Hanya Kamu Hidupku - Bab 56 Sakit Sekali

Sumi melihat wajah tampannya yang terlihat pusing, setelah terdiam sesaat, ia berkata dengan lembut, “Samir, kalau saudara, jangan katakan apapun. Dan juga, aku tidak percaya ada pria yang lebih baik daripada William."

Samir mengetatkan bibirnya, terdiam cukup lama, lalu berkata, “Kamu berkata demikian, aku setuju. Hanya saja, aku merasa William boleh bersama dengan Ellen. Namun bagaimana dengan orang lain? Aku berada didunia entertainment paling tahu betapa tajamnya mulut netizen. Dan status William terpampang disana, begitu dia mengumumkan hubungannya dengan Ellen, apakah kamu pernah membayangkan, seberapa heboh semua orang yang berada di Kota Tong begitu mengetahui ini semua? Ellen seorang gadis berusia 18 tahun, bagaimana dia bisa menghadapi semua bullyan yang menyerangnya di media? Semua pemberitaan tidak akan putus. Bagaimana dengan pihak keluarga utama? Tuan Hansen begitu menyukai Ellen, ia menganggap Ellen sebagai cucu buyutnya. Dia harus bagaimana menerima ini, cucunya bersama dengan cucu buyutnya?”

Setelah Sumi mendengar Samir mengupas hal ini, ia memberikan pandangan yang begitu terkejut, “Tidak menyangka IQ kamu bisa memikirkan sampai sejauh itu?”

Samir : “……….” Kurang ajar, bicara apa saja bisa dikaitkan dengan IQ loh!

“Bro, biasanya apa yang selalu dikatakan oleh seseorang adalah hal yang paling ia butuhkan. Misalnya kamu, masalah apapun selalu dikaitkan dengan IQ. Karena apa? Karena kamu tidak punya.”

Samir menyilangkan tangannya seolah sudah menang.

“Kamu bisa menghibur dirimu dengan cara seperti itu, aku sangat senang.” Sumi berkata sambil tersenyum.

Samir kehabisan kata-kata.

Manusia ini merupakan pakarnya berdebat, pintar bersilat lidah, memiliki lidah yang tajam bagai samurai!

Samir menghela, tidak lagi mencari sakit hati, lalu kembali ke topic utama, “Kalau saja William lahir di keluarga sederhana masih tidak apa, paling tidak bersama dengan Ellen, tidak perlu menghadapi tekanan publik.”

Sumi melirik Samir, melihatnya sungguh-sungguh sedang memusingkan masa depan William dan Ellen, sehingga ia tersenyum dan berkata, “Menurutku, William tidak mungkin megumumkan hubungannya dengan Ellen secepat itu, karena bagaimana pun Ellen masih kecil. Jadi, hal yang kamu khawatirkan untuk sementara tidak akan terjadi. Dan juga, kita harus percaya pada William.”

Samir masih terlihat begitu khawatir!

Dan sampai sekarang jantungnya masih berdebar begitu kencang!

Samir mengulurkan tangan memijat dadanya yang berdebar.

Sumi hanya meliriknya sambil menggeleng dan tersenyum.

……

Setelah Ellen dibawa kerumah sakit selama sehari semalam baru sadar, setelah sadar dia tidak bicara sepatah katapun.

Siapapun yang bicara dengannya tidak ia gubris.

Hari ketiga, akhirnya Ellen pulang dari rumah sakit.

William menyuruh orang mengurus administrasi kepulangan, dibawah kondisi Ellen yang menghindarinya dengan alis yang mengkerut, ia menggendong paksa Ellen untuk pulang dari rumah sakit.

Sampai keluar dari rumah sakit, naik mobil, William sama sekali tidak menurunkan Ellen, dan membiarkannya duduk diatas pahanya.

Wajah Ellen begitu pucat, alisnya yang indah mengkerut, meronta diatas pahanya tanpa suara apapun.

William merangkul pinggang Ellen dengan ringan, namun tidak peduli bagaimana pun Ellen memberontak, ia tetap duduk diatas pahanya.

Setelah Ellen mencoba beberapa kali namun tidak berhasil, akhirnya ia menyerah.

Wajahnya menoleh kesamping, bibirnya mengkerut dengan kesal, ia tidak membiarkan wajahnya menatap wajah orang itu.

William juga tidak memaksanya untuk menatap wajahnya.

Dia bersandar di kursi, menatap wajahnya yang putih bersih.

……

Mobil berhenti didepan villa, Pak Suno segera turun dari mobil dan membukakan pintu.

William melihat Pak Suno yang segera turun tergesa-gesa membukakan pintu, kedua matanya agak menyipit, lalu menundukkan kepalanya, menatap wanita dipangkuannya yang terlihat begitu tidak sabar dan emosi.

Ellen ingin sekali turun dari mobil, namun hatinya begitu paham, kalau dia tidak ingin melepaskannya, apapun yang ia inginkan tidak akan berguna.

“Sebesar itukah ngambek kamu? Sudah berapa hari masih marah saja?” William berkata dengan begitu tenang dan datar.

Begitu Ellen mendengar ucapannya, ia kesal sampai paru-parunya hampir meledak!

apa maksudnya besar ngambek?

Apa maksudnya sudah beberapa hari masih marah?

Apakah masih masuk akal?

Pipi Ellen membengkak, alisnya mengkerut semakin erat.

Willam merekam semua perubahan ekspresi Ellen dalam matanya, berkata dengan datar, “Kamu berencana mulai hari ini tidak mau bicara lagi dengan Paman Ketiga?”

Ellen menggigit bibir bawahnya, tidak bersuara, matanya yang besar dan jernih terlihat berkilau.

Ellen merasa sangat sedih, sangat kesal, sangat marah, bahkan agak membencinya!

Bagaimana dia bisa memperlakukannya seperti itu?

Hari itu dia ulang tahun, bagaimana boleh dia……….

Tangannya yang besar dan hangat memegang wajah Ellen, lalu memutar wajahnya untuk bertatapan dengannya.

William menatap mata indah Ellen yang sudah mulai berkaca-kaca, lehernya terasa tercekat, “Ellen, bicaralah pada Paman Ketiga, hm?”

Ellen hanya menggigit bibir bawahnya dengan ketat, bulu matanya yang panjang menunduk, sama sekali tidak ingin bicara.

William mengangkat alis, tidak mengatakan apapun lagi, ia menggendong Ellen turun dari mobil, lalu berjalan masuk ke dalam villa.

Darmi tahu Ellen masuk rumah sakit, jadi sejak pagi ia sudah menunggu didepan pintu, melihat mobil tuan muda menunggu begitu lama, namun William dan Ellen sama sekali tidak turun, ia merasa sedikit curiga.

Dimalam ulang tahun Ellen, meskipun ia tidak tahu apa yang terjadi, namun di hari kedua ketika William menggendong Ellen terburu-buru ke rumah sakit dia mengetahuinya.

Awalnya ia hanya mengira Ellen sakit, lalu ketika ia masuk kamar utama untuk mengganti seprei, melihat bekas darah diatas ranjang, ia langsung paham apa yang terjadi.

Tapi.

Malam itu adalah ulang tahun Ellen yang ke-18, tuan muda sudah……

Hati Darmi sangat kacau.

Akhirnya ia melihat Ellen turun digendong William, Darmi maju dua langkah untuk menyambut, melihat wajah William yang begitu tegas, tatapannya langsung ia alihkan ke gadis dalam gendongannya, melihat gadis yang hampir menangis ketika bertemu pandang dengannya.

Hati Darmi langsung menjadi begitu sakit, matanya juga ikut merah.

Namun ada William disana, ia juga tidak bisa mengatakan apapun.

William langsung membawa Ellen naik ke kamar utama, menurunkannya di kamarnya.

Ketika Ellen diletakkannya di ranjang kamar William, alisnya yang indah mengkerut semakin erat.

William berdiri disamping ranjang sambil menatapnya cukup lama, melihatnya sama sekali tidak ada maksud untuk menggubrisnya, bibir tipisnya langsung mengetat, berbanlik lalu keluar dari kamar.

Melihatnya keluar, Ellen segera turun dari ranjang.

Malam itu, kehormatannya direnggut olehnya diatas ranjang ini!

betapa ia merasa kesakitan, bahkan ingin menangis pun ia tidak bisa, namun ia sama sekali tidak bersedia menghentikannya.

Mau tidak mau Ellen harus mengakui, dirinya yang sekarang sangat membenci William, sedikitpun tidak ingin melihatnya lagi, lebih tidak ingin lagi berada ditempat yang dipenuhi nafasnya.

Dan dia belum berjalan sampai kedepan pintu, pintu kamar sudah terdorong dari luar.

Langkah Ellen langsung terhenti, otot kakinya langsung menegang, ia mengangkat kepala melihat kearah pintu dengan tegang.

Ketika melihat orang yang masuk bukanlah orang itu, melainkan Darmi, otot kaki Ellen yang mengetat langsung menjadi rileks, dia berlari dan memeluk Darmi dengan erat sambil menangis, “Bibi Darmi, huhuhuhu……..”

“Nona.” Darmi merasa tidak tega, ia segera merangkulnya dan menepuk ringan punggungnya, berkata dengan serak, “Kasihan anda.”

“Huhuhuhu…” Ellen menangis sampai terisak, airmatanya mengalir deras, “aku benci dia.”

“Ssstt.” Darmi berkata dengan lirih, “Nona, kamu tidak boleh bicara seperti itu, kalau tuan muda sampai mendengarnya, nona akan mendapat hukuman.”

“Aku tidak takut, apakah dia preman? Dia menyakitiku seperti ini, apakah aku tidak boleh mengutarakannya? Bibi Darmi, sakit sekali, huhuhuhu……”

Sampai sekarang Ellen tidak berani mengingat apa yang ia alami malam itu.

Astu-satunya yang tertinggal dalam pikirannya, selain sakit, hanya rasa sakit.

Ucapan ini membuat airmata Darmi ikut jatuh, ia menghela nafas panjang, “Masalah kali ini memang tuan muda melakukannya dengan kurang baik. Hanya saja Bibi Darmi tidak mengerti, biasanya tuan muda sangat menyayangimu, tanganmu tergores sedikit saja dia bisa merasa begitu tidak tega, kenapa malam itu ia tega melakukan hal sekejam itu padamu?”

Isak tangis Ellen seketika terhenti, lalu bibirnya hanya mengatup membiarkan airmata mengalir jatuh mengikuti bentuk bibirnya, namun ia tidak menjawab pertanyaan Darmi.

Setelah menunggu sesaat dan tidak mendapat jawaban darinya, Darmi juga tidak lanjut menanyakannya lagi, ia memeluk Ellen, menenangkannya dengan sabar dan membujuknya.

……

Hampir 2 jam, Darmi baru keluar dari kamar utama.

Begitu keluar, dia langsung bertemu dengan sesosok tubuh tinggi tegap berwajah tampan yang sedang berdiri disamping pintu kamar, tangannya menjepit sebatang rokok namun tidak ia nyalakan.

Darmi agak terkejut, lalu memberi hormat sambil tersenyum, “Tuan muda.”

William melirik Darmi, “Bagaimana dia?”

Darmi tersentak sesaat baru sadar ‘dia’ yang dimaksud itu siapa, sehingga berkata, “Nona sudah tertidur.”

William berhenti sejenak lalu mengangguk, “Hm, Ellen sangat bergantung padamu.”

Darmi terkejut sampai mengepalkan tangannya dan menundukkan kepala, “Kalau anda tidak suka saya terlalu dekat dengan nona, aku akan menjaga jarak dengan nona.”

“Kamu tidak perlu tegang.” William mengangkat alis sambil berkata.

Kalau Darmi tidak tegang baru aneh.

Tabiat tuannya ini, meskipun dia bekerja 10 tahun lagi pun belum tentu dia bisa pahami.

“Aku dengar putramu belakangan ini kehilangan pekerjaan, benarkah?” William berkata.

“…..Anda, bagaimana anda bisa tahu?” Darmi menatap William dengan wajah terkejut.

William hanya menatapnya tanpa berkata apapun.

Darmi memejamkan mata.

Orang yang memiliki status sosial tinggi seperti William bagaimana mungkin membiarkan orang yang tidak mereka ketahui latar belakangnya untuk mengurus semua kebutuhannya dan juga Ellen.

Jadi, kalaupun dia ingin mengetahui kondisinya tidak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk mencari tahu.

“Benar, tuan muda.” Darmi berkata dengan jujur.

“Perusahaan kebetulan membutuhkan seorang security, tanyakanlah pada putramu, apakah dia berminat.” William berkata.

“………” Darmi tercengang.

Tatapannya kearah William bagaikan tidak percaya kalau keberuntungan tiba-tiba menghampirinya.

Jangan memandang jabatan security di Group Dilsen kecil.

Setahunya, meskipun hanya sebagai security, mereka juga tetap membutuhkan sertifikat S1 dari universitas ternama.

Dan tunjangan yang didapatkan sangat lengkap, gaji bulanannya bisa mencapai puluhan juta, belum lagi fasilitas lain yang didapatkan.

Namun putranya bahkan belum lulus SMP…….

Darmi menatap William dengan wajah bingung, tidak yakin dengan apa yang ia dengar.

Dia bilang, ingin menyuruh putranya menjadi security di Group Dilsen, apakah itu maksudnya?

“Berapa gajimu sekarang?” William bertanya pada Darmi sambil mengerutkan alisnya.

Darmi tercengang, “… 20 juta.”

“Mulai bulan ini, gandakan.”

What?

Darmi, “…….” Shock! Tuan muda, nyaliku itu kecil loh, jangan menakutiku!

Novel Terkait

Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu