Hanya Kamu Hidupku - Bab 286 Jika Anak Itu Masih Hidup

“ ..... kamu masih mempunyai adik laki-laki?”

Tino dengan lembut menganggukkan kepalanya dan memberikan cheesenut kepada Hansen.

Hansen mengambilnya dan tersenyum, “ Enak sekali. Bagaimana dengan adik laki-lakimu? tidak ikut datang bersamamu.....”

“ Kakek.”

Hansen belum selesai bertanya, Suara Sobri datang dari arah lain.

Setelah makan, Hansen mengerutkan kening sambil menatap Sobri yang berjalan datang.

Sobri datang, baru menyadari Tino yang duduk di sebelahnya, ia sedikit bingung.

Tino mengamati Sobri dengan mata yang memiliki bulu mata hitam yang panjang, ia turun dari kursi panjang, mengambilkan cheesenut dan diletakan di dada Hansen, “ Kakek, kamu menyukainya, ini kuberikan cheesenutnya untukmu.

Setelah terdiam sebentar, Tino menatap Hansen, “ Kakek, perhatikan kesehatanmu.”

Hansen memeluk cheesenut di lengannya, sambil menatap Tino, “ Dasar bocah....”

“ Kakek, aku pergi mencari ibu dan adikku dulu.” Tino melambaikan tangannya kepada Hansen, dan berbalik ke arah taman.

“ Bocah kecil ini....”

Hati Hansen terasa kosong, ia berdiri dari kursi dan mengejarnya.

“ Kakek tua!” Sobri menarik Hansen, melihat kedua mata Hansen yang tidak rela, “ Ayo kembali.”

Hansen menatap Sobri dengan kesal, ia menepis Sobri yang menghalanginya sambil mengerutkan alisnya untuk melihat Tino.

Melihat bahwa Tino telah meninggalkan taman, dan didampingi oleh seorang wanita muda menuju mobil di pinggir jalan.

Wanita muda itu membawa Tino ke mobil, dan dari jendela mobil ia bisa melihat wanita muda itu.

Namun karena jaraknya cukup jauh, Hansen tidak dapat melihat jelas wajah wanita itu.

Wanita muda itu membuka pintu mobil, memeluk Tino masuk ke dalam mobil.

Di dalam hati Hansen terasa berkecamuk, dan ingin berjalan mendekati.

“ Kakek.....”

Sobri terkejut, dan melangkah maju menarik Hansen.

“ Kau menyebalkan ya?” Hansen dengan tajam menatap mata Sobri .

Sobri tersentak, perlahan melepaskan tangannya, mengikuti Hansen selangkah demi selangkah, “ Kakek tua, kamu ini sedang apa?”

Wajah Hansen begitu tegang, seperti terdesak, pandangannya terus melihat ke arah mobil, tidak menanggapi Sobri .

Hansen memperhatikan wanita itu melewati bagian depan mobil, membuka pintu kursi pengemudi dan masuk ke mobil, ia menarik napas dengan cemas, melambaikan tangan sambil menepuk-nepuk Sobri, “ Cepat kamu pergi kesana!”

Sobri, “ …...” tampak berdiri tegak menatap Hansen dengan bingung.

“ Cepatlah pergi !” Hansen mendorong lengan Sobri ke depan.

“ .....kakek, aku pergi untuk apa?” Zhao Ming menggaruk kepalanya.

“ Katakan padanya untuk menunggu, tunggu sebenntar!” Hansen sedikit terengah, ucapannya terdengar kuat.

Sobri melihat mata Hansen yang memerah, dan dia menarik napas, “ Oke.”

Setelah Sobri selesai berbicara, dia berjalan menuju mobil.

Tentu saja, baru saja dia mengambil beberapa langkah, mobil mulai bergerak, dan melaju pergi.

Sobri menyipitkan matanya, lalu berlari mengejar dua langkah.

Melihat mobil itu berjalan sebentar, lalu masuk ditengah kerumunan mobil yang melintas, semakin jauh dan jauh, dia berhenti dengan putus asa, mengerutkan alisnya dan menstap kembali Hansen.

Hansen juga terhenti sejenak, tetapi matanya menatap ke arah di mana mobil itu pergi, wajahnya tertegun.

Sobri menutup bibirnya, kembali menghampiri Hansen, menatap mata Hansen yang memerah, bertanya-tanya, “ Kakek, apakah kamu mengenal anak yang tadi itu?”

‘’……’’ Hansen menggenggam cheesenut di tangannya, dengan sedih menggelengkan kepalanya.

Sobri, ‘’…….’’

Sobri menemani Hansen berdiri terdiam selama beberapa menit, baru mendengar suara serak Hansen perlahan berbicara, ‘’ jika anak itu masih hidup, kira-kira sudah sebesar dia.’’

Sobri terkejut, menatap Hansen.

Dengan gerakan yang begitu lambat, Hansen memalingkan kepala, dengan sedih memandang Sobri berkata, “ Ini adalah hukuman yang Tuhan berikan kepadaku.’’

Hukumannya, berada dalam kondisi yang menyedihkan seperti ini di masa tuanya!

Tidak ada berkah untuk menikmati kebahagiaan keluarga bersama anak-anak dan cucu!

‘’Kakek tua.’’ Suara Zhao Ming yang merasa bingung.

‘’……’’ Hansen mengangkat cheesenut di tangannya dan berusaha tersenyum, ‘’Ini sangat lezat, aku ingin memakannya perlahan. Jika tidak, setelah habis dimakan sudah tidak ada lagi.”

Setelah Hansen selesai berbicara, dia berbalik, langkahnya terhuyung-huyung.

Melihat itu, Sobri terpanggil, ia mengambil langkah besar ke depan, memapah lengan Hansen perlahan, melirik cheesenut di tangannya. “ Jika kakek ingin makan cheesenut, aku akan membelinya untukmu setiap hari.”

Mendengar itu, Hansen menatap kantong cheesenut di tangannya, lalu mengupasnya sambil tersenyum.

……

Di dalam mobil.

Tino dan Nino menyaksikan Ellen sedang duduk mengemudi.

‘’ Bu, kakek bilang cheesenutnya sangat enak.’’ Tino berbisik kepada Ellen, matanya terlihat memerah dari kaca spion.

Ellen tidak mengangkat matanya, menggigit kedua bibirnya, Suaranya terdengar serak berkata, “ Apakah Tino suka dengan Kakek?”

“ Em..’’ Tino menggangguk, ’’ ‘’Melihat kakek aku langsung teringat nenek buyut. Ketika kakek tertawa padaku, tawanya sama seperti ketika nenek buyut dan adik laki-laki tertawa.

‘’……..em, kakek dan nenek buyut sama, Semua baik .’’ Kemudian Ellen mengangkat wajahnya, tersenyum melihat Tino.

‘’Kalau begitu lain kali kita ajak kakek bermain lagi.’’ Nino berkata dengan polos.

Ellen menyetujui, ‘’ Tentu saja.’’

Nino memutar matanya dan menatap Tino, lalu bersandar dengan tenang di kursi pengaman tidak lagi mengganggu Ellen.

Ellen memalingkan muka dari kaca spion dan menatap jalan di depan.

Tak henti terus terlintas di benaknya, ketika Hansen berjalan kearahnya.

Pada saat itu, dia benar-benar ingin berbalik untuk mengenalinya.

Namun pada akhirnya, Ellen menahan diri.

Jika ia memintanya menunggu, dia tidak pasti punya alasan untuk itu.

Meskipun tidak tahu alasannya, Ellen percaya bahwa dia tidak akan mengatakan itu tanpa alasan yang kuat.

Jadi, meskipun ia benar-benar ingin mengenali Hansen sekalipun, karena pesannya, Ellen harus menahan diri.

……

William sudah meninggalkan rumah satu minggu.

Karena dia menelepon setiap hari, Ellen tidak merasa berjarak ketika dia pergi.

Namun, Seingat Ellen, William tidak pernah pergi selama ini.

Jadi ketika dia melakukan perjalanan bisnis yang lama kali ini, Ellen masih merasa aneh dan bertanya-tanya.

Pagi hari ini, tidak sampai jam 8.

Sumi datang.

Ellen baru membawa dua anak-anak untuk mencuci muka dan gigi bersiap turun ke ruang makan untuk sarapan.

Ketika melihat Sumi, Ellen sedikit terkejut ... baiklah, sangat terkejut.

Sudah hampir dua puluh hari tidak melihatnya, Wajah Sumi tetap berkilau seperti mahkota giok, alisnya hitam seperti tinta, berpakaian bagus, yang membuat seluruh tubuhnya terlihat penuh segar. Terlihat sama seperti biasanya.

Hanya saja sepertinya jauh lebih kurus.

Sumi tersenyum tipis, menatap Ellen dan dua anaknya, “ Apa kau keberatan aku ikut sarapan?”

Ellen, ‘’…….’’

……

Di ruang makan.

Biasanya saat Tino dan Nino makan, tidak akan sempat berbicara.

Ellen menuangkan susu panas ke cangkir dan meletakkan disampingnya, kemudian bertanya kepada Sumi, ‘’Paman Sumi, minum susu tidak?’’

‘’ Aku minum air saja.’’ Kata Sumi dengan lembut.

Ellen menuangkan secangkir untuk dirinya, sambil memegang gelas susu, ia menyipitkan matanya perlahan melihat Sumi.

Kesan pertama melihat Sumi adalah lembut, tidak berbahaya, elegan dan berpikiran terbuka, terkadang sering memberi senyuman tipis di bibirnya, membuat orang tidak merasa ada jarak dengannya.

Jika ada saudara yang bertengkar, ia sering kali menjadi penengah dan mendamaikan.

Orang seperti itu seharusnya tidak mematikan, tetapi perkataannya kadang bisa begitu menyakiti……

‘’Baru sepuluh hari lebih tidak bertemu, sudah tidak kenal?’’ Sumi tiba-tiba berkata, ada nada menggoda dalam suaranya, tapi dia tidak menatap Ellen.

Ellen mengalihkan tatapannya, pura-pura menarik pandangannya dengan tenang, lalu meminum susu, menundukkan matanya dan berkata dengan lirih, “ Oh iya Paman SumiPaman Sumi, kakak keempat, kakak kelima apakah mereka sibuk baru-baru ini? Aku belum melihat mereka selama sudah hampir dua minggu.”

Membicarakan hal ini, Ellen sendiri terkejut.

Setelah dipiikirkan baik-baik

Sejak William pergi melakukan dinas, dia juga belum pernah bertemu Samir dan Frans lagi.

Ellen mengangkat kedua alisnya, menoleh menatap Sumi.

Sumi memakan dua suap bubur polos, lalu melihat kearah Ellen, “ Film kakak kelimamu baru akan siap produksi sampai dua atau tiga bulan kemudian. Kakak keempatmu juga sangat santai baru-baru ini. Begitu mereka tahu bahwa Dilsen pergi ke Prancis untuk dinas, mereka langsung ikut dengannya.”

‘’……. Sudah pergi ke Perancis ya.’’ Ellen mengerjapkan matanya sambil mengambil napas dalam-dalam, dan bergumam.

Sumi mengalihkan tatapannya, dan terus menyantap buburnya dengan santai.

Ellen mengetatkan bibirnya, tanpa sadar mengalihkan pandangannya ke Sumi.

Setelah Sumi menyantap semangkuk bubur kecil, ia menyeka sudut mulutnya dengan sapu tangan di tangannya, mengangkat alisnya sambil mengejek Ellen, terkekeh, “ Hanya makan semangkuk bubur dari rumahmu, perlukah kamu menatapku seperti itu?’’

Ellen berkeringat, berdiri, ingin mengambilkan satu mangkuk bubur lagi untuk Sumi.

‘’Sudah cukup, aku sudah tidak mau makan.’’

Sumi meletakkan sapu tangan, kemudian pergi meninggalkan ruang makan.

Ellen melihat Sumi yang berlalu dan berkata, ‘’ Paman Sumi, aku benar-benar bukan karena semangkuk bubur ini.’’

Sumi tersenyum, tanpa mengatakan apapun.

Ellen:o(╯□╰)o

……

Setelah sarapan, Tino dan Nino beristirahat sebentar, kemudian mengambil bola sepak dan bermain di depan teras.

Ellen awalnya berpikir bahwa Sumi hanya menumpang sarapan sekalian menengok dia dan dua anaknya tidak lama akan segera pergi.

Setelah selesai sarapan, Sumi menghabiskan waktunya duduk di sofa sambil menonton televisi.

Darmi mencuci buah, Ellen mengambil dan meletakkannya di depan Sumi, “ Paman Sumi, silahkan makan buah’’

Sumi melihat, lalu menggelengkan kepala.

Ellen mengerutkan bibirnya, Terkadang dia benar-benar tidak mengerti apa yang ingin dimakan oleh pria ini.

Minum susu tidak? makanan manis tidak? makan buah juga sedikit?

Apa mereka mau jadi dewa!

Selama setengah jam, Sumi tidak berbicara dengan Ellen . Ellen takut dia tidak bisa menahan bertanya tentang masalah ia dan Linsan, ia tidak berbicara.

Ellen adalah orang yang tidak bisa diam, sebentar saja sudah membuatnya cukup tersiksa.

Kemudian ia mengeluarkan ponselnya, memanggil Nurima.

Melihatnya mengambil telepon genggam, Sumi dengan pengertian mengecilkan volume TV.

Ketika Ellen melihat ini, dia tidak bisa menahan untuk melirik Sumi.

Pria yang lembut dan perhatian seperti ini, pasti sulit bagi wanita untuk menolaknya?

Ellen mengerutkan keningnya, mengingat Pani membuat hatinya terasa perih.

Jangan-jangan Linsan tiba-tiba menyadari kebaikan Paman Sumi, ia lalu menyesal, dan memilih untuk kembali pada Paman Sumi?

Ellen mengkerutkan bibirnya.

Pada saat bersamaan, terdengar suara dari balik sambungan teleponnya dengan Nuriman, “ Huan Huan.”

Ellen terdiam, pandangan matanya menjadi lebih tenang.

Apakah dia salah dengar, kenapa ini seperti suara neneknya, terdengar sedikit gemetar ……

Novel Terkait

Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu