Hanya Kamu Hidupku - Bab 79 Jantung Ellen Seolah-olah Akan Meledak

“.........Paman ketiga keluar?” Ellen kaget

“Apakah pamanmu keluar adalah hal yang aneh? Dia harus mengurus perusahaan yang begitu besar, bagaimana mungkin selalu berada dalam rumah?” Darmi berkata.

Ellen mengerutkan kening.

Tetapi dia sudah hampir tiga hari tidak istirahat!

“Apakah itu adalah guru les privat?” Darmi melihat ke arah belakang Ellen.

Ellen membalik dan melihat ke arah Dara yang duduk di kursi William, “Ya, dia bernama Dara Arafah.”

Darmi melihat pada kursi, dia mengangguk dan berkata pada Dara, “Guru Dara, mari turun dan makan malam bersama malam ini.”

“Baik.”

Dara merespon dan berdiri dari kursi, berjalan melewati meja menuju keluar.

“Ayolah Nona.” Darmi mengalihkan pandangannya, menatap Ellen dan berkata.

“Ya.” Ellen mengangguk, melihat Dara bangkit, dia juga keluar bersama Darmi.

Sekumpulan orang turun dari lantai atas.

Dara melihat Ellen dan Darmi berjalan menuju ruang makan, dia menggerakkan bibirnya berkata, “Apakah tidak perlu menunggu Tuan Dilsen?”

“Aku baru saja menelepon Tuan, Tuan bilang sudah hampir tiba, mungkin sudah masuk ke Vila. Tidak masalah kalau tunggu saja di ruang makan.” Darmi memutar kepala melihat Dara dan berkata.

Dara melihat ke arah pintu dan tidak mengatakan apapun, diam-diam mengikuti Ellen dan Darmi menuju ke ruang makan.

……

Di ruang makan, Ellen dan Darmi baru saja duduk, langsung terdengar suara William dari ruang tamu, “Dimanakah Ellen?”

“Di ruang makan.” kata Darmi.

Kemudian, tidak mendengar suara William lagi.

Dara menundukkan matanya, lalu mengangkat kepala, dan menatap fokus pada Ellen dengan tatapan mendalam.

Ellen tidak memperhatikannya, pandangannya menatap lurus ke arah pintu masuk ruang makan.

Tidak lama kemudian, suara langkah kaki mendekati ruang makan.

Yang duluan terlihat adalah sepasang kaki yang ramping mengenakan celana ketat berwarna hitam.

Ellen berdiri dari tempat duduknya, “Paman ketiga.”

William masuk ke dalam dan langsung tersenyum padanya, “Mengapa berdiri, duduklah.”

Ellen mencibir dan duduk.

“Tuan Dilsen.” Dara duduk tegang di tempat duduknya, menatapnya dengan tatapan malu dan gugup.

William menatapnya dan mengangguk, kemudian duduk di hadapan Ellen.

Sangat kebetulan, Dara duduk di sebelah kanannya.

Menghirup aroma tubuhnya yang jernih membuat dirinya terasa hangat.

Tangan Dara yang diletakkan di lututnya mengepal erat.

Dia tertegun menatap fokus pada wajah tampak sampingnya, jantungnya berdebar kencang bagaikan kuda liar yang tidak terkendali.

Begitu banyak tempat duduk, mengapa dia memilih untuk duduk di sampingnya?

Apakah dia sengaja?

“Nona Dara, apakah ada sesuatu di wajah Tuan?”

Darmi berjalan ke dalam ruang makan dengan membawa sup yang telah dimasak, dia melihat Dara menatap fokus pada William, tanpa berkedip, dia menyipitkan mata dan tersenyum berkata.

Apa?

Ellen tertegun, dan mengalihkan pandangannya ke arah Dara.

Dara menarik napas, pipinya terasa hangat, dan segera mengalihkan pandangannya, dia menutupi pipi sebelah kanannya, menghembuskan napas dengan gugup.

Ellen melihat situasi ini, dia menundukkan bulu matanya yang panjang.

Tertegun selama dua detik kemudian, dia menjilat bibirnya dan menatap William yang duduk di hadapannya.

William tidak berekspresi, seolah-olah dia sama sekali tidak mendengar perkataan Darmi.

Ellen mengerutkan kening, dan hatinya tercengang tak terjelaskan.

Pada saat makan, William seperti biasanya mengambilkan makanan untuk Ellen dan dirinya sendiri tidak terlalu banyak makan.

Awalnya Dara tidak merasakan apa-apa, namun kemudian, ketika William terus "melayani" Ellen, alisnya sedikit berkerut, dan menatap ke arah Ellen.

Wajah Ellen terlihat tenang, dia sama sekali tidak merasa ada sesuatu yang aneh, dan tetap makan dengan tenang.

Mulut Dara tertutup rapat, dan wajahnya terlihat suram.

Sepertinya dia sangat tidak puas dengan sikap Ellen!

Setelah Ellen merasa kenyang, minum semangkuk sup, dia berhenti makan.

William baru mulai makan.

Ellen memandang William dan Dara di sebelahnya, sebenarnya dia tidak berniat pergi meninggalkan meja dan ingin menunggu seseorang selesai makan, tetapi sekarang dia tidak ingin tunggu.

Dia menggerakkan bibirnya dan berdiri dari tempat duduknya, berkata dengan malas, “Guru Dara, paman, aku sudah kenyang, kalian makan perlahan!”

Selesai berkata, Ellen tidak menunggu William berkata, dia langsung keluar.

Wajah William tetap terlihat tenang.

Namun setelah Ellen keluar, dia juga berhenti makan, dia mengambil serbet di sampingnya, menyeka mulutnya dengan anggun, dan bangkit, “Nona Dara makan perlahan.”

Kalau bukan karena melihat dia sebagai guru les Ellen, William bahkan tidak ingin mengatakan apapun.

“Apakah Tuan Dilsen sudah selesai makan?”

Siapa sangka, William hanya sekedar berkata, Dara malah menyambungnya.

William memutar kepala dan menatapnya.

Dara tersenyum, dan ketika dia ingin mengatakan sesuatu.

William langsung berbalik dan pergi meninggalkan ruang makan.

Wajah Dara memerah, karena merasa malu.

……

Begitu Ellen kembali ke kamarnya, dia langsung baring ke ranjang, dan terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Ellen tertegun, bangkit dari ranjang, dan menatap pintu kamar dengan ragu.

“Ellen, buka pintunya!”

Terdengar suara pria yang rendah.

Ellen memutar bola matanya ke atas, dan berbaring kembali ke ranjang, dengan meletakkan tangan di belakang kepalanya, menatap pintu dan berkata, “Aku ingin tidur siang.”

Tidak terdengar suara apapun dari luar.

Ellen perlahan-lahan bangkit dan duduk.

Terdengar suara gemerincing.

Alis Ellen terangkat, matanya melihat pada gagang pintu, dan dia melihat gagang pintu berputar.

Berputar?

Ellen menarik nafas, merasa aneh dan berdiri, lalu berjalan ke arah depan.

Shhhh.........

Pintu kamar didorong terbuka dari luar.

Ellen, “........” tertegun di tempat, menatap pria yang masuk dari luar dengan santai, mengunci pintu, dan memegang seikat kunci di tangannya.

William mendatanginya, jarinya menyentuh hidungnya, dan mendengus, “Apakah kamu menyangka aku tidak dapat masuk, kalau kamu tidak membukakan pintu untukku?”

“....... Paman ketiga, kamu terlalu licik!”

Ada kunci cadangan! Sialan!

Ellen menggertakkan gigi, dan memelototinya.

William tidak merasa ada apa-apa, menggulurkan tangan dan merangkul pinggangnya yang kecil, dan menundukkan kepala ingin menciumnya.

“Paman ketiga.”

Ellen kaget, dan bersembunyi.

Wajahnya yang putih langsung memerah.

William mengerutkan kening, menatap Ellen dengan kesal.

Ellen menelan ludah dan perlahan-lahan mengangkat tangannya menutupi mulutnya.

Dia menatapnya dengan hati-hati, dan berkata, “Kamu sudah tiga hari berturut-turut tidak istirahat, pergi dan istirahatlah.”

Ellen benar-benar merasa belas kasihan padanya.

Tetapi mengatakan perkataan seperti ini pada saat ini, seolah-olah sedang menghindari sesuatu.

Mata William menyipit, dia menggendong Ellen bagaikan sedang menggendong boneka besar, berjalan mendekati ranjang dalam dua langkah, dan langsung menekannya ke ranjang.

Ellen terkejut, dan menatap William dengan kaget, “Paman ketiga.....”

“Cium dulu baru pergi istirahat.” William berkata dengan wajah tegas.

Wajah Ellen terasa panas, kedua tangannya menahan di pundak William yang lebar, tetapi kekuatannya itu sama sekali dapat diabaikan William.

“Ayolah, Paman tidak ingin menyakitimu.”

Pandangan William yang mendalam menatap luka di wajah Ellen dan berbisik.

Jantung Ellen seolah-olah akan meledak!

Bagaimana dia mematuhi kata-katanya?

Dia adalah Pamannya!

William tidak peduli dengan perasaan Ellen, mencubit dagunya dengan lembut, mengangkat bibirnya, dan menciumnya.

Ellen gemetar.

William teringat luka di wajah Ellen, jadi ciumannya menjadi lembut.

Ellen perlahan-lahan menyerah, menutup matanya dengan lembut, tangan yang awalnya diletakkan di pundaknya perlahan-lahan bergerak, mengambil inisiatif merangkul lehernya.

William juga merasakannya.

Tepat ketika tangannya merangkul di lehernya, ciumannya tiba-tiba menjadi kencang.

Tok tok.......

Tepat pada saat ini.

Terdengar suara ketukan pintu.

Tubuh Ellen tertegun, dia segera mengambil kembali tangannya yang merangkul leher William, matanya yang penuh kebingungan langsung kembali sadar, dan menatap ke arah pintu dengan kaget.

Punggung William yang lebar menjadi kaku, nafasnya terengah-engah, dan menatap Ellen dengan tatapan mendalam.

Ellen memejamkan matanya, mengambil napas dalam-dalam, dan berkata, “Siapa?”

“....... Ini aku, Dara.” Terdengar suara Dara yang lemah.

Ellen mencibir dan mendorong William yang di atas tubuhnya.

William tetap tenang, bahkan membungkuk dan mencium leher Ellen.

Ellen kaget.

Dia menundukkan matanya dan menatap William dengan tatapan memohon.

Lalu....

William turun dari tubuhnya dengan wajah suram, berdiri di tepi ranjang, menatap Ellen dengan tatapan dingin.

Sudut mulut Ellen bergetar, duduk dan berkata, “Apakah ada sesuatu, Guru Dara?”

“Aku ingin bertanya kapan kamu akan memulai les hari ini?” Dara berkata.

“........ Jam satu.....” setengah!

Ellen tidak mengucapkan kata "setengah", dia mengalihkan pandangannya ke arah seseorang dan tiba-tiba mengubah perkataannya, “Sekarang juga boleh.”

Orang di luar tertegun sejenak dan berkata, “Apakah kamu tidak tidur siang?”

“Aku tidak ngantuk.” Dara berkata duluan.

“....... Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggumu di ruang kerja.” Dara berkata.

“Oke, Guru Dara.”

Di luar pintu, suara langkah kaki menjauh.

Ellen menggerakkan bibirnya, berdiri dari ranjang, menundukkan kepalanya dan mencoba berjalan ke arah pintu tanpa mengatakan apapun.

“Pergi, cobalah kamu pergi!”

Pria mendengus dan menggertakkan giginya.

Wajah Ellen bergetar, dan mengambil langkah mundur, dia mengangkat kepala, menatap wajah seseorang yang dingin dengan tatapan penuh kasihan, dan berbisik, “Paman, aku mengerjakan dua soaldi pagi tadi, coba tebak apa yang terjadi, nilaiku turun drastis, dan salah satu jurusan gagal, aku, ugh.......”

Sebelum Ellen selesai berkata, pria langsung menarik lengannya dan mencium bibirnya.

Ellen menarik napas, membuka lebar matanya yang hitam bagaikan batu amber, dengan takut menatap wajah tampan yang begitu dekat dengannya.

William memeluk erat pinggang Ellen.

Tangannya yang menarik lengannya, bergerak ke bagian atas, memegang leher Ellen.

Ciumannya terkadang lembut, dan terkadang kasar seolah-olah sedang melampiaskan emosinya.

......

Ketika Ellen keluar dari kamarnya, sudah dua puluh menit setelah Dara datang mencarinya.

Ellen berdiri di pintu, dia menggerakkan bibirnya yang masih tersisa bau nafas seseorang, alisnya yang lembut berkerut, dia menyadari masalahnya.

Dia telah jatuh!

Dan jatuh sangat mendalam!

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu