Hanya Kamu Hidupku - Bab 257 Pria Tidak Boleh Dimanjakan Tahu?

Setelah Dorvo selesai berbicara, dia mengertak giginya dan memandang William dengan senyum muram, lalu berkata : “ Apakah kamu ingin tahu apa yang kulakukan setelah mendengar ini? ”

William gemetaran dan menatap Dorvo.

“ Aku jelas tahu betapa pentingnya Nino dan Tino bagi adik perempuanku. ”

Dorvo menurunkan pandangannya, lalu meletakkan jari-jarinya di kakinya dan berkata : “ Itu alasannya aku memberikan Nino dan Tino kepada orang lain. ”

Mata William memerah dan nafasnya berat.

Dorvo tidak menatapnya dan melanjutkan : “ Aku benar-benar tidak bisa melupakan kejadian ketika aku melihat adik perempuanku keluar dari rumah sakit, dan dia tidak menemukan Tino dan Nino di villa.

William menatap Dorvo dengan tatapan tajam, terlihat sangat galak, seolah-olah dia ingin merobeknya.

“ Jelas-jelas kamu tahu bahwa dia depresi dan kamu membawa pergi Nino dan Tino dari sisinya. Bagaimana jika dia tidak bisa meneruskan... ”

“ Itu adalah nasibnya! ”

Nada bicara Dorvo tiba-tiba berubah menjadi sengit. Dia menatap William dengan tatapan tajam dan berkata : “ Semuanya juga akan mati, jadi mengapa tidak menaruhkannya! ”

William tersenyum dingin.

Ekspresi wajah Dorvo sama seperti biasa, tetapi dengan nada bicara sengit berkata : “ Hanya dialah yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Pada saat itu, Nino dan Tino adalah satu-satunya yang bisa menginspirasinya. Jika dia masih ada inspirasi di hatinya, maka itu pasti Nino dan Tino yang memberikannya. ”

Setelah selesai berbicara, tatapan Dorvo menjadi dingin dan berkata : “ Sebagai anak dari keluarga Nie , jika tidak bisa kuat, maka lebih baik mati. Kematian mengakhiri semua masalah seseorang. ”

“ Jika dia meninggal, maka seluruh keluarga Nie harus menguburnya! ”

William menatap Dorvo dengan kejam dan keras.

Dorvo memandang William dan berkata : “ Tentu saja aku yakin bahwa Presdir Dilsen memiliki kemampuan ini. ”

“ Kamu pasti senang memikirkannya! ” William menatapnya dengan tatapan tajam dan tersenyum dingin.

“ Tentu saja harus senang. ”

Dorvo menghentakkan tangannya.

Apa yang dikatakan Dorvo tidak salah.

Keputusan yang dia buat pada awalnya hanyalah sebuah pernyataan yang sederhana.

Tetapi siapa yang tahu bahwa depresi yang di alami sebelumnya membuat keputusan ini.

Jika dia memberikan Nino dan Tino kepada orang, alih-alih merangsang Ellen untuk menemukan alasan untuk menghidupkan kembali harapannya bagi dunia, malah membuatnya kecewa dan membuat dunia semakin kecewa, jadi lebih baik memilih untuk mati....

Jadi, dia mengatakan bahwa dia senang.

Dia benar-benar senang karena hasil dari keputusan yang dia buat baik.

Sejak saat itu, Ellen mulai belajar hidup seperti orang normal. Dia mulai menaikkan berat badannya, belajar berbagai keterampilan, berusaha mencari pekerjaan dan menjadi seseorang yang girang, positif dan cerah.

William menarik pandangannya dari Dorvo , lalu berbalik untuk mengambil kotak rokok dan mancis dari meja teh.

Dorvo memandangnya menyalakan rokok, lalu mundur untuk bersandar dan berkata : “ Apakah Presdir Dilsen menderita pedofilia? ”

“... ” William yang sedang memegang rokok pun tercengang. Dia mengerutkan alisnya dan menatap Dorvo.

Dorvo berkata : “ Kamu mengadopsi adikku ketika dia berusia lima tahun. Kamu dua belas tahun lebih tua daripada adik perempuanku. Kamu membesarkan adik perempuanku menjadi orang dewasa, dan kamu menginginkannya... Sulit untuk memikirkan hal ini. Maafkan aku jika perkataanku menyinggung Presdir Dilsen. ”

“ Huh. ”

William meletakkan rokok di bibirnya, lalu memegangnya dan berkata : “ Jika aku menderita pedofilia, mengapa aku harus menunggu sampai Ellen berusia delapan belas tahun. ”

Dorvo tidak menjawab dan hanya menatap William.

Tetapi pandangan itu seperti pandangan tak percaya.

William menatapnya dengan tatapan tajam dan tidak bermaksud menjelaskan padanya, karena menurutnya itu tidak perlu.

Cukup dirinya sendiri yang mengerti, tidak perlu orang di seluruh dunia untuk memahaminya, dan dia juga tidak perlu menjelaskan kepada siapa pun yang tidak mengerti perasaannya terhadap Ellen!

Orang yang tidak bisa memahami orang lain, bagaimanapun tidak akan pernah bisa mengerti.

Dan mereka yang bisa memahami orang lain, cepat atau lambat mereka akan mengerti.

“ Bagaimana keadaan Ellen sekarang? ” Ketika William berbicara tentang Ellen, suaranya sangat mendalam.

“ Pemulihannya baik. ”

Dorvo mengerutkan bibirnya dan menatap William, lalu berkata : “ Tetapi ada satu hal yang perlu aku ingatkan pada Presdir Dilsen. ”

William berhenti merokok dan menatap Dorvo , lalu berkata : “ Katakan. ”

“ Meskipun kondisi adikku sudah membaik, tetapi sebelumnya pulih seutuhnya, jangan biarkan dia hamil dulu. Kalau tidak... ini akan menjadi masalah. ” Dorvo berkata dengan mengerutkan keningnya.

William berpikir, lalu mengangguk dan berkata : “ Aku mengerti. ”

Dorvo masih menatap William.

“ Ada apa lagi? ” William bertanya dengan menyipitkan matanya.

“ Hm... ” Dorvo duduk tegak, lalu berkata : “ Jika bisa, jangan sekamar dulu. ”

William, “... ” Apakah dia yakin bahwa dia tidak sedang mempermainkannya?!

Dorvo menurunkan pandangannya dan berhenti berbicara.

“ Kak, makanan sudah siap, sudah boleh dimakan. ”

Ellen keluar dari dapur dan melihat Dorvo dan William yang berada di ruang tamu, dia pun berkata dengan naif.

Dorvo menatap Ellen dan mengangguk.

Lalu dia berdiri dari sofa dan menatap William dengan tatapan dalam, lalu berkata : “ Presdir Dilsen , apakah kamu mau makan bersama? ”

William menyipitkan matanya dan mengabaikannya.

Dorvo tertegun sejenak. Melihatnya tidak memperdulikannya, dia pun tidak bertanya lagi. Dia meletakkan tangannya di sakunya dan berjalan perlahan menuju ruang makan.

Ketika Dorvo sedang berjalan ke arah ruang makan, Ellen sedang memindahkan makanan ke meja makan.

Kakak beradik bertemu di ruang makan dan berjalan masuk bersama.

Ketika mereka berada di ruang makan, Dorvo melihat Ellen meletakkan piring di atas meja makan. Lalu dia melihat ke arah luar ruang makan, kemudian berjalan ke sisi Ellen dan berkata : “ Pria tidak boleh dimanjakan ya. "

Ha?

Ellen tertegun dan menatap Dorvo dengan heran.

Dorvo dengan wajah serius berkata : “ Anak dari keluarga Nie tidak perlu melakukan ini. ”

Apa?

Ellen bingung.

“ Kak, apa yang ingin kamu katakan? ” Ellen mengedipkan mata.

Dorvo mengerutkan kening dan menatap Ellen.

Meskipun tidak berbicara.

Tetapi di mata Ellen, dia tampak seperti orang bodoh yang tidak bisa berkata-kata.

Wajah Ellen panas. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh kepalanya. Dia tidak berani bertanya lagi, daripada dibuat seolah-olah seperti orang bodoh. Lalu dia pun berkata : “ Kak, makanlah. Masih ada sup di dapur, aku akan membawakannya untukmu. ”

Setelah selesai berbicara, Ellen menundukkan kepalanya dan bergegas keluar dari ruang makan.

Dorvo menoleh untuk melihat Ellen dan menggelengkan kepalanya.

...

Membawakan sup ke ruang makan dan keluar.

Ekspresi wajah Ellen kebingungan, dia merenungkan dua kalimat yang baru saja dikatakan Dorvo padanya dan mencoba untuk memikirkan maknanya.

Ellen berpikir sambil berjalan ke arah sofa di ruang tamu, lalu dia duduk di samping William dengan wajah kebingungan dan bertanya : “ Paman Ketiga, apa yang tadi kamu katakan pada kakakku? ”

William langsung meraihnya dan memegang pinggangnya, lalu mengangkatnya untuk duduk di pahanya.

Dan satu tangannya lagi memegang leher Ellen dari belakang dan tiba-tiba menarik ke bawah untuk membiarkan kepala Ellen bersandar di dadanya

Kekuatan tangan di pinggangny dan lehernya sangat kuat.

Ellen tetap di pelukannya.

Tiba-tiba dia menyadari bahwa di sedang dalam suasana hati yang tidak normal.

Wajah Ellen menempel pada dadanya.

Telinganya dapat mendengar jantungnya yang berdetak kencang.

Jantung Ellen juga ikut berdegup kencang, lalu dengan suara kecil berkata : “ Paman Ketiga, ada apa? ”

Dagu William bersentuhan dengan rambut Ellen, lalu dia menurunkan wajahnya dan dengan lembut membelai rambutnya dan berkata : “ Tidak apa-apa. ”

Ellen bergerak dengan lembut dan tangannya memegangi lengannya agar dia bisa mendongakkan kepalanya untuk melihatnya.

“ Jangan bergerak. ”

William memegangi kepalanya dan tidak membiarkannya bangkit, lalu berkata : “ Seperti ini untuk sebentar. ”

Ellen merasa sedikit gelisah di hatinya, lalu dia berkata : “ Paman Ketiga, apakah kakakku mengatakan sesuatu padamu? ”

“ Menurutmu, apa yang akan dikatakan kakakmu padaku? ”

William membuka matanya.

Ellen bernafas kencang, dia berusaha untuk bangkit dengan memegang pundaknya dan berkata : “ Paman Ketiga, obat tadi benar-benar hanya untuk memperbaiki tubuhku. Jangan terlalu banyak berpikir, ok? ”

Tiba-tiba.

William memegang kepala Ellen dan menekannya dengan keras ke dadanya.

Ellen terengah-engah, rambutnya juga menjadi berantakkan karenanya, semuanya menutupi wajahnya dengan berantakkan.

Beberapa saat kemudian, Ellen menepuk bahu William dan dengan suara berbisik berkata : “ Paman Ketiga, gatal, mataku gatal. ”

Mata dan hidungnya tersapu rambutnya, sehingga terasa sangat gatal.

William mengerutkan bibirnya, lalu menariknya keluar dari lengannya, menurunkan pandangannya dan merapikan rambut di wajah Ellen ke punggungnya. Dan dia juga dengan canggung meraih cambang Ellen ke belakang telinganya.

Ellen duduk di kakinya dengan patuh, matanya yang besar dan hitam menatap matanya yang merah dan berkata : “ Paman Ketiga. ”

“ Hm... ”

William menatapnya, dan pada saat ini, wajah indah Ellen tiba-tiba datang padanya.

Mata William tiba-tiba basah.

Ellen memeluk lehernya dan kemudian dengan hati-hati mencium matanya.

Jantung William berdetak kencang, tangannya yang berada di pinggang Ellen pun semakin erat

Setelah Ellen menciumnya, dahi mereka berdempetan dan hidung mereka saling menyapu. Mata besarnya yang lembab menatap matanya yang masih merah dan berkata : “ Sekarang aku sudah hampir sembuh, aku cukup makan beberapa kali obat lagi. ”

“ Hm... ”

William mengulurkan tangannya dan mengelus wajah Ellen.

Ellen berbalik sebentar, lalu menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya dengan cepat. Tangannya terlipat di belakang lehernya dan menatapnya, lalu berkata : “ Tersenyumlah. ”

William mengerutkan keningnya.

“ Hehe. ” Ellen tertawa.

William sedikit terkejut. Dia menghelakan nafas. Jari-jarinya tersangkut di rambutnya, lalu dia berkata : “ Kamu selalu bodoh. ”

“ Aku hanya sedikit lebih bodoh, cukup kamu yang pintar saja. ”

Ellen memejamkan matanya dan mengusap wajahnya di pipinya.

William memeluknya dengan erat.

Ellen bersandar padanya. Tidak tahu apakah sudah terlalu larut atau terlalu damai, wajahnya menempel pada wajah William dan matanya sudah tidak bisa dikendali dan sangat ingin tidur.

Tepat sebelum dia tertidur, dia seperti mendengar seseorang mengatakan sesuatu di telinganya.

“ Maaf. ”

Maaf... kenapa?

Ellen mencoba untuk membuka matanya.

Tetapi sepasang tangan yang besar dengan lembut menepuk punggungnya, sama seperti setiap malam ketika dia tidak bisa tidur sewaktu kecil.

“ Tidurlah. ”

Suara pria yang terdengar di telinganya seperti hipnotis.

Ellen tidak lagi mencoba membuka matanya dan tertidur lelap.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu