Hanya Kamu Hidupku - Bab 113 Resah

Contohnya, pada masalah membenci Ellen, Vania tidak pernah menyerah dan melupakan tentang itu.

Karena itu, kedepannya, Vania takut akan memperlihatkan perasaannya didepan Bintang.

“Ellen, malam ini aku harus pergi ke rumah Kakek untuk makan malam bersama, jadi, sekarang aku harus pergi.” Bintang berkata sambil melihat Ellen dengan perasaan tidak rela.

Mendengar itu, Ellen mengangguk, “Menemani keluarga itu penting, sana cepat pergi.”

Mungkin karena Ellen menjawab dengan terlalu bersemangat, mata Bintang menjadi sedikit redup, tersenyum pahit, “Ellen, kamu begini, aku jadi merasa sebenarnya kamu sangat benci bertemu denganku.”

“… …” Ellen terdiam, melihat raut wajah Bintang yang kesepian, “Kenapa kamu bisa berpikir begitu?”

Terdiam, Ellen menjelaskan, “kamu salah sangka. Kita adalah teman satu sekolah, juga teman, lagipula, kamu juga tidak melakukan hal yang membuatku kesal atau tidak suka, kenapa aku harus membencimu?”

Teman sekolah, teman?

Di dalam hatinya, ternyata begitulah dia menempatkannya.

Mungkin, bahkan teman saja dia tidak termasuk.

Kalau tidak, kenapa dia di depan kata teman menambahkan kalimat “teman satu sekolah”.

Lalu berkata mereka adalah teman.

Kemungkinan besar takut menyakiti harga dirinya saja.

Tenggorokan Bintang terasa pahit, sekuat tenaga berkata padanya, “Aku tidak berpamitan langsung dengan Kakek Buyut dan Paman Ketiga ya, kamu gantikan aku menyampaikannya ya.”

“… … ok, baiklah.” Ellen melihat mata nya, sulit untuk dimengerti, kedua matanya berkedip pelan, jangan-jangan apa aku salah bicara?

Bintang melihat wajah Ellen yang sedikit canggung, mengepalkan tangan, “Kalau begitu aku pergi dulu.”

Ellen mengangguk, “Hati-hati mengemudinya.”

“Ok.” Bintang selesai bicara, terakhir melihat sekilas Ellen, melihat kebawah, membalikan badan dan jalan keluar ruang utama.

Saat melawati Vania, Vania seperti ingin mengatakan sesuatu pada Bintang, teetapi Bintang malah tidak melihatnya, langkah cepat nya melewati nya dengan cepat.

Vania tertegun sebentar, lalu membalikkan badan mengejar Bintang, “Bintang, aku antarmu.”

Ellen berdiri di ruang tamu, tidak dengar jawaban Bintang kepada Vania.

Tidak sampai 3 menit, Vania sudah kembali ke ruang tamu.

Melihat Ellen masih berdiri disana, berjalan dengan tidak santai, beberapa langkah dan sampai didepannya, dengan nada yang tidak halus, “Ellen, kamu keterlaluan!”

“… …” Ellen menatapnya dengan kebingungan.

“Bintang adalah pacarmu, apa kamu tidak merasa kalau sikap mu terhadapnya terlalu dingin? Mana ada orang yang begini terhadap pacarnya? Pacarnya mau pergi, bahkan kamu tidak mengantar nya! Aku benar-benar tidak mengerti orang seperti mu, kenapa masih ada orang yang suka?” Vania berkata sambil menatap Ellen.

Ellen menggigit bibir.

Ia sudah mendengarnya.

Vania sedang membela Bintang!

Hanya saja… …

Ellen menyilangkan tangan didepan dada, menjatuhkan badan kearah sofa, menatap wajah Vania yang memerah karena amarah, “Apa hubungannya dengan mu?”

Vania, “… …”

Ellen menarik bibir, “Bagaimana aku memperlakukan Bintang, apa ada hubungannya denganmu? Hm?”

“… … Aku, aku hanya tidak terbiasa melihatnya!” Vania adalah orang yang tidak memiliki prinsip tetapi berpura-pura memiliki prinsip, terus terang itu keras kepala dan menyebalkan.

“Lalu?” Ellen memiringkan kepala.

“Lalu apanya?” Vania mengerutkan alis, berkata.

“Kamu tidak terbiasa melihatku juga bukan masalah sehari dua hari. Kamu pikir aku peduli dengan ketertidakbiasaanmu?” Ellen bicara dengan jujur.

“… … Ellen, kamu, kamu keterlaluan!” Vania marah sampai mengepalkan tangannya.

Ellen mengangkat bahu, “Baiklah, kamu ingin memukulku? Kalau begitu katakana, kamu mau aku bagaimana? Hm… … kamu rasa aku terlalu dingin terhadap Bintang, lalu aku harus lebih antusias terhadapnya begitu?”

Vania merengutkan wajah, tidak berbicara.

Terlihat jelas, ia juga tidak berharap Ellen menjadi lebih antusias terhadap Bintang!

Bagaimanapun sekarang Ellen sangat dingin, Bintang juga tetap setia terhadapnya.

Kalaupun ia menjadi lebih antusias, begitu juga tidak apa-apa.

Dia tidak punya kesempatan sedikit pun.

“Baiklah, lain kali aku bertemu dengannya, aku mengikuti kata-kata mu, lebih antusias terhadapnya… …”

“Tidak, tidak perlu!” wajah Vania memerah, berkata dengan mengencangkan leher.

“Kalau begini aku jadi tidak paham. Kamu sebenarnya ingin aku antusias terhadapnya, atau dingin?” Ellen ragu-ragu.

Vania menggigit bibir erat-erat.

Selang beberapa waktu, Vania menatap kearah Ellen, berkata, “Ellen, kita berperang secara adil saja!”

Ini… … topik nya berubah terlalu cepat!

Ellen mengerti arti kalimat Vania “berperang secara adil” .

Tetapi ia berpura-pura tidak mengerti, “Berperang secara adil? Apa maksudnya?”

“Aku suka Bintang!” Vania berbicara terus terang.

“… …” Ellen melihat Vania.

Tiba-tiba merasa Vania selain perilakunya sedikit liar dan tidak masuk akal, juga benar-benar berani.

Suka juga tidak ditutup-tutupi, tidak menggunakan kode atau gerakan-gerakan kecil.

Tetapi langsung terang-terangan menantang.

“Ellen, aku tahu sekarang kamu adalah pacar Bintang, tetapi hubungan kalian hanya sebatas sepasang kekasih, belum menikah, belum tunangan, aku masih punya hak mengejarnya! Lagipula, aku lihat kamu tidak terlalu menyukai Bintang, maka, kenapa tidak lepaskan saja dia, membiarkannya dengan orang yang benar-benar menyukainya bersama.” Vania menatap Ellen, berbicara dengan serius dan jujur.

Hanya saja, dia tidak merasa berbicara begini didepan “pacarnya”, tidak terlalu blak-blakan dan percaya diri kah?

Ooo…

Belum menikah belum tunangan, lalu dia bisa dengan seenaknya merebut pacar orang?

Tidak masuk akal kan?

Walaupun ia dari awal tidak memiliki hubungan sepasang kekasih dengan Bintang.

Tapi, orang-orang harus masuk akal kan?

Dipikir-pikir, Ellen berkata terhadap Vania, “Kamu suka Bintang, lalu apa Bintang suka padamu?”

Amarah Vania mereda, begitupun wajahnya.

Ellen melihat itu, menaikkan alisnya.

“Aku tahu, dia sekarang tidak menyukaiku, bahkan tidak memandangku.” Kata Vania.

Ellen terkejut, menatap Vania.

Dia kira dia tidak tahu?

Dilihat-lihat, ia juga tidak sebodoh dan tidak selambat bayangannya.

Vania terdiam sebentar, lalu dengan bersemangat menaikkan kepalanya, melihat Ellen dengan tatapan teguh, “Namun, ini hanya sementara. Bagaimanapun juga kalian sekarang adalah sepasang kekasih, kalau saja dia tahu aku menyukainya, tidak hanya tidak membencinya, tetapi malah baik kepadaku, itu berarti dia tidak pantas untuk kusukai. Perasaan benci dan penghindaran nya kepadaku sekarang, membuktikan perasaan yang teguh dan setia. Jadi, dia layak untukku sukai dan pertahankan.”

“Hm..” Ellen mengangguk, “ternyata kamu tahu kalau dia setia terhadap perasaannya, harusnya kamu juga mengerti, dia hanya ingin bersama dengan, tidak mungkin menerima mu.”

Vania tertegun, menatap Ellen.

“Bahkan jika begini, kamu masih mau ‘berperang secara adil’?” tanya Ellen.

Vania tidak perpikir panjang langsung mengangguk menyetujuiku.

Ellen, “… …” sudah yakin!

Menggelengkan kepala, Ellen sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini.

Karena kelihatannya juga tidak ada artinya.

Dia dan Bintang juga sebenarnya bukan sepasang kekasih.

Tapi dia tidak mungkin memberitahu Vania dengan sendirinya.

Untuk selanjutnya apa yang akan dilakukan Vania, lihat saja dia.

“Ellen, kamu juga tidak terlalu menyukai Bintang, kenapa tidak putus saja.”

Ellen baru akan berjalan kearah sofa, suara rendah Vania terdengar.

Ellen berhenti, memutar badan melihatnya.

Wajah Vania tampak tidak natural, sampai-sampai, untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi yang lemah di hadapan Ellen, “Aku benar-benar menyukainya, ini pertama kalinya aku menyukai seorang laki-laki. Aku menyukainya, pasti melebihimu menyukainya.”

Ellen sedikit mengerutkan alis.

Terkadang merasa Vania tidak lebih tua darinya 2 tahun, melainkan lebih muda 2 tahun!

Tidak tidak.

Harusnya ini bukan hanya karena masalah umur!

“Vania, kalau hari ini Bintang sudah menikah dan punya anak, tapi kamu merasa kamu menyukainya, mencintainya, mencintai melebihi istrinya. Apa kamu juga akan didepan istrinya, bicara seperti ini?”

Vania tertegun, menatap Ellen, tidak bisa menjawab.

“Apa kamu percaya, kalau hari ini orang yang dihadapanmu bukan aku, kamu mungkin sudah ditampar.” Kata Ellen.

Sudut bibir Vania berkedut.

Mata Ellen berputar melihat kearah langit-langit, tidak berbicara padanya lagi, berjalan kedepan sofa dan duduk.

Vania berdiri ditempat semula, menatap Ellen yang duduk diatas sofa, masih tidak menyerah berkata, “Kamu benar-benar tidak akan berinisiatif untuk putus dengan Bintang?”

Ellen, “… …” tidak ingin berbincang dengannya lagi!

Walaupun Ellen merasa dia berani untuk mencintai dan berani untuk membenci, tapi disaat yang sama juga merasa pandangan Vania memiliki masalah, masalah yang sangat sangat besar!

Berbicara prinsip pada orang seperti ini, mereka tidak akan mendengarkan dan mengerti.

Jadi, banyak bicara juga tidak berguna.

……

Saat makan malam, Ellen tersadar akan “perhatian” yang khusus Hansen terhadap Demian Dilsen.

Tidak hanya membiarkannya duduk di sebelahnya, tetapi masih mengambilkan makanan dengan sepenuh hati, melihatnya kedua matanya yang terkadang memiliki tatapan mengagumi.

Tetapi ekspresi Demian biasa saja, kedua orang ini memiliki perbedaan yang sangat besar, tapi, lucu juga!

Vania dari mulai makan sudah terus-terusan melihat Ellen, seperti melihat Ellen menguap dengan tatapan yang kuat.

Ellen hanya berpura-pura tidak menyadarinya.

Selesai makan malam, Hansen menarik Demian Dilsen ke ruang buku.

Biasanya di tempat Ellen berada, Vania tidak akan tinggal.

Tetapi malam ini tidak.

Ellen bersandar di bantal sofa melihat televisi, Vania duduk di sisi lain sofa melihat nya.

Dengan wajah serius.

Diperhatikan dengan lama seperti itu, orang akan merasa tidak nyaman.

Ellen juga begitu.

Jadi hanya sebentar di ruang tamu, dengan tidak peduli nya membiarkan Vania tinggal di ruang tamu, ia sendiri kembali ke kamar.

Tidak bisa dihadapi, bisa bersembunyi!

Vania melihat Ellen naik ke lantai atas, masuk kekamarnya, menutup pintu kamar, kedua matanya berkedip cepat, lalu pelan-pelan mengedip-ngedipkan mata.

… …

Pukul 10 malam, Ellen selesai mandi dan berbalut handuk keluar, baru menaruh baju tidur diatas kasur, siap-siap membuka handuk ditubuhnya, ada suara pintu terbuka dari luar.

Ellen terkejut, memutar kepala melihat kearah pintu kamar, jantungnya berdegup kencang, seperti tiba-tiba ada seekor rusa yang masuk kedalam hatinya, dan menabrak dari dalam.

Karena, dirumah keluarga Dilsen hanya ada satu orang, yang keluar masuk kamarnya tapi tidak pernah mengetuk pintu… …

Novel Terkait

That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu