Hanya Kamu Hidupku - Bab 345 Ide Apaan

Setelah empat puluh menit kemudian, lima orang itu tiba di Mansion Sihe Louis yang ada di pusat kota tua.

Lina sedang mangambil sapu dan menyapu daun-daun yang ada di halaman, melihat Mila membawa Ellen dan tiga anak lainnya muncul di depan pintu, dia berdiri di tempat semula dengan tatapan kaget, menatap Ellen hingga lupa untuk berbicara.

Saat melihat Lina, Ellen tersenyum padanya.

Mila membawa Keyhan dan Tino melewati ambang pintu, berjalan ke arah Lina, pandangannya melirik kamar Louis, kemudian berkata dengan nada kecil, “bibi Lina, mana Ibuku? Sedang tidur siang kah?”

Lina menarik napas dalam, melirik Mila, tatapannya langsung menatap Ellen yang sedang membawa Nino sambil berjalan kemari, dan berkata dengan pelan, “Nyonya sudah bangun, sekarang berada di aula Buddha.”

Mila tiba-tiba merasa pusing, mengalihkan kedua matanya ke arah aula Budhha.

Sejak Louis tahu Vania adalah anak kandung dari Gerald dan Dora, dan anak kandungnya sendiri malah “Meninggal dalam rahim”, ini sangat merangsangnya, setelah pulang dua hari, dia menyuruh pendeta melakukan sesuatu dan juga menyuruh Master Fengshui untuk melihat posisi, pada akhirnya memilih sebuah kamar dan mengubahnya menjadi aula Budha, dengan tulus menyembah Budhha.

Dia mengatakan bahwa mulai sekarang dirinya akan terus menyembah Buddha, dan tidak akan mengurus masalah luar lagi.

Bahkan hal yang melebih-lebihkan, dia mengatakan bahwa sekarang dirinya sudah merupakan bhikkhu, bhikkhu tidak memiliki saudara…

Jadi, sekarang Mila melihat Louis harus memanggilnya…Bhikkhuni!

Louis sudah hampir disiksa oleh Mila!

Saat ini, Ellen berjalan kemari, dengan elegan berdiri di depan Lina.

Meskipun Lina tahu dari suaminya Sobri bahwa Ellen masih hidup, tapi dalam waktu yang lama ini, dia masih belum benar-benar bertemu dengan Ellen.

Jadi, saat melihat Ellen, hatinya tetap akan merasa kaget.

“bibi Lina.”

Ellen tersenyum pada Lina.

Lina menarik napas, matanya sedikit merah, “No... Nona.”

Ellen mengulurkan tangan dan memegang tangan Lina, menundukkan kepala dan berkata pada Keyhan, Tino dan Nino, “Ini adalah Nenek Lina.”

“Nenek Lina.”

Keyhan, Tino dan Nino memanggil Lina.

Saat Lina melihat tiga anak kecil yang imut, ganteng dan cantik ini, hatinya tiba-tiba merasa tersentuh.

……

“Berapa lama Ibu biasanya berada di aula Buddha?”

Semua orang mengambil kursi dan duduk di halaman, menatap ke aula Budhha.

Mila berkata sambil memegang hidung, “Tiga sampai lima jam.”

Tiga sampai lima jam?

Ellen mengerutkan alis, melihat ke arah Mila, “Kalau begitu, malam hari baru keluar?”

Mila melepaskan tangannya, menghela napas dan berkata sambil tersenyum pahit, “Ini bukanlah apa-apa lagi, kadang-kadang bangun di tengah malam.”

“Ah?” Ellen menatap Mila.

“Ibu sekarang terus menyembah Buddha, tidak peduli itu siang atau malam.” Mila mengerutkan alis, dia berkata dengan nada kecil.

“Hati Nyonya mempunyai kebencian, kedendaman, rasa sakit dan juga rasa bersalah.”

Lina membawa buah-buahan, meletakkan di atas meja untuk dimakan oleh Keyhan, Tino dan Nino, setelah mendengar perkataan Mila, Lina sedikit tidak tahan dan berkata, “Anak perempuan yang dimanjakan olehnya selama dua puluh tahun lebih malah wanita yang menghancurkan kebahagiannya, anak kandung sendiri malah diberitahukan meninggal sebelum dilahirkan, siapa pun itu pasti tidak bisa menahan dorongan seperti ini.”

Lina menundukkan kepala dan melihat Mila, “Dekat-dekat ini, Tingkah laku Nyonya membuat orang sulit mengerti, tapi memikirkannya lagi, itu juga bisa dimengerti. Nyonya menyembah Buddha, mungkin untuk “Nona Keempat.”

Tatapan Mila tiba-tiba menjadi kabur, matanya juga perlahan-lahan merah, sudut bibirnya sedikit gemetar, berkata dengan nada serak, “Ayahku dan Kakek menyembunyikan masalah ini terlalu bagus, bahkan aku dan kakakku tidak tahu bahwa Vania sebenarnya… mereka telah memperlakukan Ibuku terlalu kejam.”

“Masalah ini juga tidak bisa menyalakan Kakekmu, apa yang bisa dilakukan oleh Kakekmu?" Lina menggelengkan kepala.

“Iya, Kakekku tidak salah, Orang yang bersalah adalah ayahku!” Mila mengerakkan bibir, “Tapi, orang yang bersalah malah tidak merasa dirinya sudah bersalah.”

Lina melirik Mila, dia menghela napas di dalam hati.

Ellen menatap aula Buddha sejenak, kemudian tiba-tiba melihat Keyhan dan yang lain berkata, “Ayo, kita pergi cari Nenek.”

Mila dan Lina melihat ke arah Ellen.

Ellen bangkit dari kursi, dan melihat Keyhan dan mereka.

Keyhan merapatkan bibir, kemudian bangkit dari kursi.

Tino dan Nino juga bangkit dari kursi.

Ellen membawa Keyhan, Tino dan Nino berjalan ke aula Buddha.

Milla tanpa sadar bangkit dari kursi, mengerutkan alis, menatap tajam ke arah Ellen mereka.

……

Ellen berjalan ke depan aula Buddha, menundukkan kepala dan melihat Keyhan, Tino dan Nino, mengulurkan tangan dan mengetuk pintu.

Setelah mengetuk pintu selama tiga sampai empat menit, Ellen sama sekali tidak mendengar suara dari dalam, dia baru berkata, “Ibu, ini aku, Ellen.”

Setelah Ellen selesai berkata, di dalam ruang tetap tidak ada suara.

Ellen mengedipkan mata dan berkata, “Ibu, jika kamu tidak berbicara, aku anggap kamu setuju aku masuk ke dalam ya.”

Louis tetap tidak bersuara.

Ellen juga tidak bercanda, mengulurkan tangan dan membuka pintu dengan pelan.

Saat pintu dibuka, tercium aroma dupa yang kuat dari dalam.

Ellen merapatkan bibir, tatapannya menatap sekeliling.

Empat dinding di kamar masing-masing ada patung Buddha, mungkin itu ada maknanya.

Dan Louis sedang berlutut di depan patung Buddha, pakaian yang polos, satu tangan memegang Buku Paritta, satu tangannya lagi mengambil tasbih Buddha.

Dia memejamkan kedua matanta, sudut bibirnya sedikit bergerak, tampaknya sedang membicaraka sesuatu.

Ellen terlihat lebih tenang.

Keyhan, Tino dan Nino sudah terbengong.

Mungkin mengira diri sendiri berada di kuil, atau sedang melihat film kostum.

Ellen memberi isyarat mata kepada Keyhan mereka untuk tetap diam.

Keyhan, Tino dan Nino mengangguk padanya.

Ellen baru melangkah maju dan masuk ke dalam.

Keyhan, Tino dan Nino juga mengikuti Ellen berjalan masuk ke dalam.

Ellen berjalan ke sana dan berdiri di sebelah Louis, menundukkan kepala dan melihat Louis.

Melihat Louis terus memejamkan kedua mata dan membaca doa, raut wajahnya diam, seolah-olah tidak menyadari ada orang yang masuk ke dalam.

Ellen melihat bantal doa yang ada di sebelah Louis, dia langsung berlutut, melihat Louis dan berkata dengan nada kecil, “Ibu…”

“…” Louis tidak menghiraukannya.

Ellen terus menatapnya.

Keyhan, Tino dan Nino berdiri di sebelah Louis dan Ellen, wajah bertiga terlihat bengong.

Selanjutnya, memasuki situasi yang sangat diam dalam waktu tidak sampai lima belas menit.

Ellen terus mempertahankan posisinya untuk menatap Louis.

Louis juga mempertahankan posisinya dan tidak pernah berubah.

Keyhan, Tino dan Nino sudah ditaklukkan oleh mereka berdua, ketiganya pun duduk di atas lantai.

Sudah mendekati bulan juni, tapi tidak terlalu dingin.

Ellen menatap lurus ke arah Louis, seluruh badannya seperti disulap, sebenarnya otaknya terus berpikir, memikirkan bagaimana caranya dia berkata, agar bisa membuat Louis menghiraukannya.

Langsung mengatakan bahwa diri sediri membawa cucunya untuk datang melihat dia Kah?

Mengatakannya seperti ini, seharusnya bisa, tapi…

“KHEK…”

Saat otak Ellen sedang berputar dengan cepat, Louis tiba-tiba membuka mata.

Ellen terkejut, terbatuk-batuk dengan mengalihkan tatapannya, tapi matanya terlihat sedang tersenyum, Uhm, mungkin merasa dirinya sendiri juga sedikit lucu!

Louis melihat Ellen yang sedang batuk dengan tatapan dingin.

Ellen melirik Louis, dan merasa sangat malu karena ditatap oleh Louis dengan tatapan seperti itu, kemudian baru menutup dada untuk menghentikan batuk, memindahkan posisinya dan menghadap ke Louis, mata Ellen tidak berani bertatapan dengan Louis, mengangkat bibir dan berkata, “Ibu, aku membawa Keyhan, Tino, dan Nino datang melihatmu.”

Louis terus diam, tapi alisnya sudah terangkat.

Bulu mata Ellen bergerak, dengan cepat melihat ke arah Keyhan, Tino dan Nino, kemudian berkata, “Itu, kalian bertiga, datang sini…”

Louis, “…”

Keyhan, Tino dan Nino melihat Louis, kemudian berdiri dari lantai, dengan patuh berjalan ke samping Ellen.

Louis menatap tiga anak kecil yang berdiri di samping Ellen, kedua tangan yang mengambil tasbih Buddha sudah mengetat.

Ellen mengangkat bibir, “Ibu, ini Keyhan, ini Tino dan Nino.”

“…” Louis menghela napas, matanya terlihat sedikit tidak tega, mengalihkan pandangannya dari tiga anak itu, kemudian melihat Ellen.

Ellen tersenyum padanya, dia berkata dengan wajah merah, “Mereka adalah anak-anakku dan Paman ketiga.”

Bibir Louis yang dirapatkan menjadi terbuka, dengan kacau tatapannya berpindah ke tubuh Keyhan, Tino dan Nino, jari jempol tanpa sadar menekan tasbih Buddha.

Ellen mengedipkan mata, melihat Keyhan, Tino dan Nino, kemudian berkata dengan nada lembut, “Dia adalah Nenek.”

“Nenek.” Keyhan memanggil.

Tino dan Nino juga ikut memanggil, “Nenek.”

Louis terkejut hingga duduk, kedua matanya tidak tahu karena kaget atau lainnya, kedua matanya menjadi merah.

……

“Ini, benarkah? Aku tidak sedang mimpi kan?”

Selama dua bulan terus menerus, ini adalah pertama kalinya Louis keluar dari aula Buddha saat waktu untuk berdoa.

Di dalam halaman, air mata Louis tidak tahan dan keluar, memegang tangan Tino dan Nino hingga tidak ingin lepas.

Ellen membawa Keyhan duduk di kursi bersamanya, melihat Louis, “Ibu, jika kamu tidak pervaya, kamu bisa mencubit Tino dan Nino, lihat apakah mereka kesakitan atau tidak, kalau sakit berarti benar.”

Tino dan Nino melihat ke arah Ellen dengan tatapan tak berdaya.

Ellen menundukkan kepala, melihat Keyhan sambil tersenyum.

Keyhan juga mengangkat sudut bibirnya.

“Kamu ini, buat ide apaan.”

Louis menangis sambil memelototi Ellen, dia melihat Tino dan Nino, dia sangat suka pada mereka, “Kalian begitu patuh, begitu imut, Nenek tidak tega mencubit kalian.”

“Nenek yang paling baik.” Nino paling jago berkata, dia berkata sambil memeluk Louis.

Hati Louis sudah meleleh, perlahan-lahan mengusap kepala Nino, “Cucu Nenek yang patuh.”

“Nenek, kamu melihatku dan adikku tidak senang kah?”

Tino mengulurkan tangan dan memegang wajah Louis.

“Senang, bagaimana mungkin nenek tidak senang.” Louis mengatakan kata senang, air matanya malah keluar semakin banyak.

Mungkin karena dekat-dekat ini terlalu banyak masalah yang membuatnya tersiska dan sakit hati, dan saat ini, kemunculan Tino dan Nino membuatnya sangat bahagia.

Dua pukulan yang secara bersamaan malah membuat Louis kehilangan kendali.

“Jika nenek senang, kenapa menangis? Karena terlalu senang kah?”

Tino perlahan-lahan menyeka air mata Louis Birmung, nada suaranya terdengar sedikit kekanak-kanakan.

Louis memegang tangan gemuk Tino, karena sangat suka hingga mengusap tangan Tino di telapak tanganya, menangis dan mengangguk, “Nenek terlalu senang, terlalu kaget, Nenek tidak menyangka, benar-benar tidak menyangka… cucu-cucuku, Nenek benar-benar sangat suka pada kalian.”

Tino dan Nino saling bertatapan, mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum pada Louis, “Kami juga suka pada Nenek.”

“Wuu…” Louis memeluk Tino dan Nino, kedua sisi wajah menempel di wajah Tino dan Nino, hatinya terkumpul rasa sakit yang luar biasa dan juga rasa gembira yang luar biasa.

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu