Hanya Kamu Hidupku - Bab 312 Istri

Sudut bibir Ellen terangkat, tidak melihat Bintang, seperti biasanya menatap Nino dan berkata dengan kamu rendah, “Sudah lama menunggu kah. mama akan segera datang.”

Mendengarkan ini, Nino tidak berbicara, merapatkan bibirnya dan menutup jendela mobil.

Mata Ellen bersinar, membalikkan badanya dan melihat Bintang.

Saat melihat penampilan Bintang, Ellen tanpa sadar menghela napas.

“Bintang, anakku biasanya tidur jam sepuluh, sekarang sudah pukul setengah sepuluh, jadi aku benar-benar harus pergi.” Kata Ellen.

Wajah Bintang tanpa ekspresi, wajah ganteng itu terlihat polos, jantungnya seperti disapu oleh gelombang besar secara berulang-ulang, membuatnya kesakitan hingga gemetar.

Sebelumnya, saat bertemu dengannya, Bintang langsung melihat Ellen membawa dua anak, tapi dia sama sekali tidak menyangka, dua anak ini adalah anaknya…

Bagaimanapun juga, dia sekarang baru berumur dua puluh dua tahun… melihat ketinggian tubuh dua anak ini, kira-kira sudah berumur lima tahun, bahkan lebih besar.

Jadi, bagaimana mungkin dua anak ini merupakan anak Ellen?

Tatapan Bintang bersinar cahaya lemah, dia menatap Ellen, “… Ellen, mereka adalah anak kandungmu kah? Maksudku, iya, anakmu kah?”

Ellen melirik bibir Bintang yang sedang gemetar, merapatkan bibir dan mengangguk, “Iya.

Setelah Ellen selesai berkata, badan Bintang tiba-tiba mundur ke belakang, sosok yang tinggi dan ganteng itu tiba-tiba mundur, dengan tatapan penasaran melihat ke arah Ellen, “Bagaimana, bagaimana mungkin?”

Ellen tidak menjelaskan apapun, dia hanya mengangguk, kemudian membalikkan badan dan berjalan ke arah mobil.

Bintang tidak mengejarnya, tatapanya melihat Ellen.

Penampilannya seperti tidak bisa percaya tapi kebenarannya sudah ada di depannya, mau tidak mau dia harus percaya.

Ellen menggerakkan mobil, dia melihat Bintang lewat kaca spion, melihat Bintang berdiri kaku di tempat asal, tanpa sadar hatinya menghela napas.

Namun hanya menghela napas saja.

Karena Ellen merasa, Bintang sekarang sudah bertunangan dengan Vania Dilsen, perasaan cinta terhadapnya sudah mulai menjauh, setelah beberapa tahun ini, perasaan cinta itu sudah menghilang.

Jadi, saat melihat penampilan Ellen yang begitu biasa, itu hanya terlalu mengejutkannya.

Dan berdiri di depannya lagi, akan teringat kenangan indah waktu masa muda, hatinya akan tergoyang juga hal normal.

Sekarang, Bintang sudah tahu bahwa Ellen mempunyai anak, hatinya yang sedikit tergoyang itu, seharusnya bisa dengan cepat tenang kembali.

Jadi, perasaan Ellen terhadap pertemuan dengan Bintang, hatinya merasa sangat biasa.

Hanya saja, menurut Ellen, pertemuan ini hanyalah pertemuan yang seperti biasa, tapi menurut Bintang, pertemuan ini malah pertemuan yang membuatnya merasa sakit.

Pertemuan pertama kali adalah kematian Ellen pada saat empat tahu yang lalu.

Kalau Bintang tahu, pernikahannya dengan Vania Dilsen berhasil, sesuai dengan panggilan, dia harus memanggil Ellen… Kakak ipar ketiga.

Tidak tahu menurut Bintang, apakah ini akan menjadi bebannya!?

“Manes, paman yang kurus tadi adalah temanmu kah?”

Nino Nie mengedipkan mata besarnya, tangan yang besar memegang dagu sendiri, bersandar di kursi seperti seorang tuan, melihat punggung Ellen dari belakang, berkata dengan nada suara rendah dan serak.

Kurus?

Ellen tersenyum, dia melirik Nina lewar kaca spion.

Namun, gambaran Nino Nie juga tidak salah, jika membandingkannya dengan kakaknya, Bintang memang “Kurus”, HEHE.

“Nino, perkataanmu harus sopan, tahu kah? Paman ya paman, tidak boleh asal menambahkan kata-kata lain.” Kata Ellen.

“Iya.” Nino mengangkat dagunya, “Kalau begitu, kamu dan paman itu adalah teman kah?”

“Uhm.”

“Teman yang sangat baik kah?” Nino Nie terus bertanya.

Sangat baik?

Ellen berpikir, “Lumayan.”

“Apakah dia menyukaimu?” Pertanyaan ini ditanya oleh Tino Nie, to the point.

Nino Nie memutarkan bola mata, melihat ke arah Tino Nie, tatapannya sangat kagum: Abamg, mantap!

Ellen berkeringat, dia berkata, “Paman itu sudah bertunangan, mempunyai istri tunangan.”

Untungnya, Nino dan Tino sering melihat drama cinta bersama Nurima, mereka tahu apa itu istri tunangan, jadi mereka tidak menanyakannya lagi.

“Apakah papa kenal paman ini?” Nino Nie langsung masuk ke pertanyaannya.

Ellen terbengong, tiba-tiba berkata sambil melihat Nino lewat cermin, “Nino, masalah mama bertemu dengan paman ini, jangan memberitahukannya kepada papa, mengerti kah?”

Nino Nie menyipitkan mata, dia melirik Tino, kemudian berkata, “Aku mengerti.”

Sebelumnya, Tino dan Nino terus menanyakan masalah tentang Bintang, Ellen tidak merasa ada sesuatu.

Sekarang mendengar perkataan Nino “Aku mengerti”, ini malah membuat telinganya menjadi merah.

Sedikit merapatkan bibir, Ellen diam-diam mengalihkan tatapannya.

……

Setelah kembali ke villa, Ellen segara membawa Nino dan Tino pergi ke kamar mandi.

Membungkus kedua anak itu ke dalam handuk dan memeluk anak-anak ke atas tempat tidur, Elllen Nie mengambil dua piyama yang bergambar beruang, memasukkan mereka ke dalam selimut, Ellen duduk di sudut tempat tidur, mengusap kepala dua anak, dan berkata, “Tidurlah.”

“Cium.” Nino Nie mencondongkan mulut kecilnya.

Ellen tersenyum, membungkuk badanya, dan mencium alis dan pipunya, “Yang nurut, selamat malam.”

Kemudian, Ellen juga mencium Tino, “Selamat malam, sayang.”

“Manes, kenapa tidak mencium mulut?” Nino Nie menatap Ellen dengan tatapan tidak puas, “aku melihat kamu mencium papa.”

Ellen kaget, “… kapan?”

Ellen mengira dirinya sudah sangat sembunyi di depan Tino dan Nino.

“Sudah banyak kali.” Nino Nie berkata.

Seluruh wajah Ellen menjadi merah, dia tiba-tiba menarik napas, merapikan selimut kedua anak, menutup lampu, “Sayang, selamat malam, muach.”

Kemudian, dengan langkah cepat berjalan keluar dari kamar anak.

Setelah Ellen pergi, kamar anak pun gelap.

Tino dan Nino membuka mata dan saling bertatapan melalui cahaya yang bersinar dari luar jendela.

“kakak, apakah kamu merasa mama lebih menyukai papa.”

“Uhm.”

“Kita tidak disukai kah?”

“Seharusnya iya.”

“Sedih sekali.”

“Yap.”

Kemudian, kedua anak segera berpelukan, saling memberi kehangatan!

……

Setelah keluar dari kamar anak, Ellen menghela napas, mengulurkan tangan dan memukul wajah sendiri, membalikkan kepala dan melihat kamar anak dengan tatapan curiga.

Memikirkan masalah ini.

Kapan dua anak ini melihat dia berciuman dengan orang itu… mencium mulut kah?

Ellen memejamkan mata, menggelengkan kepala dan berjalan ke lantai bawah.

Setelah berjalan ke lantai bawah, Ellen mengambil tas yang diletakkan di atas sofa, membuka tas, menggeluarkan ponsel dan menghubungi nomor telepon seseorang.

Setelah panggilan terhubung, selama sepuluh detik, pihak sana baru mengangkat.

“Ellen, sudah sampai rumah?” Saat panggilan terhubung, terdengar suara pria yang rendah.

“Uhm, aku sudah sampai, paman ketiga.” Kata Ellen.

William berhenti sejenak, kemudian berkata, “Kemungkinan mala mini, Paman ketiga tidak bisa pulang.”

“Tidak apa-apa. Kamu harus menjaga mama, aku mengerti.” Kata Ellen.

“Baik.” Nada suara William terdengar lembut.

“Ketiga…suami.”

Setelah Ellen memanggil panggilan ini, ujung telinganya langsung merah dalam hitungan detik, kemudian mengeluarkan suara lembut dan malu, “Bagaimana dengan kondisi mama? Sudah bangun kah?”

“Iya.”

William tersenyum, nada suaranya lembut, “Sudah bangun. Hanya saja tubuhnya masih sangat lemah… emosinya juga belum stabil, harus ada yang menjaganya.”

“Uhm, kalau begitu, jagalah mama dengan baik. Kamu tidak perlu khawatir, ada aku di rumah.” Kata Ellen dengan nada suara kecil.

William tersenyum lagi, “Sayang, aku sedikit tidak terbiasa.”

Wajah Ellen sangat merah, merapatkan mulut, “Kalau begitu, kedepannya aku tetap panggil kamu paman ketiga…”

“Jangan. Panggil suami. Aku suka mendengarnya.”

Nada suara William tiba-tiba rendah, menahan senyum dan membujuk Ellen, “Sayang, panggil aku suami lagi dong, kita langsung menutup panggilan, Uhm?”

Ellen menurunkan kepala, “Sekarang kondisi seperti apa, jangan membuat keonaran lagi, cepat pergi jaga mama.”

“Ayolah.” Nada suara William sedikit kasar.

Ellen malu hingga memejamkan mata, bulu mata yang panjang sedikit gemetar, “Suami.”

“Uhm.”

Ellen tidak tahan membuka mulut, “Cepat…”

“Istriku…”

Ellen, “…”

Hanya mendengar suara detakan jantung.

Kemudian muncul perasaan seperti mati rasa, menuju jantungnya, dengan cepat melewati bagian tubuhnya.

Sangat cepat, Ellen langsung merasa, dirinya sudah lemas.

Ellen menghela napas, napas yang panjang…

Dia berpikir.

Dia sedikit mengerti.

Kenapa orang itu selalu menginginkan dirinya memanggilnya “Suami”

Ternyata begitu, puas ya!

Pikiran Ellen masih terbengong, setelah Ellen sadar kembali, pihak William sudah menutup panggilan.

Ellen menelan ludah.

Menurunkan ponsel dari telinga, dan meletakkannya di dada.

Suara detakan jantung, berdetak di layar ponsel.

Ellen memejamkan mata, sudut kedua bibir terangkat, dia tersenyum.

……

Ellen duduk di atas sofa ruang tamu, memeluk ponsel, baru saja hendak berdiri dan kembali ke kamar untuk mandi.

Tubuh akan berdiri dari sofa, tiba-tiba terdengar suara mobil dari luar villa.

Ellen terbengong, dia pikir orang itu memutuskan untuk pulang, matanya membesar, berdiri dan berjalan ke arah pintu.

Di pintu.

Dia maslah melihat orang yang berusia tua turun dari mobil.

Ellen kaget, “Kakek?”

Hansen mendengar suara Ellen, mendongak dan melihat ke arahnya, dia berkata sambil tersenyum, “Uhm.”

“Kakek…”

Ellen berjalan keluar, turun dari tangga, berjalan ke samping Hansen, mengulurkan tangan dan merangkul lengannya, melihatnya dengan tatapan penasaran.

Hansen memegang tangan Ellen, membalikkan kepala dan berkata pada Sobri, “Pulanglah.”

Mendengarkan ini, Sobri langsung tahu Hansen akan tinggal di villa mala mini, jadi dia mengangguk, naik ke mobil dan meninggalkan villa.

Melihat mobil sudah menjauh, Hansen membalikkan kepala, melihat tangan Ellen dan berjalan masuk ke dalam villa.

Ellen memegang Hansen dengan hati-hati.

Hansen berjalan ke villa sambil melihat Ellen.

Senyuman Hansen, Ellen sama sekali tidak merasa aneh, jadi dia juga tidak merasa apa-apa.

Saat ingin naik tangga, Hansen tiba-toba berkata, “Tadi kamu panggil aku apa?”

“…”

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu