Hanya Kamu Hidupku - Bab 160 Tidak Ada Orang Yang Bisa Memisahkan Kita

Keluar…. sepagi ini?

Ellen mengkerutkan alis dengan heran.

“Bukan keluar dari pagi, tua muda sudah keluar dari semalam, sampai sekarang belum kembali.” Darmi melihat ini, terhenti sejenak lalu berkata, setelahnya masuk ke dalam dapur.

Ellen malah begitu terkejut.

Tidak pulang semalaman?

kalau bukan karena dinas diluar, paman ketiga tidak pernah tidak pulang…….

Ellen mengetatkan bibir, berbalik lalu naik ke atas, mengambil ponselnya yang ada dikamar.

Setelah mengambil ponsel di kamar, Ellen menelepon William sambil berjalan turun kebawah.

“Ellen.”

Disana mengangkat dengan cepat, terdengar suara seraknya dari balik ponsel.

“Paman, semalam kamu pergi?” Ellen bertanya dengan heran.

“Hm.” William menjawab singkat, “Sudah sarapan?”

“Belum.” Ellen menjawab lirik sambil mengigit bawah bibirnya.

“Hm, makanlah dengan baik.”

“….. paman ketiga, kamu sedang kerja?” Ellen mengkerutkan alis yang sedikit terangkat.

“Ada sedikit masalah. Sekarang sudah diselesaikan, tenang saja.” Suara William terdengar berat, ada kehangatan dalam nada bicaranya, dan sangat meyakinkan.

Setelah Ellen mendengarnya mengatakan ini, terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu nanti siang pulang makan tidak?”

“Aku usahakan.” William berkata dengan sedikit berat.

“…. Baiklah.” Ellen sedikit menghela nafas, namun nada bicaranya terdengar ringan.

“Pintar.”

“Hm….”

Ellen belum sempat mengatakan apa-apa, telepon sudah dimatikan.

Bibir Ellen sedikit terbuka, beberapa detik setelahnya ia memejamkan mata.

Menurunkan ponsel dari telinganya, mengigit bibirnya pelan, bulu matanya yang panjang dan lentik sedikit menunduk, menatap ponsel ditangannya.

……

Disaat bersamaan, Rumah Sakit Yihe.

Wajah tampan William terlihat begitu serius, matanya yang gelap menatap dingin, ponsel hitam ditangannya berputar, lalu memasukkannya kedalam kantung, berbalik, berjalan menuju kamar VIP yang berada dibelakangnya.

Didalam kamar, Louis sudah sadarkan diri, wajahnya sekarang terlihat masih begitu pucat, matanya merah, menatap William yang keluar mengangkat telepon dengan tatapan yang penuh rasa sakit.

Dia tidak menyangka, dia saja sudah sampai seperti ini, begitu Ellen menelepon, dia tetap mengangkatnya dengan cepat tanpa ragu.

Mantra apa yang Ellen berikan pada putrannya?!

vania yang berada disamping ranjang pasien, menggenggam erat tangan Louis.

Semalam Louis tiba-tiba jatuh pingsan, membuatnya begitu terkejut, dia sangat takut, sangat takut dia tidak akan bangun lagi.

Gerald berdiri didepan jendela kamar pasien, sekujur tubuhnya memancarkan aura yang begitu dingin, dari samping ia melihat William yang berjalan masuk dengan begitu dingin.

Sampai sekarang pun dia masih belum berani mempercayainya.

Putranya sendiri malah bersama dengan keponakannya sendiri! Sungguh memalukan!

“William, kalau kamu tidak menginginkan mama mati di rumah sakit ini, sebaiknya kamu segera mengusir Ellen dari Keluarga Dilsen!” Louis berkata dengan suara serak.

William melihat Louis dengan tatapan yag begitu tenang, “Mengusirnya keluar dari Keluarga Dilsen? Mengusirnya kemana? Ma, kamu ingin mamaksanya mati?”

“Keluarga kita sudah membesarkannya selama 12 tahun secara cuma-cuma, sudah cukup! Kelak hidup dan matinya sudah tidak ada hubungannya dengan kita, intinya, aku tidak bisa membiarkannya tetap tinggal di keluarga ini untuk mencelakai putraku!” Louis mengepalkan tangannya dengan erat, matanya begitu merah, berkata dengan penuh emosi.

“Kamu juga melihat Ellen tumbuh dewasa, apakah kamu bisa setega itu?” William menyipitkan mata sambil berkata dengan dingin.

“Aku tega? Ketika dia menggodamu, kenapa dia tidak memikirkanku? Apakah dia tidak kejam padaku?” Louis membelalakkan mata.

“Aku sudah mengatakannya, Ellen tidak menggodaku!” William berkata dengan tegas.

Dada Louis naik turun dengan begitu cepat, “Sampai sekarang kamu masih melindunginya dan membelanya, William, apakah kamu tidak punya pikiran? Dia ingin merusakmu, merusak nama baik Keluarga Dilsen! Kalau kamu tetap bersikeras mempertahankannya di Keluarga Dilsen, maka itu sama saja kamu mempermalukan keluarga kita!”

“Yang membuat malu Keluarga Dilsen bukan Ellen!” William menurunkan alisnya, wajahnya yang tampan dan dingin bagaikan sebonngkah batu yang dingin dan keras.

“William, aku ingin tanya, apakah kamu tidak bersedia mengusir Ellen?” jari Louis menunjuk William dengan gemetar, airmata amarahnya sampai mengalir turun dari sudut matanya.

“Kecuali aku mati! Kalau tidak, siapapun jangan harap bisa mengusir Ellen dari sisiku!” setelah William mengatakan ini, ia langsung berbalik dan berjalan keluar dari kamar rawat.

“William, kamu sudah salah! Kalau kamu tidak bisa melakukannya, aku yang akan melakukannya! Keluarga kita tidak akan membiarkan wanita yang bisa menggoda pamannya sendiri tinggal dikeluarga ini!”

Louis melihat William yang berjalan keluar, merasa kesal sampai memukul ranjang.

William yang sudah berjalan sampai depan pintu mendengar ucapan Louis, kedua tangannya yang besar mengepal erat, kedua kakinya yang kuat berhenti disana, William berbalik, tatapannya begitu dingin dan tajam, “Aku sudah mengatakan, Ellen tidak menggodaku, aku yang memperkosanya! Kalau kamu ingin memaki, maki saja aku!”

“Kau……”

Louis memegang dadanya, merasa nafasnya mulai tidak lancar.

Vania segera mengelus dadanya, berkata dengan panik, “Mama, jangan emosi, kondisi tubuhmu masih sangat lemah.”

“William….”

Nafas Louis hampir tidak bisa naik, matanya memerah sambil memelototi William, “Aku, bagaimana bisa, bagaimana aku bisa melahirkan anak sepertimu!”

Alis William bergetar, bibirnya yang tipis mengetat menjadi sebuah garis lurus, kedua tangannya mengepal begitu erat.

Matanya menatap Louis begitu tajam, berbalik lalu meninggalkan kamar rawat.

“William!”

William berjalan sampai di koridor, mendengar suara teriakan Louis yang penuh amarah dari dalam kamar rawat kedua kakinya melangkah semakin cepat kearah lift.

Dalam ruang rawat.

Vania terus mengelus dada Louis tanpa henti dengan mata yang memerah, “Ma, kamu jangan marah lagi, tenanglah sedikit ma.”

“Bagaimana aku bisa tenang? Bagaimana cara aku tenang? Sekarang hal memalukan ini muncul dalam Keluarga Dilsen, kalau sampai tersebar maka akan menjadi lelucon yang hebat, orang lain akan mengatakan kalau aku Louis tidak becus mendidik anak sendiri, bagaimana aku bisa menghadap leluhur Keluarga Dilsen nantinya, bagaimana caraku menghadapi kakekmu nanti? Kalau, kalau sampai kakekmu tahu cucu yang paling disayangnya berbuat hal seperti ini dengan cicitnya, kakekmu pasti akan mati kesal! Kalau sampai ada sesuatu yang terjadi pada kakekmu, aku adalah orang yang paling berdosa di Keluarga Dilsen! Dosa apa yang sudah kubuat sampai hal semacam ini bisa terjadi padaku, dosa apa!”

“Ma, jangan bicara lagi, sekarang yang terpenting adalah istirahat. Nanti setelah keluar dari rumah sakit, baru kita bereskan Ellen.” Vania berkata.

Louis memegang dadanya, bersandar pada Vania, airmatanya terus mengalir.

Meskipun sangat marah dan sangat sulit menerimanya, namun dia tahu, sekarang ia hanya bisa sembuh dulu agar bisa menghadapi Ellen langsung.

Dan sekarang, dia berada di rumah sakit dengan tidak berdaya.

Vania memeluk Louis, melihat wajah Louis yang begitu sedih dan putus asa, membuat kebenciannya pada Ellen semakin Dalam.dalam hati Vania, semua ketenangan yang tidak pernah datang juga akar masalah ini adalah Ellen!

Hanya dengan membereskan Ellen, maka kehidupan keluarga mereka akan kembali tenang.

……

Pavilion Coral.

Ellen dan Lihua sedang belajar soal latihan ujian bahasa inggris.

Sekarang baru selesai mengerjakan soal listening, bersiap untuk melanjutkan soal berikutnya, tiba-tiba pintu ruang belajar terbuka.

Ellen dan Lihua tersentak bersamaan, mengarahkan pandangan kearah pintu.

Ketika melihat orang yang berada didepan pintu ruang belajar, Ellen begitu terkejut, “Paman Ketiga?”

Sekarang baru jam 9.30, baru berjarak sekitar dua jam dari waktu dia meneleponnya tadi, kenapa sudah pulang?

William menatap Ellen dengan begitu dalam, pandangannya mengarah ke Lihua yang sudah mengkerutkan alis, dan berkata sambil mengetatkan bibirnya, “Aku tidak akan menggunakan waktumu terlalu lama, aku hanya butuh 10 menit.”

Lihua berpikir sejenak, melihat kearah Ellen, “Kalau begitu istirahat dulu 10 menit.”

“Terima kasih Pak/bu guru.” Ellen berkata sambil berjalan menuju William yang berada didepan pintu.

Setelah William melihatnya berjalan mendekat, baru berbalik dan berjalan keluar ruang belajar.

Ellen ikut dibelakangnya.

Baru berjalan sampai dikoridor, tiba-tiba ia merasa langkah William mendadak menjadi cepat, tidak lama kemudian berbalik ke dalam kamar.

Hati Ellen seketika terasa seperti mengganjal, menggigit bibirnya, lalu masuk kedalam kamar William.

Ketika berjalan sampai kedepan kamarnya, Ellen melihatnya sudah berdiri ditengah kamar, menghadap wajahnya, tatapan matanya yang dingin terasa begitu tajam, melihatnya seperti itu, Ellen seketika merasa begitu gelisah.

Ia menelan ludah, lalu berjalan masuk.

“Tutup pintu.” William berkata.

Ellen tersentak, lalu mengulurkan tangan untuk menutup pintu.

Tepat ketika pintu mobil tertutup, Ellen mendengar suara langkah kaki yang mendekat dengan cepat.

Begitu cepat, satu lengannya juga pinggangnya dirangkul oleh dua lengan yang begitu kuat dan besar, tubuhnya terdorong sampai bersandar pada pintu.

Ellen belum sempat merasa terkejut, pandangannya langsung menjadi gelap, bibirnya sudah tertekan dengan begitu penuh.

Ellen tiba-tiba membelalakkan mata, satu tangannya yang bebas setengah terangkat, matanya yang bulat menatap kedua mata yang terpejam, menatap pria yang seolah terlena dalam ciuman ini.

Semakin William mencium semakin dalam, bahkan menekan tubuh Ellen yang bergetar lemah dengan tubuhnya yang kokoh tanpa ragu.

Mengunci lengannya dengan satu tangannya lalu menekannya di pintu.

Tangan besar yang merangkul pinggangnya mengetat, nafasnya yang kasar memenuhi wajah Ellen yang begitu kaku.

Ellen mengedipkan mata, seolah merasakan sikapnya yang aneh, tubuhnya yang tegang perlahan menjadi rileks.

Tangannya yang berada ditengah udara perlahan dia turunkan, lalu meletakkannya perlahan dipunggung William, bibirnya terbuka dan membalasnya dengan lembut sambil menepuk ringan punggung juga bahunya, diam-diam menenangkannya.

William perlahan melepaskan lengan Ellen, tangannya yang besar memegang wajah kecilnya, jemarinya yang sudah kapalan menyentuh kulit wajahnya yang begitu lembut.

Mengecup bibirnya dengan begitu lembut dan hangat, menatap bibirnya yang sedikit memerah.

Ellen berjinjit, melingkarkan kedua tangannya di lehernya.

Bulu matanya yang lebat dan pekat sedikit bergetar, lalu terbuka, matanya yang sedikit berkaca, menatap wajah William yang begitu tegas.

Alis William malah mengkerut, tangan yang merangkul pinggangnya dilepaskan, naik keatas, lalu memegang pipi Ellen, bibir tipisnya yang basah neik dari bibir Ellen, mengecup hidungnya, matanya, hingga alisnya, lalu berhenti di keningnya yang merona.

Detak jantung Ellen berdetak semakin cepat, kedua tangannya ia turunkan dari lehernya, melingkar di pinggangnya, menutup mata, merasakan ciumannya yang begitu hangat dengan perasaan yang begitu tenang.

“Ellen, kamu adalah milikku.”

“Tidak ada orang yang bisa memisahkan kita, aku jamin!”

“……”

Novel Terkait

Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu