiskan apel, Sumi pun merasa semakin lapar, akhirnya dia pun mendekati Pani dengan lelah, "Masih ada berapa lama? Aku sudah lapar"

Telinga Pani langsung memerah, tangan dia yang memegang spatula terasa agak lemah, "Jauhi dirimu dari aku, mungkin aku bisa memasak lebih cepat"

Setelah menatap Pani beberapa saat, Sumi pun langsung berjalan ke belakang Pani dan memeluk bahunya dari belakang dengan dagunya berada di atas kepala Pani, "Kalau masih tidak siap, aku sudah mau makan orang!"

Wajah Pani memanas, hampir saja memasak sayur sampai gosong.

Pria ini terlihat tinggi dan memiliki tubuh yang gagah bersikap seperti ini benar-benar membuat orang tidak bisa menahan diri!

"Aku makan telingamu dulu..."

Sumi menundukkan kepalanya dan mengigit telinga Pani yang panas.

Mulut Pani terbuka, dia merasa agak sesak dan bulu matanya terus bergetar.

"Sumi, apakah kamu tidak bisa menjauh? Kalau kamu begitu lagi, hati-hati aku memukul kamu dengan spatula!" Pani menundukan tatapannya, bahkan kulit di bawah matanya terlihat memerah.

"Makan telinga kamu dulu, kemudian menggigit telinga kamu, lalu bahu, tulang selangka, dada....."

"Sumi!"

Pani meledak dan berputar balik badannya dengan spatula, mau memukul Sumi.

Sumi tertawa dan melarikan diri dari dapur, "Sudah, aku tidak menganggu kamu memasak!"

"Kamu ini memang!" Pani berteriak.

"Haha...."

"Dasar!"

"Hahaha...."

Pani merasa mau pingsan!

Mengapa di dunia ini ada pria tua yang sejahat ini? Seperti seorang preman tua!

Pria ini menurunkan rata-rata kedewasaan pria pada usianya!

.........

Tanpa pengangguan Sumi, proses memasak Pani pun berjalan lebih lancar.

Dalam waktu kurang dari 30 menit, semuanya terurus.

Di atas meja makan, 2 orang duduk saling berhadapan.

Pani makan dengan kepala tertunduk, dahinya memiliki tulisan 'menolak berkomunikasi'

Waktu makan nasi mangkuk kedua, Sumi baru berkata, "Aku mendengar seseorang menjadi tidak ingin makan, tidak bisa tidur, sampai tidak bisa fokus belajar karena merajuk dengan aku. Apakah hal itu benar?"

Pani mengangkat kepalanya dan melirik kepada Sumi dengan marah.

Sumi melihat Pani dengan alis terangkat, "Apakah itu benar?"

"Kentut!"

Pani berkata.

Sumi, "....."

Sekarang kita sedang makan, apakah kamu tidak bisa jangan bersikap kasar?" Sumi berkata.

Pani berkata, "Aku memang adalah orang kasar, tidak bisa bersikap elegan!"

Sudut bibir Sumi bergetar.

Setelah makan beberapa saat.

Pani tiba-tiba berkata dengan suara kecil, "Kau mendengar orang sialan yang mana yang berkata aku tidak bisa makan dan tidur?"

Orang sialan?

Ekspresi Sumi terlihat sangat aneh.

Pani mengangkat kepalanya dan berkata dengan dingin, "Sandy ya?"

"...." Kalau kamu tahu orang itu adalah ayahmu, kamu masih memarahi dia orang sialan?

"Dia memang orang sialan! Mengapa aku tidak boleh memerahi dia?" Seolah-olah mengetahui apa yang sedang dipikirkan Sumi, Pani pun menambah.

Merasa tidak berdaya, Sumi bertanya, "Apakah kamu memarahi aku seperti itu juga di belakang aku?"

"Di depan kamu aku juga memarahi kamu seperti itu!" Pani berkata dengan terus terang.

"Kamu....."

"Siapa pun jangan pernah berpikir mau mendidik aku! Siapa pun tidak ada hak" Pani berkata.

Sumi menatap kepada Pani dengan alis mengerut.

Pani Wilma hanya menundukkan kepalanya, tetapi bisa dilihat, Nona Wilman sangat tidak senang!

Memegang sumpit dan melihat semua lauk di atas meja, Sumi diam beberapa saat dan berkata, "Kamu menganggap aku itu orang sialan seperti ayahmu?"

Pani mengambi sayur dan makan dengan banyak.

".... Jangan makan begitu cepat"

Pani menggosok bibirnya dengan dingin.

Hati Sumi terasa sakit, dia hanya menatap kepada Pani dengan diam.

Sementara Pani juga hanya diam saja dan makan dengan banyak.

Sumi menarik nafas, meletakkan sumpit dan berjala ke sisi Pani untuk memegang lengannya.

Pani mendorong dia, "Kamu mau buat apa?"

Mulut Pani terlalu penuh, tetapi dia melupakan hal itu, sehingga waktu berbicara, semua nasi tersemprot kemana-mana.

Sumi mengulurkan tangannya dan menyeka sisa nasi yang tertempel di sudut bibirnya.

"Jangan menyentuh aku!" Pani berkata. Matanya sudah memerah dan rasa sakit hati sudah beredar sampai tenggorokannya, terasa susah mau menelannya kembali.

Melihat mata merah Pani yang sudah mau mengalir air mata, Sumi pun membungkukkan tubuhnya dan menarik sumpit Pani dari tangannya secara memaksa.

Tanpa mempedulikan pembantahan Pani, Sumi mengendongnya dan berjalan ke arah luar.

"Sumi, orang sialan, kamu mau buat apa?"

Mengapa masih mau menganggunya ketika dia menyukai orang lain?

Sumi tidak tahu seberapa sakit hati Pani merasa, tidak tahu seberapa benci dia terhadap dirinya!

Mengapa Pani mau tersentuh? Mengapa dia tersentuh dengan bodoh ketika dia sama sekali tidak mengerti Sumi?

"Sumi, aku membenci kamu. Semuanya salah kamu, salah kamu......"

Kalau bukan karena dia, Pani tidak akan menjadi begitu.

Pani benar-benar sangat membenci dan..... menyukai dia!

Air mata di sudut mata Pani sudah tidak bisa bertahan lagi dan akhirnya mengalir pada detik itu.

Novel Terkait

Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu