Hanya Kamu Hidupku - Bab 302 Sangat Nyaman

Saat Ellen sudah selesai bersiap-siap dan berjalan keluar kamar, ia berpas-pasan dengan Darmi yang sedang keluar dari kamar anak-anak.

Ellen, “…….” Ingin menyembunyikan wajahnya!

Darmi melihat tampang Ellen yang tidak nyaman, ia tertawa kecil dan berkata, “Kedua tuan muda kecil sedang tidur siang.”

Ellen, “…….” Semakin merasa malu!

Darmi tersenyum, ia tidak mengatakan apapun lagi dengan segera turun ke bawah agar Ellen tidak merasa lebih tidak nyaman lagi.

Ellen melihat Darmi menuruni tangga, mengulurkan tangan menutup wajahnya, dia merasa dirinya sudah tidak boleh begini lagi, sungguh…..tidak berguna!

Tetapi untungnya hari senin sudah mulai bekerja, jadi saat itu dia sudah dapat kembali menjalani aktifitas seperti biasanya lagi.

Setelah makan siang, Ellen berencana untuk keluar membeli obat kontrasepsi untuk disimpan di rumah, akan tetapi sebelum dia keluar, ia mendapat telepon dari Samir Moral.

Memberitahunya bahwa malam ini akan ada penjamuan makan malam di villa, menyuruhnya untuk bersiap-siap.

Setelah selesai berbicara, ia tidak bertanya apakah Ellen setuju atau tidak, ia langsung menutup teleponnya.

Ellen tercengang, pikirannya juga menjadi buyar karena telepon dari Samir tersebut.

Kemudian, Ellen berdiskusi dengan Darmi tentang apa yang harus dipersiapkan nanti malam, setelah selesai berdiskusi, Darmi dan Pak Supir Suno pergi untuk membeli sayur.

Tidak lama kemudian, kedua anaknya juga telah bangun.

Di dalam kamar anak-anak, Ellen menggendong salah satu anaknya yang putih dan menggemaskan dari dalam selimut untuk dipakaikan baju.

Nino juga tidak mau terbalut di dalam selimut saja, ia berguling-guling di atas kasur, “Nyaman sekali---”

Ellen tertawa, melihatnya dan berkata, “Nyaman?”

“Iya, setiap hari tidak perlu pergi ke sekolah terasa sangat nyaman.” Nino berkata.

Ellen terdiam.

Menjaga kedua anak yang sudah bangun, menemani mereka bermain sebentar, setelah Darmi pulang dari membeli sayur, Ellen membantu Darmi di dapur untuk mempersiapkan makan malam.

……

Setelah jam enam lewat, Samir, Sumi dan beberapa orang lainnya sudah sampai di villa.

William tiba lebih telat dari mereka.

Setelah mencuci tangan, orang-orang tersebut duduk melingkar di depan meja, Ethan melihat beragam makanan yang berada di atas meja, melihat Ellen dengan pandangan kagum, dan berkata “Akhir-akhir ini sering terdengar kakak kelimamu memuji ketrampilan memasakmu sangat hebat, memujimu sampai seperti koki yang handal, aku masih merasa kakak kelimamu terlalu berlebihan, tetapi setelah melihat makanan yang tersaji ini, ternyata memang benar adanya.”

“Apabila kakak kelima (Samir) ingin makan, dia tentu harus memujimu, kalau dia berkata tidak enak, siapa yang mau memasak untuknya lagi?” Ellen mengerutkan hidungnya kepada Samir Moral.

“Mana ada!” Samir tersenyum, “Aku mengatakan yang sebenarnya lo?”

“Terakhir kali.” William berkata dengan datar dan melihat sekali ke arah Ethan dan yang lainnya.

“Maksudnya? Ini adalah terakhir kalinya bagi kami untuk mencicipi masakan Ellen?” Tidak menunggu dipersilahkan lagi, Frans langsung mengambil sumpit dan memulai makan, menyipitkan mata sambil melihat wajah William yang tidak berekspresi itu.

William menurunkan pandangannya, dengan nada bicara yang dingin berkata, “Terakhir kali atau tidak, tergantung diri kalian sendiri.”

Setelah William mengatakan perkataan itu, selain Ellen, Tino dan Nino, raut wajah yang lainnya perlahan-lahan menjadi berubah.

Ethan terbatuk kecil, mengulurkan tangannya yang putih mengambil gelas anggur di atas meja, meletakkannya di bibirnya dan menghisapnya perlahan.

Samir menundukkan kepalanya, makan dengan tidak bersuara, akan tetapi gerakannya memasukkan makanan ke dalam mulutnya menjadi lebih lambat daripada sebelumnya.

Frans dan Sumi saling bertatapan, kemudian melihat ke arah William.

William tetap santai.

Ellen sibuk memberi makan Tino dan Nino, tidak terlalu memperhatikan suasana di meja makan.

Setelah makan malam, Ellen berpikir Samir dan beberapa orang tersebut akan duduk dulu baru pulang, akan tetapi diluar dugaan saat baru selesai makan, mereka satu persatu berpamitan dengan alasan tersendiri dan dengan kecepatan penuh meninggalkan villa.

Ellen baru merasa ada yang aneh.

……

Di dalam kamar pribadi Club Bintang tempat biasanya Samir dan beberapa orang lainnya berkumpul.

Sumi, Samir Moral, Frans dan Ethan berempat, berkumpul bermain mahjong.

Seharusnya adalah kegiatan yang menyenangkan, mempunyai suasana yang rileks dan gembira.

Akan tetapi tidak tahu mengapa suasananya malah kebalikannya menjadi diam dan suram.

Setelah bermain tiga ronde, Samir merasa kesal, mendorong mahjongnya dan berkata, “Tidak main lagi.”

Sumi dan yang lainnya menatap Samir Moral.

Samir mencengkram rambut pendeknya, mengerutkan alis dan berkata, “Aku rasa William mungkin sudah mengetahui sesuatu.”

Frans menampakkan tampang kesal dan berkata kepada Samir Moral, “Omong kosong.”

“Bukan mungkin, tapi pasti sudah tahu.” Ethan berkata sembari menghidupkan rokoknya.

“………Ethan, kamu kapan mulai merokok?” Samir terkejut melihat Ethan yang sedang merokok.

Sumi dan Frans juga melihat ke arah Ethan.

Jari panjang Ethan yang sedang mengapit rokok terhenti sejenak, mengangkat alisnya dan berkata, “Iya, akhir-akhir ini banyak masalah yang memusingkan, maka dari itu mencoba untuk merokok….ternyata enak juga.”

Mereka bertiga, “………..”

“Masalah apa yang memusingkan?” Samir bertanya.

Ethan menurunkan pandangannya, terdiam sejenak, dan berkata, “Bukan masalah besar. William berencana untuk membalasnya satu persatu.”

Samir tersentak.

“Masalah ini tidak ada hubungannya dengan kalian bertiga, aku yang mengajukannya.” Sumi berkata.

Frans menyipitkan matanya dan berkata, “Kalau menurutku, setelah William mengetahui masalah ini, bagaimanapun ia pasti akan mencari orang untuk membereskan masalah ini, jika tidak pasti tidak akan ada akhirnya! Sumi.”

Dengan tertawa mencibir Frans berkata, “Aku merasa saranmu tidak buruk. Bagaimana kalau kamu mengatakannya kepada William, kamu yang telah melakukan hal ini sendirian, kamu menanggung semuanya, kami bertiga aman, cocok!”

“Aku rasa ok!” Samir tertawa.

Ethan menatap miring ke arah Sumi, juga tersimpan tawa di dalam pandangannya.

Sumi terdiam, beberapa lama kemudian, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah mereka satu persatu dan berkata, “Hal ini walaupun aku yang mengajukan, tapi kenapa kalian bertiga juga setuju.”

“Tertawa keras……” Mereka bertiga tertawa.

Sumi memegang dagunya dan mengangkat alisnya.

Setelah suasana berubah menjadi lebih hidup, mereka berempat kembali bermain mahjong.

“Besok adalah akhir minggu, bagaimana kalau mengajak Ellen untuk keluar berkumpul.” Ethan berkata dengan enteng.

Sumi dan yang lainnya saling pandang satu sama lain, sama-sama mengganggukkan kepala dan berkata, “Ok, begitu saja.”

Setelah selesai satu ronde, Frans mengerutkan alis dan berkata, “Kita ini juga terlalu khawatir dan takut! Masa kita berempat tidak sanggup melawan William seorang?”

“Tinggi sekali nada bicaramu, bagaimana jika kamu pergi coba sendiri?” Sumi berkata sambil menatapnya dengan senyuman hangat.

Frans terdiam beberapa detik kemudian berkata lagi, “Besok janji jam berapa? Aku kabari Ellen.”

“Haha……….”

Sumi dan yang lainnya menatapnya sambil tertawa.

Setelah menahan beberapa lama, akhirnya Frans juga tidak dapat menahan, mengangkat bahunya dan ikut tertawa.

……

Pagi hari berikutnya, karena ada janji ketemu dengan Frans jam sepuluh pagi, Ellen sudah bangun jam sembilan.

Setelah bersiap-siap, juga memakaikan baju jalan kepada Tino dan Nino, kemudian mereka keluar rumah.

Frans kelihatan adalah orang yang berhati-hati, orang yang sangat memperhatikan penampilan dan seni, jadi tempat untuk bertemu kali ini dia memilih di sebuah kedai teh yang mewah.

Setelah Ellen sampai disana, baru menyadari bahwa tidak hanya ada Frans, bahkan Sumi, Ethan dan Samir juga berada di sana.

Ellen terkejut.

Kondisi macam apa ini?

……

Karena juga ada Tino dan Nino, Frans memesankan beberapa makanan kecil dan buah-buahan untuk dijadikan cemilan mereka berdua.

Ellen merasa heran dan memandangi mereka, “Paman Sumi, kalau kakak keempat (Frans) dan kakak kelima (Samir) tidak perlu diungkit lagi, tapi apakah hari ini kamu dan kakak ketiga tidak perlu bekerja?”

***(kakak pertama = William, kakak kedua = Ethan, kakak ketiga = Sumi)***

“Lihat bagaimana cara bicaramu? Apaan yang kakak keempat dan kakak kelima tidak perlu diungkit lagi?” Frans berkata dengan sedikit kesal.

“Hehe, aku salah berbicara.” Ellen tertawa.

Saat ini Frans mengulurkan tangan ingin mengetuk kepala Ellen.

“Brother keempat, apakah kamu sudah lupa tujuan kita mengajak Ellen keluar hari ini?” Sumi menyela dengan perkataannya.

Frans menyipitkan matanya, menarik kembali tangannya, dengan sedikit kesal memegangi hidungnya.

Ellen menatap Frans sekali, dengan penasaran menatap ke arah Sumi dan berkata, “Paman Sumi, kalian, ada hal yang ingin dibicarakan denganku?”

“Semuanya adalah orang sendiri, kalau begitu Paman Sumi tidak bertele-tele lagi.”

Sambil berkata, Sumi duduk dengan tegap, kedua matanya menatap ke arah Ethan dan yang lainnya, berkata, “Kalian yang katakan, atau aku yang katakan?”

Mereka bertiga bersamaan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, artinya sudah sangat jelas, bahwa Sumi saja yang mengatakannya.

Ellen merasa lebih bingung lagi, menatap lekat Sumi.

Sumi merangkapkan kedua tangannya, dengan pelan berkata, “Empat tahun yang lalu kami semua mengira kamu sudah meninggal dalam ledakan itu. Paman ketigamu malah tidak percaya, dia seperti orang gila memberikan imbalan tinggi kepada orang yang berhasil menemukanmu, dan mencarimu kemana-mana. Saat itu apabila menerima kabar yang berkaitan denganmu, dia tidak peduli kabar itu benar atau palsu, dia pasti akan langsung kesana mencarimu. Kondisi ini terus berlangsung sampai aku memberikan batu air mata yang biasanya kamu bawa kemana-mana kepadanya, dia baru benar-benar percaya bahwa kamu sudah tidak ada.”

Ellen menggenggam erat tangannya, matanya terasa membengkak.

Saat Ethan dan yang lainnya mendengarkan penjelasan dari Sumi, raut wajah mereka bertiga juga menjadi suram.

“Setelah kamu dikremasi, kami tahu bahwa paman ketigamu pasti akan berusaha untuk mencari orang-orang yang menculikmu saat itu, untuk membalaskan dendammu. Setelah kamu dikremasi, hati paman ketigamu terasa kosong, dia hidup sudah layaknya mayat hidup. Dan alasan yang membuatnya masih tetap bertahan hidup itu adalah untuk menemukan orang-orang yang menculikmu tersebut. Kami siapa saja dapat melihatnya, paman ketigamu sudah seperti mengikutimu pergi dari dunia ini. Apabila dia sudah menemukan orang-orang itu, dan setelah mereka sudah mendapatkan hukumannya, juga telah tiba saat baginya untuk pergi dari dunia ini dan mengikutimu ke alam sana!”

Semakin Sumi mengatakannya, suaranya terdengar semakin berat.

Jari tangan Ellen tergenggam erat, hatinya terasa sakit.

Sumi menarik napas panjang, menatap Ellen, dan meneruskan perkataannya “Agar paman ketigamu tetap hidup, dia tidak boleh menemukan orang-orang yang menculikmu tersebut. Hanya dengan begini, paman ketigamu baru akan tetap hidup dengan terus mencari orang-orang yang telah menculikmu itu. Maka dari itu, aku dan kakak ketigamu dan yang lainnya, memikirkan segala cara agar paman ketigamu tidak bisa menemukan orang-orang itu.”

Ellen menatap ke bawah, air matanya memenuhi matanya.

“Di dalam pikiran paman ketigamu hanya ada kamu dan dendam, ditambah lagi dia sangat mempercayai kami, dan kami juga sangat memahami paman ketigamu. Ingin agar paman ketigamu tidak menemukan orang-orang itu dan tidak membuat dia curiga, bukanlah hal yang sulit. Akan tetapi sekarang kamu sudah kembali, rasa menderita karena rindu padamu dan dendam mendalam dalam hati paman ketigamu juga akan hilang dengan sendirinya. Ketika seseorang sudah sadar, banyak hal yang ada dalam pikirannya, sulit untuk tidak menemukan kekurangan. Sekarang, sepertinya paman ketigamu sudah tahu, kami adalah penyebab dari beberapa tahun ini dia tidak dapat menemukan orang-orang yang menculikmu itu.”

Selesai berkata, Sumi memasang senyum sedih, “Kamu juga tahu dengan jelas sifat paman ketigamu, dendam pasti dibalas. Tidak perlu sampai membunuh kami, namun ia dapat memutuskan hubungannya dengan kami.”

Ellen terisak, mengangkat kepalanya dan menatap Sumi dengan matanya yang merah, dengan suara serak berkata, “Paman ketiga tidak akan begitu. Apa yang kalian lakukan adalah untuk membuatnya bertahan hidup. Jadi paman ketiga tidak hanya tidak akan menyalahkan kalian, malah akan berterima kasih kepada kalian.”

“Ellen, seharusnya begitu.” Dengan cemberut Frans berkata, “Kalau aku yang seperti orang bodoh dipermainkan mereka selama empat tahun, aku juga pasti tidak akan melepaskannya begitu saja! Lagipula, di dalam hati paman ketigamu, kami berempat tidak sebanding dengan kamu seorang diri! Itu adalah orang-orang yang membuatmu terharu lo! Menyuruhnya mengganggap seperti tidak terjadi apa-apa, kamu terlalu berharap!”

“Kemarin waktu makan di villa, kamu tidak dengar paman ketigamu berkata, ini adalah terakhir kali! Begitu mengejutkan!” Samir berkata.

Ini……..

“……”

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu