Hanya Kamu Hidupku - Bab 618 Mengajukan Kartu Nikah Tanpa Sepengetahuanku

Snow yang mendapatkan informasi kontak Tanjing pergi dengan senang hati.

Sedangkan Pani agak khawatir.

Dia memberi informasi kontak Tanjing kepada Snow, apakah tindakannya benar atau salah?

Tengah berpikir.

Pani mengeluarkan ponsel, menemukan nomor Tanjing, melakukan panggilan telepon.

Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum ada yang menjawab, "... … Pani?"

Suara yang sulit dipercaya.

Pani agak segan, "Ini aku."

“Apakah ada urusan?” Suara Tanjing sangat kecil, terdengar bahwa dia sangat hati-hati, juga tersirat sedikit sanjungan yang membuat Pani merasa tidak nyaman.

Pani berkedip lembut, "Begitu, baru-baru ini Snow membuat beberapa lukisan yang ingin ditunjukkannya padamu… ..."

"Tidak masalah. Selama kamu yang bilang, apa pun tidak masalah."

Sebelum Pani selesai berbicara, Tanjing langsung meresponsnya.

Pani, "… ..."

Ada perasaan aneh di hati Pani. Di saat yang sama, dia mengingat apa yang baru saja dikatakan Snow kepadanya. Snow berkata bahwa Tanjing sangat peduli padanya dan membelanya!

Sebelumnya, dia merasa kata-kata Snow agak tidak masuk akal. Sekarang, dia sendiri bahkan memiliki perasaan seperti ini?

Pani mengerutkan bibir, "Sebenarnya, apa yang ingin kukatakan bukanlah ini. Aku memberikan informasi kontakmu kepada Snow. Aku khawatir itu akan membuatmu merasa terganggu. Jadi, aku ingin bertanya apakah kamu memperbolehkannya atau tidak. Jika kamu merasa tidak nyaman, aku akan mencari Snow dan memintanya untuk tidak mengganggumu."

"Aku tidak merasa tidak nyaman atau kesal." Kata Tanjing sambil mengambil napas, "Aku tidak keberatan. Ini hanya masalah kecil, kamu tidak perlu mengambil hati."

“Apa benar tidak apa-apa?” Pani mengerinyit.

"Iya." Jawab Tanjing dengan suara agak berat.

Pani melega, "Baguslah. Aku tidak akan mengganggumu… ..."

“Pani.” Tanjing memanggilnya.

Pani terdiam.

“Apakah kamu punya waktu akhir-akhir ini. Aku, aku ingin mentraktirmu makan, boleh?” Kata Tanjing dengan gugup.

Mata Pani berkedip, dia berkata sambil tersenyum, "Aku rasa lupakan saja, oke?"

Usai Pani berkata, Tanjing tidak bersuara untuk waktu yang lama.

Pani menurunkan bulu matanya, "... … Sampai jumpa."

"... … Sampai, sampai jumpa."

Mendengarkan suara gemetar wanita yang berasal dari ponsel, Pani merapatkan bibir, mematikan telepon.

Bukan dia tidak tahu berterima kasih atau cuek, tapi dia benar-benar merasa bahwa hubungan antara dia dan Tanjing seharusnya berbatas di sini.

Pani meletakkan ponsel di atas tempat tidur, mendongak ke arah jam dinding.

Sekitar pukul sepuluh lewat dua puluh menit.

Pada jam segini, si kecil masih tidur.

Tidak ada yang bisa dilakukan.

Pani meninggalkan kamar tidur dan pergi ke ruang kerja Sumi, berencana mencari buku tentang Bahasa Prancis.

Ketemu.

Pani berjalan ke kursi eksekutif di belakang meja dan duduk, melepas sandal dan mengangkat kaki, meletakkan buku di pangkuan, membukanya.

Setelah membalikkan empat atau lima halaman.

Sudut mata Pani tiba-tiba berkedip, tangan meremas halaman tersebut, menoleh ke laci yang sedikit terbuka di bawah meja.

Pani menatap tajam, dia menemukan warna merah dari celah.

Didorong oleh rasa ingin tahu.

Pani menurunkan kaki, mengesampingkan buku ke atas meja, membungkuk dan membuka laci.

Laci terbuka, tampang asli warna merah itu terpapar di depan mata Pani.

Kedua mata Pani sontak melebar beberapa kali, warna merah terpantul pada pupil mata Pani yang jernih, dua huruf besar yang jelas – kartu nikah!

Pundak Pani bergetar, dia mengeluarkan dua kartu nikah itu dari laci, ujung jari gemetaran, membukanya.

Saat melihat foto dua inci yang menonjol di kartu nikah, serta tanda cap yang menodai foto tersebut, Pani meremas akta nikah dengan erat.

Detik berikutnya.

"Sumi!!!"

Pani mengertakkan gigi dan melontarkan kata itu dari mulut kecilnya yang memucat karena tegang!

… ...

Di depan gerbang pengadilan.

Sumi keluar dari pengadilan dengan semangat, setelan hitam kustom membalut sosoknya yang tampan dan jangkung, sehingga dia terlihat semakin tampan dan luar biasa. Keanggunan dan aura kuat terpancar dari sekujur tubuhnya dan menarik semua bola mata orang-orang tanpa perlu menguras energi.

Menangani gugatan ini, Sumi sama sekali tidak tegang, meraih kemenangan besar dengan mudah.

Ini merupakan gugatan pertama yang ditanganinya setelah kembali dari Kota Yu.

Oleh karena itu, para reporter media sudah menunggunya di luar. Ketika dia muncul, para reporter bergegas ke arahnya.

Namun, Sumi tidak menunggu semua orang itu mendekat.

Dia tiba-tiba mengambil ponsel dari asisten Xuyan.

Reporter bermata tajam menemukan paras tampan Sumi sontak berubah setelah mendekatkan ponsel ke telinga, wajah yang anggun seketika menjadi kaku dan dingin.

Selanjutnya, Sumi melemparkan ponsel ke Xuyan, menarik kancing jas, melompat dari tangga sisi lain dengan gerakan cekat, melangkah ke Bentley dan pergi.

Sekelompok reporter tercengang, mereka berposisi seperti semula sambil memperhatikan arah Bentley pergi.

Sekarang, agaknya semua orang memiliki pertanyaan di dalam hati.

Apa yang membuat pria yang selalu tenang dan stabil di depan publik menunjukkan sisi yang tegas dan tak terkendali?!

... …

Bentley hitam melaju di sepanjang jalan setapak seperti anak panah.

Di dalam mobil, suara perempuan yang dingin dan kaku berulang terus-menerus: Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, silakan hubungi beberapa saat lagi… ... Maaf ... …

"Sial!"

Sumi menggenggam erat setir dengan satu tangan, membanting setir dengan tangan yang lain. Mata yang menatap ke jalan di depan terlihat penuh ketakutan dan kemarahan!

Isi panggilan telepon yang dijawab di depan gerbang pengadilan bergema di telinganya.

"Sumi, aku meneleponmu dengan alasan kemanusiaan. Dengarkan baik-baik, aku mau memutuskan hubunganku denganmu. Mulai saat ini, kamu jalani kehidupanmu sendiri, aku lalui jalanku sendiri! Jangan khawatir, kamu tetap ayah Lian. Tidak peduli ke mana aku membawa Lian, hal ini tidak akan pernah berubah. Selamat tinggal! "

Entah karena cemas atau marah, urat-urat hijau di dahi Sumi membengkak semua!

Detik berikutnya, dia menginjak pedal gas sampai maksimal.

... …

Sumi bergegas pulang dengan kecepatan tinggi, dia langsung masuk tanpa mengganti sandal, langsung berlari ke lantai dua.

Samoa dan Siera sedang duduk di sofa sambil membuat dan meminum teh. Ketika mereka melihat kondisi ini, mereka semua tercengang. Mereka menatap Sumi yang menendang pintu kamar tidur utama dan bergegas masuk.

PONG--

Siera terkejut!

"Apa, apa yang terjadi?"

Setelah beberapa lama, Siera baru merespon. Dia menatap Samoa dengan bingung.

Samoa juga bingung, dia menggelengkan kepala.

Siera mengerutkan kening.

... …

Kamar tidur utama di lantai dua.

Sumi awalnya mengira dia akan melihat kamar tidur yang kosong, tidak sangka ... Pani tidak pergi.

Dada Sumi naik turun dengan cepat, beberapa helai rambut pendek tampak kacau, tapi dia tidak kelihatan terpuruk, masih tampan.

Tubuh Sumi agak condong ke depan, alis hampir menempel, menatap Pani yang sedang duduk di tempat tidur tanpa berkedip dan menatap dirinya dengan tenang.

Jantung terus berdebar hebat sejak menerima panggilannya sampai kata terakhir yang diucapkannya, sampai saat ini pula.

Tinju Sumi mengepal erat, dia membuka bibir tipisnya dan menghembuskan napas dua kali, mencoba menenangkan diri.

"Tutup pintunya." Ujar Pani dengan suara dingin.

"..." Kening Sumi berkedut, menatap Pani.

Wajah Pani dingin dan serius, "Ada yang ingin kukatakan!"

Sumi menilik Pani dalam-dalam.

Sejujurnya, dia tidak tahu apa yang terjadi. Jadi, alasan atas aksi Pani yang tidak normal sama sekali tidak bisa ditebak Sumi.

Jika situasi seperti ini muncul pada orang lain, dia mungkin masih bisa menangkap beberapa petunjuk melalui ekspresi kecil wanita.

Tapi ketika hal ini muncul di Pani, Sumi tak berdaya!

Dia menjadi kehilangan akal, berubah menjadi sosok yang sama sekali tidak terlihat seperti pengacara yang cerdik dan tak terkalahkan!

Sumi frustasi dengan hal ini, tapi dia tidak berdaya.

Walau mereka sudah punya anak.

Walau, dia telah yakin pada perasaan Pani.

Walau… …

Terdapat sedikit rasa pahit di sudut mulut Sumi, dia berbalik dan menutup pintu sesuai perintah Pani.

Hening beberapa saat, Sumi berbalik, memandang Pani dengan tatapan muram.

Pani melirik bibir Sumi yang merapat hingga membentuk garis lurus, masih tidak tergerak, "Apakah tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?"

Sumi menatapnya dengan diam, "Apa?"

"Apa?" Pani tersenyum sinis. "Aku yang bertanya padamu atau kamu yang bertanya padaku?"

"Pani… ..."

“Coba pikirkan dengan baik, jawab pertanyaanku!” Pani mengerutkan keningnya yang tajam, menatap Sumi.

Rahang Sumi menegang.

Pani bukannya tidak menemukan kekesalan dan kejengkelan yang muncul di mata Sumi. Namun, sekarang dia hanya merasa ironis dan lucu.

Sudut bibir Sumi berkedut karena tegang. Dia menatap Pani dengan tajam, "Kamu begitu marah, agaknya aku pasti telah melakukan sesuatu yang tidak bisa dimaafkan."

Mulai bermain keras dengannya lagi?

Pani terkekeh, tidak berkata apa-apa. Dia mengulurkan tangan dan mengambil dua kartu nikah, menggoyangkannya di tangan, "Sumi, kapan kamu akan memberitahuku tentang pernikahanmu?"

Pani menyentakkan kartu nikah ke ranjang, mata memerah di detik berikutnya, menatap Sumi dengan kecewa dan sakit hati.

Mata Sumi membelalak, dia melihat sekilas ke kartu nikah yang dilemparkan Pani ke atas ranjang. Dia jelas tidak menyangka bahwa inilah penyebab meledaknya emosi Pani!

Sumi menarik napas dingin, kedinginan di wajah tampan lekas hilang. Dia melangkah maju, memegang bahu Pani yang gemetaran, "Pani, dengarkan penjelasanku… ..."

"Penjelasan apa?"

Pani mendorong Sumi menjauh, bangkit dari tempat tidur, mundur beberapa langkah, menjauh dari Sumi.

Merah di rongga mata sudah memenuhi mata, tapi dia mendongak dengan keras kepala, tidak membiarkan air mata jatuh, "Sumi, apakah kamu tahu cara menghormatiku? Kamu adalah seorang pengacara, kamu tak terkalahkan di Kota Tong. Mendapatkan kartu nikah hanya merupakan hal sepele bagimu! Kamu sangat luar biasa, sangat berkemampuan, sangat hebat!"

Dada Sumi pengap, dia agak tidak berdaya, "Pani ..."

"Jangan panggil aku!"

Pani menggeram, "Sumi, kamu sangat keterlaluan, kamu benar-benar sangat keterlaluan! Aku, aku sudah cukup bertoleransi dan cukup berkompromi ... Tapi kenapa kamu selalu bertindak sesuai keinginanmu?"

Sumi memperhatikan wajah Pani yang dipenuhi dengan kesedihan dan kekecewaan, hati terasa sakit seperti diiris pisau.

Pani merasa seluruh tubuhnya dipenuhi dengan kesedihan dan amarah, dia seolah akan meledak.

Dia mengangkat tangan untuk membelai keningnya, suaranya parau dan tertekan, "Mengapa kamu mengajukan kartu nikah tanpa sepengetahuanku? Menurutmu jika kamu mendisuksikannya pada situasi kita saat ini, aku bakal tidak setuju? Atau kamu merasa aku gampang ditindas, kamu sudah terbiasa menindasku? Jadi walau pada akhirnya aku tahu bahwa kamu mengajukan kartu nikah tanpa sepengatahuanku, aku bakal diam saja dan bakal menoleransimu, serta memaafkanmu?"

"Sumi, kamu berbuat seperti ini membuatku merasa bahwa persetujuanku untuk kembali ke Kota Tong bersamamu diputuskan terlalu mudah dan tidak berprinsip. Itu sebabnya kamu menindasku dengan seenak-enaknya?!"

Seluruh hati Sumi menggumpal bak bola.

Bukan seperti itu, bukan!

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu