Hanya Kamu Hidupku - Bab 451 Pria Ini Mengintimidasi Sekali!

"Maaf nona, restoran ada aturan, tolong jangan persulit saya." Ucap kakak itu dengan sabar.

Pani meniup rambut yang didepan pangkal hidungnya, menyeburutkan bibirnya dan berkata, "Jadi, hari ini aku tidak bisa masuk kedalam, benar bukan?"

Kakak itu memberikan ekspresi tak berdaya kepada Pani.

Pani mengangguk, "Baiklah, aku tidak masuk."

"Terimkasih atas pengertiannya." Ucap kakak itu langsung.

"......" Pani tersenyum, memutarkan badannya dan berjalan maju, membuka tas yang dibahunya dan mengeluarkan handphone, menelepon sebuah nomor.

Begitu diangkat, Pani langsung berkata, "Sandy, restoran yang anda pilih terlalu mewah, orang sepertiku tidak bisa masuk, anda jangan menungguku lagi, aku sudah pergi."

Sandy adalah papa Pani, tapi dia jarang sekali memanggilnya papa, sering kali memanggil namanya langsung.

"Pani, kamu jangan sembarangan!"

Pani dengan malas melangkah kedepan, "Aku tidak sembarangan, aku memang tidak punya nasib. Anda spesial mentraktirku? Kesempatan yang begitu langka. Aku ingin masuk, tapi memang tidak bisa......"

"Aku bisa membawamu masuk."

Perkataan Pani belum selesai, sebuah suara pria yang jelas tiba-tiba terdengar dari belakang.

Pani terdiam, dengan bingung membalikkan kepalanya.

Lalu, begitu Pani membalikkan kepalanya, kelopak matanya terus berdenyut, dengan cepat mundur beberapa langkah.

Bukan karena yang lain, hanya saja pria itu berdiri dibelakangnya, jarak mereka berdua dekat sekali.

Pria itu memakai jas berwarna abu-abu, luarnya memakai jas mantel panjang berwarna hitam, kedua tangannya berada didalam saku, tampaknya sekitar 185cm keatas.

Bentuk dan garis wajahnya jelas, fitur wajahnya dalam sekali, mata yang terang dan jernih bagaikan sumber air itu melihatnya, juga diikuti dengan seringai hangat, adalah wajah yang didambakan para wanita.

Pani melihat dia yang dengan ringan menyunggingkan senyuman, malah berkata, "Aku ingat denganmu."

"Oh? Kamu ingat denganku?" Pria itu tidak berkedip memandang Pani, tersenyum tipis.

Wajah Pani memerah, dia masih kecil, yang berdiri didepannya adalah pria yang berpengalaman dan tampan serta elegan.

Pani menyesap bibirnya, juga tidak menghindar dari tatapannya, dengan dermawan berkata, "Kamu sering pergi ke sekolah menjemput Ellen, aku pernah melihatmu, kamu pamannya Ellen. Dan juga kemarin, Ellen pergi kerumahku, kamu dan paman ketiga Ellen datang kerumahku menjemput Ellen. Namamu Sumi, benarkan?"

Sumi tersenyum pada Pani, memujinya dengan santai, "Ingatanmu bagus."

"......." Pani canggung.

"Ayolah, aku bawa kamu masuk." Ucap Sumi.

Pani menggigit bibirnya, tampak ada keraguan dimatanya, dengan pelan menurunkan handphone di telinganya, dengan tak bersuara memutuskan panggilan ini, tangan satunya lagi memegang lehernya berkata, "Sudahlah, aku......"

"Pani."

Pani, "......" menggigit bibir bawahnya, tatapannya melewati Sumi, melihat Sandy yang panik berjalan dari restoran kemari.

Sandy diumur 27 tahun sudah memiliki Pani, saat ini juga belum 40an tahun, tapi karena hiburan jangka panjang di bisnis, berkatnya tidak sdikit, badan tinggi dan kuat disana, tapi tampaknya sangat gemuk.

Jadi saat dia berjalan masuk, nafasnya tersenggal.

Pani menarik lengan bawah Pani, lalu berdiri segaris dengan Pani, saat berhadapan dengan SUmi, wajahnya sudah tersenyum, "Tuan Sumi, menurut anda ini jodoh bukan, bisa-bisanya kamu sampai barengan dengan anakku, jodoh."

Pani melihat Sandy Wilman dengan aneh.

Dia bilang apa? Jodoh apanya?

Sumi tersenyum tipis dengan elegan, tatapannya melirik Pani, lalu melihat Sandy, berkata, "Benar juga."

Ha?

Pani tercengang.

......

Setelah ada Sumi dan Sandy sebagai jaminan masuknya, kali ini Pani berhasil masuk.

Sandy memesan ruangan VIP, mereka bertiga masuk keruangan VIP, masing-masing duduk ditempatnya.

Tas sekolah Pani masih bergelantunga dipundaknya, tidak diturunkan, seperti mirip dengan orang yang akan pergi kapan saja apabila percakapan tak cocok.

Sandy tersenyum, dengan hangat melihat Pani, "Pani, letakkanlah tas sekolahmu, bagaimana mau makan kalau kamu sandang seperti itu terus? Sini, papa bantu."

"......" Pani melihat dengan waspada tangan Sandy yang terulur, dia langsung menurunkan tasnya duluan.

Sandy membatu, pelan-pelan menarik kembali tangannya, melihat Sumi dan tersenyum, "Anakku ini dari kecil sudah mandiri, mirip aku!"

Pani menundukkan kepalanya, tersenyum dingin, "Tidak tau malu sekali ya?"

Suara Pani sangat kecil, tapi ini adalah ruangan VIP, hanya ada dia, Sandy dan Sumi bertiga, dan juga saat Pani berbicara, kebetulan Sandy baru selesai berbicara.

Jadi perkataan Pani ini, Sumi dan Sandy mendengarnya dengan jelas.

Wajah tua Sandy dalam sesaat suram dan marah, canggung sekali.

Sumi melihat Sandy, dengan cepat memberikan senyuman tipis, menaikkan alis ke arah Pani, tiba-tiba berkata, "Pan-pan."

Sandy, "....."

Pani, "......"

Kedua tatapan dalam waktu bersamaan melihat kepada Sumi, maksud di dalam tatapan itu, ada sedikit maksud "kamu juga terlalu merasa dekat sekali".

Terutama Pani.

Mendengar Sumi tiba-tiba memanggilnya seperti itu, dia sampai merinding.

Meskipun dia dengan Ellen adalah teman baik, tapi dia tidak begitu kenal dengan Sumi!

Sumi seperti tidak merasakan apa-apa, melihat Pani dengan tenang, "Pesanlah. Pesan aja apapun yang mau kamu makan, jangan sungkan denganku."

"......" Pani menyesap bibirnya, ekspresinya canggung sekali, bahkan beberapa kali melirik Sumi.

Sandy menarik nafas, bereaksi, langsung tersenyum kepada Pani dan berkata, "Benar, pesanlah, pesan semua yang mau kamu makan, hari ini papa traktir."

"Paman jangan sungkan denganku, sudah bilang kalau hari ini aku yang traktir." Ucap Sumi.

Kata "paman" ini berhasil membuat Sandy dan Pani terdiam.

Sumi berumur 30 tahun, Sandy 40an tahun, memanggil kakak sudah sangat menaikkan harga diri Sandy, dia malah memanggil Sandy "paman", ini bahkan dinaikkan sampai lebih tua satu generasi darinya!

Pani melihat Sui dengan alis mengerut.

Ellen tidak pernah bilang kalau otak pamannya ini ada masalah!

Wajah Sandy juga merah, karena canggung.

Setelah merah, maka satu wajah pun memerah.

Acara makan ini, Pani sangat menderita.

Benar-benar lebih menderita daripada makan makanan kantin sekolah.

Dan juga semakin makan, lambungnya semakin sakit.

Akhirnya, sudah selesai makan.

Pani langsung mengambil tasnya, berdiri dan berkata kepada Sumi dan Pani, "Harusnya nanti kalian masih ada acara hiburan lain, aku tidak menemani kalian lagi. Aku sudah mau ujian, harus pergi les, sampai jumpa."

Setelah mengatakan "sampai jumpa", Pani berjalan lurus ke arah pintu.

"Tunggu."

Pani langsung berhenti, terdiam di depan pintu.

Tubuh tegak Sumi berdiri dari kursinya, mengambil jas mantel yang tergantung di kursi, diletakkan di pergelangan tangannya, berjalan ke hadapan Pani, tidak mengatakan apa-apa, sedikit kuat menarik tas buku dari tangan Pani, "Acaraku selanjutnya adalah mengantarmu pulang."

Daun telinga Pani menjadi panas, dia dengan kewalahan mau merebut kembali tas sekolahnya.

"Tuan Sumi, aku nanti ada sedikit urusan, maka aku titipkan anakku denganmu." Ucap Sandy melihat Pani dan Sumi, wajahnya sudah mau tersenyum bermekaran bunga.

Hati Pani menjadi suram, mengerutkan keningnya melihat Sandy, apa yang sedang dia rencanakan.

Sandy melambaikan tangan kepada Pani, tersenyum seperti orang yang menjualanak.

Pani menyesap kedua bibirnya kuat, ada perasaan yang aneh berlama-lama di hatinya.

......

Di mobil Bentkey, Pani diam-diam meringkuk di sudut kursi penumpang dibelakang, kepalanya tertunduk, menggigit pelan ibu jarinya, menunjukkan setelah dia makan, seluruh orangnya merasakan aneh.

Dan juga, rasa aneh ini sekarang semakin kuat.

"Sedang memikirkan apa?"

Suara pria yang lembut terdengar kemari.

Pani mengedipkan matanya, menurunkan jari yang dia gigit, mengangkat kepalanya dan melihat ke depan.

Sumi melihatnya dari kaca spion, tatapannya jernih sekali, tapi membuat Pani merasa dalam sekali tidak bisa ditebak.

Tanpa sadar, Pani menghindar tatapannya, melihat keluar jendela mobil, berkata, "Tidak."

Alis Sumi sedikit bergerak, melihatnya, tapi tidak bertanya lagi.

Kira-kira 35 menit.

Mobilnya berhenti di depan villa keluarga Wilman di jalan 玉阳.

Pani duduk tegak, mengambil tas langsung mau membuka pintu mobil.

"Jangan bergerak!" Suara Sumi terdengar dari kursi pengemudi.

Pani terdiam, mengangkat kepala dan melihatnya dengan bingung, "Ke, kenapa?"

Sumi tak bersuara, melepas sabuk pengamannya, membuka pintu mobil dan turun dari mobil, berjalan ke kursi penumpang dibelakang, membuka pintu mobil.

Sebuah tangan yang gentle berada di sebelah atas mobil, sebuah tangan terulur pada Pani, "Mari."

Pani melihat telapak tangan yang besar dan putih terbuka dihadapannya, hatinya bergetar.

Pikiran yang muncul diotaknya untuk pertama kali adalah, bukan ingin gentel, hanya saja, pria ini tidak seperti penampilan luarnya yang lembut dan elegan, dia sangat mengintimidasi!

Contohnya di restoran, dia dengan kuat menarik tas sekolahnya, dan juga sekarang.

Pani tetap meletakkan tangan diatas tangannya.

Tangan Pani kecil sekali, tulangnya panjang dan kurus, tampaknya selapis kulit jarinya hanya membungkus sebuah tulang, membuat orang mempunyai pemikiran pertama, kalau digenggam pasti tidak akan begitu enak rasanya.

Benar saja.

Sumi pelan-pelan menggenggam jarinya, alisnya yang tebal dan panjang itu terangkat, menggenggam tangan kecil Pani semakin erat.

Karena kenyataan membuktikan kalau dia salah.

Tangannya lembut sekali, seperti tak bertulang, halus, rasanya tak disangka bagus sekali.

Pani juga merasakan kekuatan di telapak tangannya, tapi saat ini dia juga tidak ingin banyak bicara, hanya mengangkat kepalanya dengan heran melirik Sumi, mengambil tas sekolah, dan digandeng Sumi keluar dari mobil.

Setelah turun dari mobil, Pani melihat tangan mereka berdua yang masih saling bergenggaman, berpikir, dia sekarang sudah turun dari mobil, harusnya Sumi sudah boleh melepaskan tangannya bukan?

Tapi......

"Apakah studi tingkat ketiga serius membuat kamu stres?"

"......Tidak begitu."

"......Apakah merasa tertekan?"

"......Pasti ada sedikit tekanan."

"Setiap pulang sekolah, apakah PRmu banyak?"

"Banyak."

"Optimis tidak terhadap ujian akhirmu?"

"......Biasa saja."

"Ehn."

Pani, "......"

Melirik Sumi, lalu melirik tangan yang masih dia genggam erat, emosi di matanya sangat rumit.

Pria dewasa ini, bukankah harusnya kamu melepaskan tanganmu? Kalau kamu bukan paman teman baikku, aku pasti akan curiga kamu ini sengaja mau menjadi preman!

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu