Hanya Kamu Hidupku - Bab 647 Mesti Kamu

Pada jam dua malam.

Sumi telah meninggalkan rumah hingga dua jam, namun masih belum kunjung kembali.

Sumail dan beberapa orang lainnya telah begadang selama tiga hari sejenak kejadian ini.

Saat ini Lian telah kembali, akhirnya mereka juga bisa istirahat dengan tenang.

Bagaimanapun saat ini sudah tengah malam, sehingga tidak cocok juga apabila Riki terus menanti di dalam kamar Pani, oleh sebab itu dia juga kembali ke kamar tamu yang disediakan oleh Siera.

Setelah semua orang telah istirahat, Siera kembali ke kamar Pani dan duduk di atas kasur, setelah itu menatap Lian hingga beberapa saat, lalu mengisap hidung sendiri dan berkata pada Pani dengan mata kemerahan, “Pani, kamu sedang terluka, dikarenakan masalah Lian, beberapa hari ini kamu juga tidak merawat lukamu. Sekarang Lian telah kembali, kita juga bisa tenang. Cepat istirahat saja ya ?”

Pani mengerut bibir dan berkata, “Ibu, paman Nulu sudah tahu kalau Lian telah kembali kan ?”

“Tentu saja.” Siera berkata.

“…. Kalau begitu kenapa paman Nulu masih belum kembali ?” Pani bertanya dengan nada cemas.

“Aduh ingatanku. Aku lupa kasih tahu kamu, setelah mengetahui kabar Lian telah pulang dengan selamat, William dan Frans mereka sangat senang, ditambah lagi Demian kembali yang dari tempat jauh dan harus pulang pada besok pagi. Jadi Sumi dan beberapa sahabatnya pergi minum bersama untuk merayakannya.” Siera berkata dengan nada lembut.

Rupanya seperti ini.

Pani menghela nafas lega, lalu tersenyum kepada Siera, “Aku mengerti, ibu juga cepat istirahat, beberapa hari ini ibu juga lelah.”

Sudut mata Siera sedikit hangat, dia menggenggam tangan Pani dan ingin berdiri, setelah itu berkata, “Kamu istirahat dengan tenang, dua jam lagi aku baru membuat susu untuk Lian.”

“Iya.” Pani mengangguk.

……

Pada beberapa hari sejak Lian diculik dari rumah, Pani akhirnya dapat istirahat dengan tenang seiring Lian yang telah kembali dengan selamat, sehingga tertidur pulas hingga siang di keesokan harinya.

Sementara ketika dia membuka matanya, adegan di hadapannya adalah wajah kecil Lian yang putih dan lembut, beserta pria tampan yang sedang berbaring di sisi Lian dan sedang menatapnya dengan tatapan lembut.

“Aiyaaaa ….”

Lian membuka mulutnya terhadap Pani, reaksinya yang mungil sama persis seperti sebelumnya.

Pani sambil mencubit ringan pada tangan kecil Lian, sambil melirik pria yang masih menatapnya dengan wajah yang memerah. “Sejak kapan kamu pulang ?”

“Tidak tahu.” Suara Sumi sedikit serak, sepertinya masih belum istirahat.

Tidak tahu itu jawaban apa ?

Pani menatapnya, “Kamu minum bir ya ?”

“Sepertinya.” Sumi menjawab.

“…….” Pani sangat tidak berdaya.

Namun pada saat ini.

Sumi tiba-tiba menghampiri dan menempelkan bibirnya yang sejuk pada bibir Pani.

Pani menahan nafasnya, dia khawatir kalau tindakan Sumi akan menindih Lian yang sedang berbaring di antaranya, sehingga mengulur tangan dan ingin mendorongnya.

Namun Sumi malahan menangkap pergelangan tangannya dengan paksa. Jantung Pani berdetak kencang, wajahnya sudah memerah, setelah itu dia menatap wajahnya yang tampan.

“Aa ….” Budak kecil sepertinya tidak senang, sehingga memanggil dengan nada emosi, namun tidak melontarkan suara tangisan.

Pani menelan air ludah dan ingin mendorongnya lagi. Namun Sumi tetap saja tidak ingin melepaskannya dan terus menciumnya.

Sudut mata Pani sedikit basah, tubuhnya yang dipeluk oleh Sumi sama sekali tidak dapat mengeluarkan tenaga dan bagaikan telah meleleh, sehingga berbaring lemas di atas kasur.

Ciuman ini terus berlangsung hingga waktu belasan menit, setelah itu Sumi baru melepaskan ciumannya, namun tetap saja mengecup ringan pada sudut bibir dan pipinya.

Tubuh Pani sedikit gemetar, lalu menatap Sumi dengan mata yang berlinang-linang.

Ciuman Sumi berhenti pada bagian telinga Pani, hembusan yang hangat membuat tubuh Pani terus merinding, “Paman ….”

“Pani, aku mau perjalanan dinas untuk beberapa waktu.”

Pani baru saja melontarkan suaranya, Sumi langsung berbicara di sisi telinganya.

Tubuh Pani kaku dalam seketika, wajahnya yang merah langsung memudar, kabut yang berada di matanya hilang dengan perlahan-lahan, setelah itu terus melotot pada wajah Sumi.

Baru saja terjadi masalah yang begitu besar, Lian juga baru saja kembali. Namun pada masa seperti ini, Sumi bahkan mengatakan kalau dirinya harus perjalanan dinas?!

Pani berusaha meredakan api amarah yang membara di hatinya, dia mengerut alis dan menatap Sumi dengan tatapan serius, “Mesti kamu yang pergi ya ?”

Sumi mengelus pipi Pani dan menempelkan dahi sendiri pada dahi Pani, setelah itu menatapnya dengan tatapan dalam, “Iya, mesti aku.”

“…… Pergi ke mana ?” Pani tidak dapat mengendalikan matanya yang memerah.

“Amerika !” Sumi berkata.

Amerika ?

Bagus, cukup jauh !

Pani mengambil nafas dalam dan mengangguk, “Boleh, aku mengerti. Bagaimanapun ini urusan kerja, kerja lebih penting.”

Tatapan mata Sumi sedikit suram, dia melihat wajah Pani yang semakin kejang, suaranya juga semakin serak, “Urusan kali ini sangat penting, kalau cepat mungkin perlu waktu satu bulan, kalau lambat mungkin saja mesti waktu yang lebih panjang lagi. Tetapi …..”

“Kamu tidak perlu menjelaskan detail kepadaku. Urusan kerja juga, aku harus pengertian, kamu tenang saja perginya.” Suara Pani yang dingin langsung memotong pembicaraan Sumi.

Wajah Sumi menampakkan reaksi kesedihan yang sangat jelas, “Aku usahakan meneleponmu pada setiap hari.”

Pani menunduk kepala, “…… Iya.”

“Pani.” Sumi mengangkat dagunya dan memaksa Pani untuk menatapnya, “Maaf.”

Pani menatap wajahnya, dalam hatinya sangat sedih.

Sebenarnya Pani ingin sekali menahannya, agar Sumi dapat tinggal di sini dan menemani mereka berdua, meskipun hanya waktu satu hari saja.

Namun dia tidak dapat melontarkannya.

Sumi sudah menunda banyak pekerjaan hanya demi dirinya.

Lagi pula saat ini dirinya dan Lian sudah selamat, dia tidak mungkin begitu egois dan memaksa Sumi untuk mengabaikan pekerjaannya.

Oleh sebab itu Pani tidak dapat mengatakan apapun.

“Tunggu aku pulang.”

Suara Sumi sepertinya semakin suram, dia mengecup dahi Pani dan Lian, setelah itu langsung berjalan ke arah pintu.

Langkahnya sangat cepat, sejenak kemudian langsung hilang di pemandangan Pani.

Dalam seketika itu.

Mata Pani menjadi hangat, air mata kesedihan dan amarah langsung mengalir dari matanya.

Tiba-tiba jarinya tertangkap oleh telapak tangan yang lembut.

Pani terus mengerut bibir dan menatap budak kecil yang berbaring di sampingnya.

Budak kecil ini tidak mengerti dunia orang dewasa, saat ini sedang tersenyum lebar dan sangat gembira.

Pani terus mengisap hidung sendiri, setelah itu menunduk kepala dan menyentuh wajah Lian dengan ujung hidungnya.

Lian sepertinya sangat menyukai tindakan tersebut, sehingga langsung tertawa terbahak-bahak seiring dengan sentuhan Pani.

Pani terbengong sekilas, setelah itu mulai menyentuhnya lagi.

Setiap sentuhannya berhasil membuat budak kecil tersebut tertawa bahagia, bahkan air ludahnya sudah ikut mengalir dari suara tertawanya.

Pani menatap budak kecil yang begitu bahagia, rasa sedih dan amarah di hatinya mereda dengan perlahan-lahan, da mengerut bibir dan menyentuh hidung budak kecil dengan jari tangannya, “Jangan peduli dengan bapak tua itu lagi, terserah dia mau ke mana, yang penting sayangku tetap ada di sisiku saja.”

“Hehe ….”

“Kamu pria sejati, kesannya tidak keren lagi kalau begitu suka tertawa.”

“Hehehe ….”

“….. Baiklah, kamu yang menang.”

……

Ellen baru mengetahui kasus ‘penculikan’ Lian pada saat Lian telah kembali ke rumah.

Setelah mengetahui kabar tersebut, Ellen sudah “berdebat” dengan William untuk terlebih dahulu, setelah itu buru-buru berkunjung ke keluarga Nulu.

Setelah tiba di kamar Pani, Ellen langsung memeluk Lian ke dalam pelukannya, wajahnya menampakkan jejak ketakutan yang sangat jelas.

Siera dan Riki juga berada di dalam kamar Pani, setelah melihat reaksi Ellen, semuanya menampakkan senyuman lembut.

“Jangan panik lagi, tidak ada masalah lagi.” Pani menatap Ellen dan berkata.

Ellen mengerut alis dan berkata dengan tampang emosi, “William benar-benar keterlaluan ! Dia malahan mengelabui masalah yang begitu besar. Pasti karena aku terlalu sabar pada biasanya dan terlalu baik kepadanya, sehingga dia begitu angkuh dan tidak merasa takut !”

“Kamu juga jangan salahkan dia yang mengelabui kamu, dia takut kamu akan khawatir…”

“Aku mana mungkin tidak merasa khawatir ? Bukannya wajar ya kalau aku khawatir?” Saat ini Ellen sangat emosi, semua kata-kata dapat memancing amarahnya.

Intinya saat ini dia tidak dapat mendengar kata-kata yang memihak William !

“Hanya takut aku khawatir saja sudah boleh mengelabui aku ya ? Pada saat kamu paling membutuhkan aku, tetapi aku malahan tidak menemani di sisimu, aku seperti apa ?” Pada akhirnya suara Ellen sudah penuh dengan nada bersalah dan maaf terhadap Pani.

Pani tersenyum dan menatap Ellen, “Meskipun dia tidak memberitahukan kamu, tetapi dia terus membantu kami dalam menolong Lian. Dia tidak memberitahukan kamu, mungkin takut kamu akan khawatir dan takut kamu akan menangis.”

“Pani, kamu tidak perlu menghibur aku lagi, kali ini aku tidak bakal memaafkan dia ! Emosi sekali.” Ellen mencibir bibir dan berkata.

Pani tidak bakal percaya kalau Ellen tidak akan memaafkan William lagi.

Lagi pula, William paling juga hanya bisa bersabar terhadap emosional Ellen yang wajar, apabila berlangsung dalam waktu yang lama, cepatnya atau lambat Ellen akan “dihajar” oleh William.

“Kalian mengobrol saja dulu, aku membuat sedikit makanan.” Siera berkata.

Setelah itu Siera meninggalkan kamar.

Pani melirik Riki dan Ellen, lalu berkata, “Kalian berdua mau kenalan dulu ?”

Saat ini tangan Ellen masih memeluk Lian, setelah mendengar kata-kata Pani, dia menoleh ke arah Riki.

Sebelumnya hanya pernah melihat Riki melalui layar.

Saat ini melihat orang aslinya secara langsung, Ellen tersenyum dan berkata, “Tuan Riki jauh lebih tampan daripada yang ada di dalam video.”

“Pacar kecilnya Pani kecil, orang aslinya juga sangat cantik.” Riki juga tersenyum.

“Setelah mendengar lagi, ternyata suaranya juga sangat merdu.” Ellen berkata secara jujur.

“Ehem. Ellen, kamu harus memperhatikan status sendiri, kamu sudah menikah, kamu begitu memuji lelaki selain suamimu, bukannya tidak terlalu cocok ya ? Kalau sampai suamimu mengetahui hal ini, awas saja kulitmu sendiri !” Pani tersenyum dan menyindirnya.

Ellen masih mementingkan harga dirinya apabila di hadapan Riki.

Ellen berkata dengan gaya berani, “Aku takut padanya ? Aku yang memimpin keluarga kami ! Lagi pula …. Aku hanya berkata jujur saja.”

“Kata-katamu aku hanya anggap bercanda, aku tidak mau berkomentar.” Pani berkata.

“…… Apanya yang tidak berkomentar, bukannya kamu sudah banyak berkomentar ya ! ?” Ellen mengeluh dengan nada sinis.

Pani tersenyum, “Kamu langsung memeluk Lian sejak tiba di sini, Lian tidak ringan, sudah begitu lama juga kamu memeluknya, tanganmu tidak pegal ya ?”

“Berkat Si Ndut juga, aku sekarang memeluk Lian sama saja seperti tidak memeluk apapun.” Ellen berkata dengan penuh senyuman.

Pani tertawa keceplosan, “Mana ada orang yang begitu menjelekkan anak sendiri ?”

“Yaaa …”

Lian bagaikan juga menyetujui kata-kata Pani, sehingga mencibir bibir terhadap Ellen dan tersenyum lebar.

Ellen yang melihat demikian merasa sangat senang, sehingga berkata dengan nada lembut, “Begitu kecil saja sudah tahu membela adikmu ya ?”

“Yaa ……”

“Haha ….”

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu