Hanya Kamu Hidupku - Bab 62 Aku, Aku Sudah Mengantuk

Ellen melirik, semuanya tidak terlalu jelas, bibir merekapun tersegel.

Ellen menatap, aku hanya merasakan sebuah arus yang mengalir dari bibirnya, yang akhirnya menyebar ke seluruh tubuh.

Ciuman ini sangat lembut, bahkan lebih lembut dari yang lalu-lalu, dengan sangat menghargai dan menjaga.

Ellen mengedipkan mata, pupil matanya yang hitam itu menambah kesempurnaan wajahnya.

Logikanya mengatakan seharusnya dia mendorong pria ini.

Tapi tidak tahu kenapa, tangan dan kakinya lemas, bahkan hatipun tidak bisa melakukan apapun.

Sampai saat dia memakaikan sehelai kain tipis melapisi bajunya, nafasnya tiba-tiba membeku, kepalanya mati rasa seperti dipukul dengan palu.

Ellen mengambil nafas dengan sangat indah, kepala kecilnya mundur kebelakang mencoba menghindari bibirnya yang tipis dan berair, matanya berair pandangannya kosong dan terus menatap dia.

Sepertinya sedang mencela dia yang tidak seharusnya memperlakukannya seperti ini.

Pandangan William sangat dingin, berkedip kepadanya, matanya hitam tapi sangat berkilau dan menakjubkan.

“Aku mengantuk.” Ellen berkata dengan mukanya yang memerah.

Alis William seperti melintir kebingungan, dia bangkit dari baringan, duduk dan menatapnya, suaranya sedikit serak dia berkata, “kamu tidur duluan.”

“Aku ingin kembali kekamarku.” Katanya juga dengan suara serak yang lembut.

William menatapnya dan setengah berteriak, “Tetap disini.”

“Akuu…..”

“Ellen, malam ini, kamu jangan bandel denganku!” Kata William dengan suara dinginnya, dengan wajah yang amat serius.

Semua kata yang ingin diucapkan oleh Ellen tersangkut di tenggorokan, tidak bisa dikeluarkan.

Ekspresinya menunjukan banyak keluhan, dan dengan perasaan pasrah tetap menatap William.

William mengulurkan tangan, mengusap wajahnya, mengangkat badannya, dan berjalan kearah luar.

Ellen hanya melihatnya meninggalkan kamar, tanpa bertanya kemana dia akan pergi.

Dia melihat pintu kamar yang terbuka lalu tertutup, suasa kamarpun menjadi dingin, saat ini Ellen merasa sedang berada di kamar yang seluruh temboknya dilapisi oleh besi.

Dan dia terjebak oleh kantuk didalam kamar, tidak bisa kabur.

……..

William keluar dari kamar, tidak tenang jika berada di ruang keluarga takut terdengar suara oleh Darmi, dia segera melihat keadaan melihat keatas dan kebawah.

Mata dinginnya William menyipit, menatap Darmi, bibir tipis membeku, tidak berani berbicara apa-apa, dan berjalan ke ruang kerja.

Darmi mengerutkan alis, lalu berjalan menuju lantai atas.

Mengambil beberapa langkah, lalu dia menghentikan langkahnya.

Dan berhenti beberapa detik, darmi menarik nafas panjang, menggelengkan kepala dan kembali kekamarnya.

……

Ruang Kerja.

“William, kamu ini adalah anggota keluarga paling tua, pamannya Ellen. Ellen baru saja berumur 18 tahun, tidak bisakah kamu membiarkan dia memilih? Apakah kamu tidak tau di umur ellen yang segini dia sedang berada dalam masa labilnya?”

Suara marah Hansen terdengar dari ponsel.

Suaranya terdengar dengan jelas, tapi tidak terlihat seperti suara orang tua yang sudah berumur 90-an.

William mengenggam ponsel berdiri diteras ruang kerja, dan sebelah tangannya sedang menikmati asap rokok, mendengar apa yang dikatan Hansen tanpa memberi respon.

“Aku beri tahu, hari ini aku bisa menemukan Ellen, itu karena dia tidak benar-benar sedih. Waktu itu kamu terlalu mengejarnya jadi dia pergi. Kamu takut walaupun kamu sudah membalikkan kota Tong untuk mencarinya tapi kamu tidak menemukannya! Ellen memiliki IQ 180, kamu tidak tau kan? Kalau dia ingin bersembunyi darimu, tenang sajaaa!”

Hansen sedikit kesal.

“Iya, dia 180 dan aku 200. Iqku lebih tinggi darinya, dia tidak akan bisa menghindariku.”

Tidak tahu kalimat apa yang terdengar menyenangkan bagi William, tapi William tertawa.

Hansen, “…..” mendengarnya merasa aneh.

“Hah, apa yang kamu pikirkan? Kalo bukan karna aku yang memberikan kepintaran ini kepadamu, IQ kamu juga tidak akan tinggi! Apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Kamu hanya lebih tinggi sedikit daripada Ellen, apa yang pantas untuk kamu sombongkan?”

Ternyata Hansen sangat melindungi Ellen, siapa sangka orang tua ini sangat menyukai Ellen.

Bibir terang Williampun tertawa dan berkata, “kakek buyut, sudah malam, cucumu tidak ingin menganggu istirahatmu.”

“Hah. Besok aku akan datang melihat Ellen, tenangkan dia.”

Mungkin sudah terpengaruh oleh keadaan hati William, suara Hansen juga menjadi ringan dan menyenangkan.

William mengerutkan bibir dan menatap jauh di langit malam yang sunyi.

Mendengar Hansel menutup telepon dan mendengar nada sibuk dari ponsel.

Betul.

Dengan temperamen dan kecerdasan Ellen, jika dia sangat bersikeras untuk tetap bersembunyi, William tidak akan dengan mudah berpikir atau menemukan tempat persembunyiannya.

Jadi ini menjelaskan apa?

William mengangkat alisnya dengan ringan, mengerutkan bibir tipisnya, senyumpun tidak tertahan keluar dari bibirnya.

Jika begini, kalau William berhasil menemukan Ellen, dia pasti akan dibuat terkejut!

……

Pagi hari di hari ke-2, Hansen datang.

Ellen tidur sangat pulas, dan terdengar suara orang yang tidak berhenti memanggilnya.

“Ellenn, Elleennn….”

“Wu…” Ellen mengangkat tangannya, mengusap matanya, dan perlahan membuka mata, lalu melihat Hansen dengan senyumnya didepan matanya.

Ellen, “….”

Terdiam.

Diapun bergegas bangun dan duduk dikasur.

Matanya menatap sekeliling, dan diapun sadar bahwa dia sedang ada di kamarnya sendiri, dengup jantungnyapun perlahan kembali normal.

Ellen menelan ludah, dengan bingung menatap Hansen yang dari tadi melemparkan senyum padanya.

Kepalanya penuh.

Jadi kapan dia berpindah kekamarnya?

“…. kakek buyut, sekarang jam berapa?” Ellen bertanya dengan suara seraknya, bertingkah kebingungan. Dia yang sebenarnya sudah genap 18 tahun tapi kali ini masih saja terlihat seperti anak kecil yang lucu.

Hansen menoleh kearah jam yang ada di meja belajar Ellen, “woo, sudah mau jam 8.”

“Pagi?” Ellen terkejut.

“Anak bodoh.” Hansen tertawa, “Jelas jam 8 pagi.”

Dengan bibir sedikit manyun Ellen berkata, “kakek buyut, apa yang kamu lakukan datang sepagi ini?”

“Mendengar kata-katamu ini sepertinya kamu tidak mengharapkan kedatanganku ya.” Kata Hansen marah.

“Jelas tidak!” Ellen duduk dengan tegak, mengangkat 3 jari dan bersumpah.

Hansen mengubah ekspresinya menjadi tersenyum kembali, “kakek buyut mempermainkanmu.”

Ellen jelas mengetahuinya.

Ellen duduk dikasur dan memeluk selimut, dengan mata berbinar-binar menatap Hansen.

“Anak bodoh, kenapa menatapku seperti ini?” Kata Hansen sambil tertawa dingin.

“Bahagia.” Kata Ellen sambil tertawa.

Kata-kata itu membuat kakek buyut geli, dan tidak bisa tertawa.

“Kamu berbohong untuk kebahagiaanku ya.” Kata Hansen.

“Aku berkata jujur, tidak bermaksud membohongimu.” Kata Ellen dengan memasang tampang sedih.

Hansen menunjuk-nunjuknya dan berkata, “Kalo memang bahagia cepat bangun dan sarapan bersama.”

“Ha? kakek buyut, kamu belum sarapan dan langsung kesini?” Kata Ellen sambil mengerutkan alis.

Hansen berdiri dari duduknya, menunduk dan tertawa kemudian memandang Ellen kembali, “sudah lama tidak pergi sarapan dengan Ellenku, jadi sengaja datang untuk mengajakmu sarapan.”

“Kakeekkkk~” Ellen tersentuh dan memeluknya.

Hansen tertawa sambil memegang tangannya, berpura-pura menjadi bijak dia berkata, “Sudah umur berapa kamu, kenapa masih sama saja seperti anak kecil..”

Ellen cemberut tapi matanya masih memancarkan kebahagiaan, “tumbuh dewasa sangat memusingkan, tidak boleh memeluk kakek buyut, tidak terbuka.”

“haaa…..”

Hansen dibuatnya tertawa sampai terbahak-bahak, menatap mata Ellen, memancarkan rasa cinta.

…….

Ellen membayangkan Hansen yang sedang menunggunya untuk sarapan bersama dilantai bawah, membuatnya memutuskan untuk bergegas siap-siap dengan cepat keluar dari kamar.

“kakek buyutk….”

Suara lembut Ellen melayang dari lantai atas.

Hansen langsung tersenyum, mengarahkan pandangan kelantai atas, dan melihat Ellen turun kebawah, seperti peri yang sangat ceria.

Ellen baru melihat bahwa William sedang duduk bersama Hansen disofa.

Wajah kecilnya yang awalnya terpasang senyuman manis perlahan berubah.

Hansen dan William memperhatikan kejadian kecil ini.

Dari wajah William tidak muncul ekspresi sedikitpun.

Dan Hansen menatap William.

Hatinya berpikir bahwa William pasti sudah “membuli” Ellen, jadi dia tidak tersenyum sama sekali.

“Ellen, ayok tidak usah pedulikan dia, pergi sarapan bersama kakek buyut.” Hansen beranjak dari sofa dan berjalan kearah Ellen.

Ellen mengangguk, dengan perlahan mengulurkan tangannya dan meraih lengan Hansen, berjalan menuju restoran.

Williampun tidak menghiraukan sama sekali dan dia tetap tenang.

Melipat-lipat koran ditangannya, menaruhnya diatas meja teh, berdiri degan elegan dan ikut berjalan menuju restoran.

Di restoran.

Ellen memegang tangan kakek buyut yang akhirnya duduk di kursi, dan Williampun berjalan masuk.

Ellen mengedipkan matanya, mengambil segelas susu dan menaruh disebelah tangan Hansen, “kakek buyut, minum susu dulu.”

“oke.” Hansen tertawa kecil.

Ellen melihat kebawah, mengambilkan bakpao dan telur gulung keatas piring Hansen.

Hansen melihat Ellen dengan lembut, dengan penuh cinta kasih, “Jangan urus aku, kamu makan sendiri saja.”

Ellen tersenyum, dengan sendok mengambil bakpao isi sayur dan mengigitnya.

Dia makan dengan sangat nikmat, hati Hansenpun ikut bahagia, tersenyum dan setelah itu mengambil segelas susu dan meminumnya.

“kakek buyut, kamu makan jagung? Tangan Ellen yang dengan memegang satu buah jagung yang sudah matang.

Hansen mengangguk dengan tersenyum.

Ellenpun memberikan jagung itu kepadanya dan mengambil lagi satu untuk dirinya sendiri.

Seorang kakek buyut dan cucu makan dengan penuh kebahagiaan.

Suasana ini sangat harmonis.

Dan disisi lain sedang ada William, “….” Tidak ada yang memedulikannya.

Awalnya William tidak masalah dengan ini semua, tapi lama kelamaan wajahnya mulai tidak enak.

Tidak tahu Hansen atau Ellen melihatnya atau tidak, yang jelas mereka tidak peduli.

kakek buyut dan cucunya sudah kenyang, dan merekapun langsung pergi meninggalkan restoran. Pergi jalan-jalan ditaman untuk membakar lemak makanan tadi.

Diantara mereka berdua tidak ada yang memanggil William, William sebesar itu tapi justru seperti tidak ada.

Akhirnya dia bisa membersihkan ketidak enakkan diwajahnya.

…….

Ditaman.

Ellen memegang tangan kakek buyut sambil berjalan dengan pelan area pejalan kaki, merekapun juga sambil mengobrol.

Tiba-tiba Hansen tertawa dan berkata, “Ellen, coba lihat kebelakang, pamanmu bukankah juga datang kemari?”

Ha?

Ellen terkejut, melihat kebelakang, dan benar dia melihat William disana, dia mengikuti mereka dengan sikap yang kokoh dan tidak jauh dari mereka.

Dan wajah itu, benar-benar tidak enak dilihat.

Mulut Ellen berkedut, sepasang mata gelapnya tampak seperti sedikit dendam, dia pun memalingkan wajahnya kembali.

Degup jantungnya menjadi tidak terkontrol, berdegup dengan hebat.

Novel Terkait

Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu