Hanya Kamu Hidupku - Bab 45 Dia Bertanya Padanya Kenapa Tidak Menelepon

Ketika ujung kakinya baru bergerak, pinggangnya sudah ditarik oleh tenaga yang begitu kuat, membuatnya tidak bisa bergerak, tidak bisa melangkah mundur lagi.

Nafas Ellen tertahan, bulu mata panjangnya menatap William dengan sedikit bergetar.

Bibir tipis William agak mengetat, tercium aroma alkohol dari nafasnya yang ringan, tatapan matanya terasa begitu penuh keheranan, jarinya yang panjang menggosok alis Ellen yang agak mengkerut, berusaha meluruskan alisnya agar tidak mengkerut lagi.

Alis Ellen yang mengkerut seketika menjadi rileks, namun jantungnya malah terasa seperti terangkat, ia berkata pada William sambil menekan ringan jarinya, “Kamu duduk dulu sebentar, aku akan buatkan teh untuk penghilang mabuk.”

William merangkul pinggang Ellen tanpa mau melepaskannya, “Aku tidak mabuk.”

Ellen berkeringat.

Biasanya ketika berkata demikian pasti sedang mabuk.

Hanya saja tingkat kesadaran William jauh lebih kuat dari orang lain, jadi meskipun sedang mabuk, dia juga bisa mengandalkan wajahnya yang datar sehingga membuat orang merasa kalau dia tidak mabuk.

“Kamu tidak mabuk, aku yang ingin minum teh sekarang, boleh kan?” Ellen menatapnya dan berkata dengan tidak berdaya.

William menatap wajahnya yang putih bersih sesaat, tiba-tiba bibirnya naik 90 derajat, “Baiklah, aku buatkan.”

“Aku tidak lelah.” William berkata, menggenggam erat tangan Ellen, lalu menariknya kearah dapur dengan cukup bertenaga.

Ellen, “….” Tiba-tiba hatinya terasa begitu lelah!

……

Dapur, Ellen menatap gerakan membuat teh William yang begitu terlatih dan lancer, bahkan terlihat begitu keren.

Kalau bukan karena sudah memahaminya, mungkin Ellen akan percaya kalau dia tidak mabuk.

Setelah membuat teh, William memberikan segelas teh pada Ellen, tatapan matanya yang kaku dan dingin seketika menghilang, digantikan dengan tatapan yang begitu lembut.

Ellen menerima tehnya, bersandar di samping meja dapur, menundukkan wajahnya melihat asap yang mengebul dari teh panas ditangannya, suaranya terdengar menembus asap panas itu, terasa tidak begitu nyata.

“Hari ini kakek buyut juga kakek nenek datang.”

“Ada apa?” William menatapnya.

“Kakek dan ingin mengetahu mengenai persiapan ulang tahunku sudah sejauh mana, dan juga, apakah mereka perlu membantu apa.” Ellen berkata dengan suara pelan.

William menyeruput tehnya, aroma teh yang harum masuk kedalam tenggorokannya, perlahan membasahi tenggorokannya yang kering, suara yang terdengar juga menjadi agak serak, “Persiapan pesta ulang tahun sudah hampir selesai, mereka tidak perlu melakukan apapun, mereka cukup hadir diacara saja.”

Setelah sesaat, William menatap Ellen, “Besok designer akan membawa pakaianmu yang sudah selesai dibuat, kamu coba pakai dulu, dibagian mana yang tidak pas langsung rubah, waktunya masih cukup.”

Ellen mengangguk, “Aku tahu.”

“Kenapa tidak telepon?”

“…….” Ellen sedikit tercengang, ia mengangkat kepala dengan ragu, menatap wajah William yang tampan dan lekuk wajah yang begitu sempurna, “A, apa?”

“Kenapa tidak telepon?”

William mengulang, ada rasa marah juga kesal dalam matanya yang dingin.

Ellen menarik nafas.

Menatap matanya dengan ragu.

Dulu dia bertemu klien diluar, kalau sudah lewat jam 10 malam belum pulang, biasanya Ellen akan menelepon dan menanyakan kapan ia akan pulang, kadang takut mengganggunya yang sedang membicarakan masalah bisnis, meskipun tidak menelepon juga akan mengirimkan pesan.

Namun hari ini, tidak ada satu hal pun yang Ellen lakukan.

Bump!

William meletakkan gelas ditangannya dengan keras diatas meja dapur, tubuhnya yang tinggi dan tegap mendekat kearah Ellen.

Mendekati Ellen yang yang berdiri tegak, tubuh William yang tinggi dan terlihat angkuh menatap Ellen dari ketinggian, “Sedang bertanya padamu, kenapa tidak telepon?”

Kedua tangan Ellen yang sedang memegang gelas seketika gemetar.

Mereka berdua sungguh berada terlalu dekat.

Meskipun Ellen melepaskan kedua tangannya pun, gelas dihadapannya juga tidak akan jatuh dan tumpah.

Aroma alkohol bercampur dengan aroma nafasnya, langsung masuk kedalam hidungnya, rongga mulutnya, bahkan setiap selnya yang masih bisa bernafas.

Ellen menunduk, keningnya begitu hati-hati agar tidak menyentuh dadanya.

“Aku, lupa.”

Ellen berkata dengan nada begitu rendah.

William tidak bicara lagi.

Namun Ellen bisa merasakan kalau aura disekelilingnya langsung menurun drastis.

Relung hati Ellen bergetar, tidak berani mengatakan apapun.

“Angkat kepala!”

Seolah seperti melalui setengah abad lamanya, suara pria yang begitu dalam dan serak kembali terdengar.

Bahu Ellen mengkerut, bulu matanya yang lentik seolah hampir terjatuh dari kelopak matanya.

Kedua tangannya terjatuh.

Bump!

mendarat diatas meja dapur disampingnya.

Hati Ellen merasa semakin takut, ia menundukkan kepala dengan semakin dalam, semakin tidak berani mengangkat kepala.

Tiba-tiba, dagunya ditekan oleh dua jari yang panjang dan bertenaga.

Mata Ellen semakin mengkerut dengan paniknya, kedua matanya yang hitam menatap dengan nanar, membuatnya tiba-tiba seperti merasakan ketakutan yang membuat tulangnya rapuh dan tidak bertenaga.

“Hm!” tiba-tiba William tersenyum dingin.

Dan tawa ini sungguh dingin sampai ketulang, membuat tangan Ellen terkulai dengan lemas, namun tidak sengaja menyentuh gelas yang berada diatas meja dapur.

Praankk!

Gelas jatuh di lantai, langsung menimbulkan suara yang begitu memekakkan telinga.

William merangkul pinggangnya tanpa mempedulikan apapun, lalu mengangkatnya dengan tiba-tiba, membuat Ellen terangkat sampai keatas meja dapur, lalu membuka lebar kedua kakinya, dan dirinya berdiri ditengah kedua kakinya.

“Paman ketiga….”

Ellen menjerit kaget. Ellen baru berteriak satu kali, bibirnya sudah langsung disegel dengan ciumannya.

“Aaa……”

Tiba-tiba, sebuah jeritan kaget terdengar dari depan pintu dapur.

Tubuh Ellen langsung menegang, lalu menatap kearah pintu dengan mata membelalak.

Darmi berdiri didepan pintu dengan kaget sambil menutup mulutnya, melihat posisi kaki mereka, seolah melihat hantu dan juga tidak percaya.

Ellen merasa seluruh darah ditubuhnya membeku seketika, wajahnya langsung pucat, bibir lembutnya yang masih terkunci oleh bibir William langsung menjadi dingin.

William perlahan menjauh dari bibirnya yang memucat, melihat wajahnya yang pucat dan kebingungan hatinya langsung menjadi tidak karuan.

“Pergi!”

William membentak dengan keras.

Darmi menutup mulutnya, berlari pergi dengan tunggang langgang.

Ellen duduk tercengang diatas meja dapur, seolah rohnya melayang keluar.

“Ellen.” William memegang wajahnya yang dingin dan pucat dengan tidak tega sambil memanggilnya dengan lembut.

Ellen memutar bola dengan kaku melihat kearah William, airmatanya mengalir dengar begitu derasnya.

Mata William bagai tertusuk oleh belati tajam, memerah bagai darah, bibirnya mengetat erat, William langsung menggendong Ellen, berbalik dan melangkah keluar dari dapur dengan langkah lebar dan menuju lantai dua.

……

Kamar tidur utama lantai dua.

William meletakkan gadisnya yang menangis tidak berhenti diatas ranjang besarnya, tubuhnya yang tinggi besar merunduk disampingnya, alis matanya mengkerut, mengangkat tangan besarnya menghapus air matanya dengan gugup.

“Bagaimana ini? Paman Ketiga, Bibi Darmi pasti sudah tahu. Bagaimana, bagaimana ini……”

Ellen sudah sangat panik.

Dia takut, sungguh sangat takut!

Tadinya Darmi yang bertanggung jawab atas makanan Hansen dan keluarga Dilsen.

Namun karena Hansen khawatir William seorang pria muda tidak bisa menjaga Ellen dengan baik, sehingga menyuruh Darmi datang ke villa Coral Pavillion ini, dengan begitu juga lebih mudah untuk menjaga Ellen.

Sekarang Darmi memergoki dirinya dan William di dapur sedang ………

Ellen menutupi wajahnya, sepenuhnya tenggelam dalam ketakutan dan juga kepanikannya.

Sekarang Darmi sudah mengetahui hubungan ‘aneh’ mereka ini, kalau begitu bukankah pihak keluarga utama juga akan segera mengetahuinya?

Nanti bagaimana dia bisa menghadapi Kakek buyut, menghadapi Gerald dan Louis……….

“Ellen, dengarkan paman ketiga.” William menggenggam wajah Ellen dengan kedua tangannya, matanya yag dalam mengunci mata Ellen dan memberikannya kekuatan, “Ada Paman Ketiga disini.”

Ellen menatapnya, dari tatapannya bisa terlihat seberapa lemah dan kacaunya hati dia, “Paman Ketiga, bagaimana kalau sampai Kakek buyut juga tahu? Kakek buyut begitu menyayangiku, begitu baik padaku. Kalau sampai tahu….”

“Sssstt……..”

William menghentikannya untuk melanjutkan pemikirannya lebih jauh lagi, dia bangun dan duduk disampingnya, memeluk pundaknya yang bergetar kedalam pelukannya, bibir tipisnya mengecup kepalanya, “Ellen tidak percaya Paman Ketiga?”

Benarkan tidak percaya?

Jawabannya adalah tidak!

Namun kenyataan mengalahkan semuanya.

Kondisi ketika di dapur tadi, kalau dikatakan sebagai salah paham apakah akan ada yang percaya.

Kalau sampai Darmi memberitahukan apa yang ia lihat malam ini pada Hansen, Gerald juga Louis, maka akan terjadi badai besar di keluarga ini.

Dan dia tidak berani membayangkannya.

Bagaimana kalau mereka sampai tahu tentang masalah ini, dan juga, bagaimana mereka akan memandangnya…….

Malam ini, bagi Ellen, rasa kaget yang dia rasakan tidak ada apanya dengan rasa kaget ketika ia mengetahui perasaan William padanya, bahkan lebih besar.

Akhirnya Ellen tertidur karena lelah menangis.

……

Malam ini, Ellen tidur dengan tidak nyenyak, terus terbangun, alisnya yang mengkerut seolah tidak pernah menjadi tenang.

Ketika membuka mata, yang pertama kali muncul dihadapannya adalah jakun seorang pria dewasa yang begitu kokoh.

Dan apa yang terlihat oleh matanya sama sekali tidak membuat Ellen terkejut.

Hanya saja hidungnya terasa perih, perlahan mengangkat kepalanya melihat pria yang tertidur lelap dan berekspresi lembut.

Dan ketika Ellen menatap wajahnya, mata yang tadinya terpejam tiba-tiba terbuka.

Ellen terkejut, matanya yang jernih sekilas terlihat bodoh, karena tiba-tiba bertatapan dengan pria ini dengan jarak yang begitu dekat.

Jarinya yang penjang mengelus lembut bibir Ellen yang sedikit memerah dan bengkak, bulu matanya agak bergetar, pipinya yang putih dan lembut langsung merona.

Tokk…tokk….

Tiba-tiba terdengar suara ketukan yang begitu hati-hati.

Punggung Ellen langsung menegang, matanya yang berkilau langsung melihat kearah pintu dengan wajah panik.

Merasakan kepanikan Ellen, bibirnya yang tipis dan berwarna muda mengetat.

“Tuan, anda sudah bangun?”

Suara Darmi terdengar dari balik pintu.

Begitu Ellen mendengar suara Darmi, kepalanya serasa mau pecah.

William mengkerutkan alis, melirik Ellen dalam pelukannya, lalu berkata dengan tegas, “Ada apa?”

Setelah terdiam sejenak, Darmi yang berada diluar pintu berkata, “Tuan besar juga nyonya datang, sekarang sedang menunggu anda dibawah.”

Apa?!

Kepala Ellen rasanya seperti akan meledak, membuat kepalanya meledak sampai menjadi berkeping-keping.

Ellen membuka mulutnya, menarik nafas panjang dengan kuat, menatap William dengan wajah pucat dan ketakutan.

Semalam mereka baru datang, pagi ini datang lagi.

Apakah kejadian semalam, Darmi sudah memberitahu mereka?

Jantung Ellen seolah diremas oleh ratusan tangan dengan erat, lalu ditarik dengan sekuat tenaga, rasanya sakit juga kacau.

William melihat wajah Ellen yang berantakan, hatinya terasa sangat tidak tega, ia menundukkan wajahnya dan mengecup keningnya, lalu membuka selimut dan turun dari ranjang.

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu