Hanya Kamu Hidupku - Bab 142 Apakah Berkualifikasi Menjadi Cucu Menantumu

Tetapi terpikir hal penting berikutnya yang akan dikatakan, Hansen menahan dan tidak menegur Vania, melihat beberapa orang di sekitar, dia berdeham, dan berkata, "Di antara orang-orang yang kalian kenal, apakah ada wanita muda lajang yang cocok untuk menikah?”

“......” Semua orang tertegun, bahkan Vania yang berbaring lumpuh pun duduk tegak, menatap Hansen, “Kakek, apa yang ingin kamu lakukan?”

“Ya papa, mengapa kamu menanyakan ini?” Louis segera melihat ke arah Demian.

Demian, “.......” menyentuh hidungnya, dan merasa panik yang tak terkatakan.

Mila mendengar masalah ini tidak ada hubungan dengan dirinya, dia menghela napas lega, tersenyum melirik Demian.

Hansen melihat pusat perhatian semua orang terfokus padanya, dia berkata, sekarang William sudah berusia tiga puluh tahun, sudah saatnya untuk memiliki keluarga.”

William?

Demian menghela nafas lega, asalkan tidak berhubungan dengannya.

Vania tertegun, dan membuka besar matanya, “Kakek, apakah kamu rencana mencarikan pasangan untuk kakak ketiga?”

Hansen melirik Vania, diam-diam mengakuinya.

“Yiiii.” Vania menatap Hansen dengan tatapan mengejek, “Kakek, sudah zaman apa sekarang, masih saja mengaturkan pernikahan?”

Hansen berkata, “Kalau tidak mengerti, jangan sembarang ngomong! Kapan aku bilang mau mengaturnya? Aku hanya meminta kalian memperkenalkan beberapa wanita muda lajang yang cocok untuk William.”

“Maksudmu kencan buta?” Vania berkata.

“Ya. Kalian coba pikir, barangkali ada yang cocok?” Hansen berkata.

Demian dan Mila tidak ingin bercampur tangan dalam masalah ini.

Karena mereka sama sekali merasa tidak perlu, bagaimana mungkin adiknya itu perlu melakukan kencan buta?

Lagipula, mereka merasa kerja keras Hansen, hanya akan terbuang sia-sia, William tidak akan menghargainya.

“William sudah berusia tiga puluh tahun, kami diusia segini sudah berkeluarga, jadi sudah saatnya mencarikan seorang wanita yang bisa merawatnya.” Louis setuju.

Gerald tidak berkata.

"Kakek." Vania menundukkan matanya, menjentikkan ujung jarinya dengan santai, “Aku teringat seseorang.”

“Siapa?” Mata Hansen bersinar, menatap ke arah Vania.

Vania mengangkat kepala, menatap Hansen dan berkata, “Kakak Rosa, dia sangat menyukai kakak ketiga.”

“Rosa?” Hansen berkata.

“Yah benar, Rosa saja, bukankah langsung ada yang sudah jadi?” Louis sangat menyukai Rosa, “Rosa adalah cucunya bibi Xu, kita juga sudah tahu tentang keluarganya, lagipula Rosa sangat lembut dan lapang dada, pengertian dan dapat membantu William dalam kariernya. Apakah kamu sudah lupa, disaat Rosa lahir, bibi Xu juga pernah menyarankan agar kita kedua keluarga dapat menjalin hubungan pernikahan.”

Louis semakin semangat, dan merasa Rosa sangat sesuai.

“papa, usia Rosa sekarang dua puluh enam tahun, empat tahun lebih kecil dari William, perbedaan usia mereka tidak jauh, dan sudah kenal sejak kecil. Rosa menyukai William, kita semua mengetahui hal ini. Jadi kalau Rosa menikah ke keluarga Dilsen, menikah dengan William, pasti akan merawat William dengan baik.”

“........ Rosa memang bagus, namun aku takut William tidak menyukainya.” Hansen berkata.

“papa, siapa yang bisa menentukan perasaan? Dapatkah kamu memastikan bahwa menyuruh wanita lain berkencan dengan William, akan membuat William menyukainya? Dan, meskipun William tertarik pada wanita itu, siapa yang bisa menjamin bahwa wanita itu mendekati William bukan karena identitasnya. Jadi aku rasa Rosa adalah orang yang paling cocok!” Louis berkata.

“Ini.....”

“Kakek, aku setuju dengan apa yang dikatakan ibuku. Gadis-gadis sekarang sangat realistis dan matre, kamu mengatur kencan buta untuk kakak ketiga, menurutku sebaiknya mencari wanita yang kita kenal seperti Kakak Rosa, dan keluarga yang sesuai dengan keluarga kita.” Vania bergabung ke kemah Louis dan berbicara untuk Rosa.

Namun Mila tidak terlalu puas dengan perkataan Vania, dia mengerutkan alisnya, menatap Vania, dan berkata, “Vania, kamu jangan lupa kamu juga sebagai seorang gadis, bukan semua gadis itu matre dan realistis. Itu hanya sebagian kecil saja. Jangan mengambil pandangan umum, dan berpikir seluruh wanita itu sama.”

“Kakak kedua, ini kenyataan. Pria sekarang juga sangat realistis, begitu juga dengan wanita. Kakak kedua, bukankah mantan suamimu juga........”

Sebelum Vania selesai berkata, wajah Mila langsung berubah, dan menatapnya dengan tatapan dingin.

Vania menarik napas, menggigit bibir bawahnya, berhenti dan tidak melanjutkannya.

Suasana pada saat ini menjadi agak berbeda.

Louis berpikir, dan melihat wajah Vania yang pucat, dan berkata, “Mila, adikmu tidak bermaksud seperti itu, kamu jangan salahkan dia.”

“Tidak bermaksud seperti itu? Heh.” Mila tersenyum dingin, bangkit dari sofa, menatap Louis dengan tatapan yang tajam dan dingin, “Kalau begitu kalian terus menggunakan alasan ini untuknya seumur hidup!”

Selesai berkata, Mila pergi tanpa memutar kepala.

“Apaan, aku bukan sengaja. Kakak kedua benar-benar pemarah!” Vania merasa sedih dan bergumam.

Demian mengerutkan alisnya, melirik Vania, dan terlalu malas untuk menegurnya, “Aku pergi dan melihat Mila.”

Hansen mengangguk, wajahnya menjadi gelap, "Pergilah."

Demian juga pergi.

Begitu Demian keluar, Louis langsung menatap Vania, "Pemarah? Kamu sebenarnya tahu itu adalah bekas luka kakakmu, kamu malah sengaja mengatakannya, kamu benar-benar tidak mengerti atau sengaja menstimulasi kakakmu?”

"Sengaja? Dia adalah kakakku, mungkinkah aku sengaja menyakitinya?” Vania mencibir dan berkata.

“Kali ini tidak sengaja, lalu bagaimana dengan terakhir kali, dan sebelumnya? Kamu jangan menyangka beberapa tahun ini kakakmu sangat senang, sebenarnya dia sangat menderita. Kamu sebagai adiknya tidak peduli malah menabur garam di lukanya.”

Louis marah karena melihat tatapan Mila yang penuh kekecewaan ketika dia pergi.

Selama bertahun-tahun, Louis tetap sangat memanjakan Vania.

Dia selalu bertoleran tanpa syarat terhadap semua yang Vania lakukan. Beberapa kali sebelumnya, Vania menyebutkan nama orang itu "secara tidak sengaja" di depan Mila, Louis selalu memihak pada Vania, meminta Mila untuk bertoleran dan mengerti.

Awalnya, Mila tidak emosional seperti sekarang, tetapi semakin sering dia mengatakannya, tidak bisa dihindari dia akan merasa sedih, dan toleransinya terhadap adik ini semakin berkurang.

Dan sejak terakhir kali, Vania mengakui dirinya menyukai Bintang dan juga mengatakan banyak hal yang tidak masuk akal.

Louis bagaikan dipukuli seseorang, dan tiba-tiba menyadari bahwa toleransi dan kasih sayang mereka terhadap Vania dalam beberapa tahun ini sudah kelewatan, dan bahkan berkemungkinan menyakiti Vania.

Baru-baru ini, setelah dia menenangkan dirinya, dia semakin menemukan perilaku Vania sangat keterlaluan, dan kadang-kadang, perkataan yang dia katakan membuatnya merasa seolah-olah dia tidak mengenalnya, dan sepertinya ini bukan anak kandungnya.

Namun Louis bukan benar-benar curiga bahwa Vania bukan anak kandungnya, dia hanya karena menyesal dan merasa bersalah.

Dia merasa Vania akan menjadi seperti sekarang ini, karena dimanjain dia dan Gerald.

Dan sekarang dia sedang berusaha mengubahnya.

“Bu, mengapa kamu semakin sering menuduhku? Kamu hanya tahu menegurku, mengapa kamu tidak memarahi Kakak pemarah? Dia sendiri bertemu pria keji, malah salahkan aku?” Vania menatap Louis dengan ekspresi tidak berdaya.

Louis sangat marah dan hampir kehabisan nafas, dengan wajah memerah dia berkata, “Kakakmu menemui pria jahat, jadi kamu bisa menertawainya sesuka hati? Dan bagaimana bisa kamu menyakitinya seperti ini?”

“Sudah ku bilang aku tidak sengaja melakukannya. Berapa lama kamu ingin menjerat masalah ini? Benar-benar sangat menjengkelkan.”

“Vania, kamu......”

"Oke!”

Saat ini, Gerald memotong perkataan Louis, melihat penampilan Louis yang cemas, dia mengerutkan kening, ekspresinya sangat dingin, “Vania sudah bilang bukan sengaja, mengapa kamu masih begitu marah?!”

“Sekarang dia sangat membenciku, dan tidak suka padaku!” Vania berkata dengan wajah suram.

"Kamu......"

“Bisakah kamu tidak berkata?” Gerald menatap Louis.

Louis sangat marah, hingga matanya memerah, menarik napas dalam-dalam, tangannya mengepal, berdiri dan pergi meninggalkan ruang tamu.

Vania menyipitkan matanya, melirik sosok kepergian Louis, mulutnya mencibir.

Gerald melihatnya, bangkit dan duduk di sebelah Vania, mengulurkan tangan dan memegang bahu Vania dengan lembut, dan menenangkannya dengan suara lembut, “Jangan marah lagi, papa percaya kamu bukan sengaja.”

“papa, kamu adalah orang yang terbaik.” Vania bersandar di bahu Gerald dan berkata dengan sedih.

"Bocah bodoh, kamu adalah putriku. Bagaimana mungkin papa tidak baik padamu.” Gerald berkata.

Hansen mengerutkan kening, menatap Gerand dan Vania dengan dingin.

Hari ini, dia mengadakan pertemuan keluarga untuk menyelesaikan pernikahan William, bukan untuk menciptakan konflik!

Melihat kedua orang ini menghancurkan pertemuan keluarga, dia merasa sangat menyebalkan!

Hansen juga malas melihatnya, dan terlalu malas menegur Gerald, dia ingin terus memanjakan Vania, maka dia akan membiarkannya, dan mereka yang akan mengambil semua konsekuensinya!

Mumpung, apa yang dia katakan sekarang, mereka juga tidak akan mendengarnya!

Hansen juga berdiri dan berjalan ke atas menuju ruang kerja.

.......

Hansen baru saja mengadakan pertemuan keluarga di pagi hari, Dian langsung membawa Rosa datang pada sore hari.

Dian Sastro lebih muda beberapa tahun daripada Hansen, tetapi juga sudah berusia 80 tahunan, sudah sangat jarang keluar di hari biasa.

Hansen dan Clover Manda adalah teman baik, Dian adalah istrinya Clover, Hansen dan Dian juga saling kenal satu sama lain.

Dian mengenakan kacamata, meskipun lebih muda dari Hansen, namun tubuhnya tidak sekuat Hansen, dia sangat kurus, namun dia lumayan semangat.

Hari ini, Rosa mengenakan gaun panjang polos, mantel hijau dan sepatu bot pendek yang elegan, rambut panjang lurus dilepaskan di pundaknya, terlihat sangat lembut, dapat dilihat dia sengaja berdandan untuk Hansen.

Karena orang tua memang lebih suka melihat gadis yang lebih lembut.

“Dian, angin apa yang meniupmu datang ke sini?” Hansen duduk di sofa sambil tersenyum berkata pada Dian.

Dian mengangkat alisnya dan mengetahui sifat Hansen, semakin berpura-pura dengannya, akan membuat Hansen semakin benci, jadi Dian langsung mengulurkan tangan dan memegang tangan Rosa, lalu berkata pada Hansen, “Kakak Dilsen, menurutmu bagaimana cucuku?”

Hansen tertegun, dan menatap Rosa, “Rosa tentu baik.”

Dian mengangguk, dan menatap fokus pada Hansen, “Kalau begitu, apakah cucuku berkualifikasi menjadi cucu menantumu?”

Hansen, “......”

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu