Hanya Kamu Hidupku - Bab 277 Bagaimana Kalau Anak-Anak?

Jam 7 setengah malam.

William membawa Ellen, Tino dan Nino tiba di Restoran Mingyue .

Setelah tiba di dalam ruangan, Samir langsung meloncat keluar untuk mengendong si bayi gendut ini, tetapi bayi gendut malah memasang ekspresi menjijikkan.

Sekarang Samir juga sudah bisa membedakan, bayi gendut yang biasanya tidak menyukai dia adalah Nino, sementara satu bayi lagi adalah Tino .

Ellen melihat ke orang-orang yang berada di ruangan, setelah menyadari Sumi tidak berada di sini, Ellen berkata dengan bingung, “ Apakah paman Nulu belum tiba?”

“ Sini”

Nada suara Sumi yang elegan berdering dari belakang Ellen.

Ellen bingun sejenak sebelum noleh ke belakang.

Tetapi adegan di depan Ellen malah membuat dia merasa agak bingun.

Selain Sumi, masih ada seorang wanita yang berdiri di sisinya!

Melihat Ellen, wanita itu senyum dengan lembut dan memegang tangan Ellen, “ Baru beberapa tahun tidak jumpa kamu sudah tidak mengenal aku ya?”

Suara wanita ini sangat lembut, seolah-olah bisa menetes air.

Ellen menarik nafas dan tertawa, “ Aku tidak mengenal semua orang pun tidak akan tidak mengenal kakak Linsan”

Pada saat itu Linsan baru memeluk Ellen, “ Selamat kembali, Ellen”

Ellen menggeserkan tatapannya ke Sumi.

Ekspresi Sumi terlihat biasa saja, dia menatap ke Ellen dengan tatapan lembut.

Ellen mengedipkan matanya dengan bingung sebelum memeluk Linsan.

...........

“ Dua anak kecil ini benar-benar terlalu imut. Ellen, William, kalian benar-benar diberkati” Linsan menatap ke kedua bayi gendut dengan tatapan yang lembut, tetapi nada suaranya terdengar agak sedih.

Ellen melihat ke William.

William mengangkat alisnya dan meletakkan udang yang dia baru saja kupas ke piring Ellen.

Melihat adegan ini, Linsan tertawa lagi, “ William tetap masih begitu sayang kepada Ellen, benar-benar sangat baik”

Tatapan Ellen mengedip beberapa saat, kemudian dia berkata kepada Linsan, “ Paman Mu juga sangat sayang dengan kakak, aku melihat semua itu dengan jelas”

Setelah kata-kata Ellen, suasana di dalam ruangan pun terjadi perubahan kecil.

Ellen yang tidak menyadari hal itu masih menatap ke Linsan dengan senyuman.

Sumi menyipitkan matanya dan menatap ke Ellen, “ Paman ketigamu mengupas udang yang begitu banyak untukkmu masih tidak cukup kamu makan ya? Mau paman Nulu membantu kamu kupas lebih banyak lagi?”

Ellen menatap ke Sumi, “ Aku tidak berani meminta paman Sumi membantu aku”

“ Kenapa tidak berani?” Sumi senyum.

Ellen menarik nafas, “ Kalau mau mengupas udang pun paman Nulu harus mengupas untuk calon istri paman. Aku tentu saja tidak berani merebutnya”

Sumi tertawa dengan suara dan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tidak berdaya.

“ Jangan bicara terus. Makan” William menatap ke Ellen dan berkata dengan lembut.

Ellen hanya memberikan senyuman kepada William dan mulai makan udang yang dikupas William.

“ Ellen baru saja kembali, dia belum jelas dengan masalah yang terjadi dalam beberapa tahun ini”

Linsan berkata dengan perlahan.

Ellen pun mengunyah udang yang dia makan dengan perlahan.

“ Sebenarnya aku dan paman Mu sedang membahas tentang masalah bercerai” Linsan berkata dengan senyuman kecil dan wajah yang pucat.

Udang yang baru saja mau ditelan menyangkut di tenggorokan Ellen begitu saja, dia sibuk duduk dengan tegak dan menatap ke Linsan, “ Kakak Linsan, aku tidak tahu, maaf”

Linsan hanya memberi Ellen senyuman yang lemah, “ Tidak apa-apa, mau awal atau telat kamu pasti akan tahu”

Bola mata Ellen bergerak sana sini, akhirnya berhenti lagi di wajah Sumi.

Ekspresi Sumi tetap terlihat sangat tenang dan biasa.

Ellen mengerutkan alisnya.

...........

Setelah makan malam, Samir menyarankan untuk bermain ke pub, William menggunakan alasan tidak sesuai membawa satu keluarga ke pub sehingga dia langsung membawa Ellen dan anak-anaknya pulang. Hal ini membuat Samir mereka memasang ekspresi membenci terhadap William.

Di tengah jalan kembali ke rumah, Ellen menyandar di tempat duduk penumpang dan menoleh keluar jendela tanpa bersuara.

William menatap kepadanya melewati kaca spion, setelah beberapa saat dia baru berkata, “ Ada banya masalah, banyak berpikir itu tidak bersalah”

Mendengar kata-kata William, Ellen menoleh kepadanya dengan tatapan yang menyembunyikan frustrasi, “ Bukannya kakak Linsan menyukai paman Mu ? Aku ingat paman Mu juga menyayangi kakak Linsan, mengapa mereka mau bercerai?”

Tatapan William tetap menuju ke depan, “ Bukan semua masalah itu memiliki alasan”

Semua masalah di dunia ini adalah hasil karma, mengapa bisa tidak memiliki alasan?

“ ....Karena paman Sumi Nulu ya?” Setelah berpikir panjang, Ellen benar-benar tidak bisa berpikir alasan lain lagi selain ini.

“ Mengapa bertanya begitu?” William menoleh ke Ellen.

Ellen menyipitkan matanya dan berkata, “ Bukannya paman Nulu selalu menyukai kakak Linsan? Paman Nulu juga membawa kakak Linsan menghadiri acara malam ini. Apakah paman Nulu sudah bersama dengan kakak Linsan?”

Acara reuni William mereka memiliki sebuah aturan yang tidak tertulis.

Selain keluarga dan wanita mereka masing-masing, mereka tidak akan membawa orang yang tidak berhubungan.

Pada acara dulu, Linsan itu selalu dibawa oleh paman Mu ....

Tetapi kali ini yang membawa dia adalah Sumi.

Apakah hubungan kedua orang ini masih tidak jelas?

Dulu karena paman Mu, Ellen selalu menghadapi Linsan dengan sikap menghormati dan ramah.

Sementara kemunculan Linsan bersama Sumi hari ini membuat suasana hati Ellen berubah tanpa alasan, sampai dia tidak bisa menghadapi Linsan dengan perasaan dulu lagi.

Bahkan Ellen merasa tidak nyaman melihat dia sekarang!

Melihat kemarahan di wajah Ellen, William berusaha menutupi tatapan gelapnya, “ Linsan sudah mengenal kami belasan tahun, kami adalah teman, abang keempat kamu mengundang dia datang menghadiri acara reuni kita juga bukan merupakan hal aneh”

“ Kamu ingin berkata, hari ini itu abang keempat yang mengundang kakak Linsan datang bukan paman Nulu yang membawa dia datang?” Ellen mengangkat alisnya.

“ Hal ini harus tanyakan kepada abang keempat kamu”

Ellen, “ .........” Bukankah William sedang mengarahi Ellen berpikir ke arah itu? Sekarang malah mau Ellen bertanya Frans lagi?

“ Selain itu, apakah kamu tidak merasa kamu harus mengubah panggilanmu terhadap Sumi?” William tiba-tiba berkata.

“ ......” Ellen melirik kepada William, “ Ganti apa? Abang?”

Sumi lebih tua dari pada William beberapa bulan.

Tetapi William selalu mengabaikan hal itu.

Iya, mereka sepertinya lumayan peduli terhadap peringkat ini.

William tidak berbicara.

Pada saat William masih ingin berkata, ponselnya tiba-tiba berdering lagi.

Ellen melihat ke William sebelum mengeluarkan ponselnya dari saku dan melihat ke layar teleponnya, tatapan Ellen menjadi terang dan dia langsung mengangkat teleponn, “ Kenapa bisa menelepon aku pada jam segini?” Yang menelepon Ellen adalah Pani.

Mendengar suara bahagia Ellen.

Tatapan William langsung mendalam, dia menatap ke Ellen dengan alis mengerut.

“ Jumat ini? Bisa bisa, aku ada waktu”

“ Tentu saja bisa”

“ Hahaha. Siap, kalau begitu aku akan menunggu”

“ Iya, kamu pergi sibuk saja. Jaga kesehatan”

“ Aku sayang kamu”

Mendengar Ellen mencium ponselnya, William langsung merasa tidak enak badan.

Ellen yang tidak menyadari hal itu menyimpan ponselnya ke dalam saku dengan ekspresi senang, wajah kecilnya langsung terlihat cerah, frustrasi yang dia tadi rasakan langsung menghilang semua setelah mengangkat telepon itu.

Ekspresi William tiba-tiba menjadi menggelap. Tetapi dia hanya menjilat bibirnya dan tidak bertanya apa pun.

........

Hari Jumat.

Ellen sekeluarga makan pagi bersama, setelah keluar dari ruang makan, Nino dan Tino pun bermain bersama lagi.

Sejak bangun pagi, ekspresi Ellen terlihat sangat carah, matanya bahkan terlihat bercahaya.

William melihat semua gerakan Ellen ke dalam mata, tetapi dia tetap tidak bersuara.

Melihat William masih berada di rumah pada saat hampir jam 8, Ellen berkata dengan bingung, “ Paman ketiga, hari ini kamu tidak pergi ke kantor ya?”

“ Kamu berharap aku pergi ke kantor?”

Nada suara William sangat datar, tetapi Ellen hanya melamun sejenak dan berkata, “ Kantor tidak sibuk?”

“ Kamu berharap aku sangat sibuk setiap hari?” William berkata lagi dengan nada suara yang datar.

Ellen, “ .......” Tiba-tiba dia merasa dimarahi.

Setelah jam 9, William tetap duduk di sofa tanpa melakukan apa pun, dari waktu ke waktu dia akan berinteraksi dengan anak-anak.

Sementara dia mengabaikan Ellen dari awal sampai akhir.

Perhatian Ellen sudah menerbang keluar, meskipun merasa William bersikap aneh, Ellen tetap tidak berpikir banyak.

Jam 10.

Ellen tiba-tiba berdiri dari sofa dengan gembira dan berlari ke lanti dua.

Setengah wajah William langsung menggelap, dia menatap ke lantai dua dengan tatapan gelap.

Dalam waktu kurang dari 10 menit.

Ellen berlari keluar dari kamar dengan tidak sabar setelah berpakaian rapi.

William menyandar di sofa dan tatapannya terhadap Ellen menjadi sunyi seperti air.

Ellen bergegas ke ruang tamu dan mencium wajah Tino dan Nino sebelum berkata dengan lembut, “ Ibu ada urusan mau keluar sebentar, kalian di rumah harus mendengar kata-kata ayah”

Tino dan Nino saling melihat sebelum menatap ke William pada waktu bersamaan.

Ellen berjalan ke sisi William dan membungkukkan badannya untuk mencium pipi William.

Siapa tahu William malah menghindarnya dengan dingin dan berkata dengan serius, “ Anak-anak masih di sini, kamu sedang buat apa?”

Ellen menelan air liurnya dan berkata, “ Hari ini kamu tidak pergi ke kantor, kalau begitu kamu menjaga Tino dan Nino ya. Aku mungkin akan pulang agak telat.

“ Tino dan Nino adalah anakku, tentu saja aku akan menjaga mereka” William melirik ke Ellen.

“ ....” Ellen menjilat bibirnya dan menatap ke William dengan tatapan aneh.

Mengapa Ellen merasa William terus memarahinya hari ini?

“ Bukannya buru-buru mau keluar? Buat apa masih di sini?” William berkata.

“ ...oh” Ellen mengedipkan matanya dan berputar balik badannya, berjalan beberapa langkah sebelum berhenti dan menoleh ke William, “ Apakah aku belum beri tahu kamu? Aku mau pergi........” bertemu dengan Pani.

Sebelum Ellen sempat selesai berbicara, tangan yang berada di tangannya tiba-tiba berdering lagi.

Ellen berhenti sejenak dan melihat ke ponselnya.

Melihat Pani yang menelepon, Ellen langsung mengangkatnya sambil berjalan ke tempat ganti sepatu dan keluar dari rumah.

Setelah Ellen keluar sebentar, William mendengar suara mobil menyala dari luar rumah.

Tinju William mengerat, dia menyipitkan matanya dan menatap ke Tino dan Nino yang sedang menatapnya dengan mata besar, “ Siang ini ayah membawa kalian keluar makan yang enak, mau?”

Tino dan Nino “ ......” Apakah bisa tidak pergi kalau mereka bilang tidak mau?

............

Jam 11 Siang, bandara.

Setelah selesai parkir mobil di luar bandara, Ellen langsung melihat sebuah bayangan tubuh yang tinggi dan ramping berjalan keluar dari bandara sambil menatap ke sekeliling.

Sudut bibir Ellen terangkat dengan cantik, dia menurunkan jendela mobilnya dan melepaskan sabuk pengaman sebelum mengarahkan kepalanya keluar jendela dan berteriak kepada bayangan tubuh itu, “ Pani”

Pani yang sedang melihat sana sini langsung menatap ke arah Ellen.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu