Hanya Kamu Hidupku - Bab 138 Hanya Ketika Takut Ia Akan Berhati-hati.

Setelah memahaminya, Rosa hanya merasakan dingin ditubuhnya, punggungnya merasa dingin sehingga tidak bisa berhenti gemetran.

William melihat Rosa dengan wajah yang sulit dipercaya, dan bekata dengan data, "Aku masih punya perkerjaan lain, aku pergi dulu."

Setelah mengatakan, tidak menunggu jawaban Rosa ia langsung berdiri dan berjalan keluar pintu kafe tanpa berbalik.

Rosa tidak menahan, tangannya mengepal erat, matanya memerah, dan dia menatap jauh punggung William.

Hatinya memiliki kecemburuan yang mendalam.

Atas dasar apa Ellen membuat dia meghabiskan begitu banyak perhatian kepada dirinya! atas dasar apa!

......

Karena insomia di malam sebelumnya, setelah selesai sarapan Ellen kembali kemar dan tidur, ia tidur dengan tenang dan pulas.

Jika siang tadi Darmi tidak membangunkanya untuk makan siang, mungkin ia akan tidur sampai malam hari.

Nah, dia tidak akan terbangun ditengah lapar.

Ellen pergi ke kamar mandi, mencuci wajahnya dan menepuk wajahnya didepan cermin, memiliki sedikit kesadaran dan ia pun keluar dari kamar mandi menuju kelantai bawah.

Dia baru saja bejalan sampai tangga, Darmi dilantai bawah sudah melihatnya dan sambil berkata, "Nona, hanphone kamu bunyi sepanjang siang hari ini."

Ellen, "......."

Jantungnya sedikit deg-degan, dengan cepat ia turun kebawah.

Sebelum berjalan kemeja ruang tamu, Ellen mengambil handphone dan membukanya.

Mata menatap panggilan yang tidak terjawab dan belasan pesan di layar ponsel, ia sedikit merasa konyol.

Setelah berpikir beberapa detik, Ellen mengulurkan ujung jarinya dan membuka panggilan yang tidak terjawab. Ketika dia melihat bahwa semua panggilan ini dari Vima, Ellen bernapas dengan kuat, dan detak jantungnya terasa berat.

Perlahan menelan tenggorokan bagian bawah, Ellen menekan tombol keluar dari pengingat panggilan tidak terjawab dan membuka pesan singkat.

Pesan yang lebih dari sepuluh hari itu semua dikirim oleh Vima.

Isi sepuluh pesan pertama itu meminta Ellen untuk menjawab telepon.

Dan tiga pesan terakhir.....

Ellen memegang teleponnya dengan erat, matanya panas melihat tiga pesan itu.

"Ellen, maaf, semua salah mama, mama tidak mencarimu lebih awal dan tidak mengenalimu lebih awal, mama tidak bisa membenarkan diri sendiri, jika kau menyalahkan mama dam membenci mama, mama akan menerimanya, karena ini semua adalah salah mama."

"Ellen, mama sangat merindukanmu, dalm sepuluh terakhir ini, mama selalu memikirkanmu, tapi mama tidak mencari keberadaanmu, semua salah mama bukan alasanmu. Mama sangat sangat mencintaimu, kau akan selalu menjadi anak yang paling aku cintai, Ellenku sayang, kamu adalah orag yang terpenting dalam hidupku, tidak ada yang bisa dibandingi dengan kamu."

"Ellen, kamu tidak memaafkan mama juga tidak apa-apa, asalkan kan hidup dengan baik, hidup dengan bahagia, mama juga sudah merasa senang.

"......"

Ellen megenggam ponselnya, hanya merasa matanya melihat layar telepon tersebut semakin kabur.

Darmi keluar dari dapur dan melihat Ellen masih berdiri di depan sofa, memegang ponselnya, ia merasa aneh dan berjalan mendekatinya.

Saat ia mendekatinya, ia melihat dengan jelas penampilan Ellen, alisnya terangkat dan terkejut, "Nona, apa yang terjadi padamu? mengapa kamu nangis?"

Ya.

Ellen sedang memegang ponselnya, dan air matanya mengalir.

"Nona..."

"Bibi Darmi, aku tidak apa-apa, kamu jangan khawatir."

Ellen menghisap hidungnya, denagn cepat ia menghapus air mata diwajahnya, sebelum Darmi Mendekatinya, Ellen dengan cepat berjalan kekamar mandi yang ada diruang tamu dengan ponselnya.

"Nona."

Darmi khawatir dan mengikutinya.

"Bibi Darmi, aku benar-benar tidak apa-apa."

Ellen mengatakan dari kamar mandi.

Pintu kamar mandi dikunci oleh Ellen, dan dikunci dari dalam.

Ketika Darmi berjalan ke pintu, dia tidak berdaya dan hanya bisa berdiri di pintu dan khawatir.

Didalam kamar mandi.

Ellen duduk diatas tutup kloset, dan mengusap matanya dengan punggung tangannya. mengambil ponsel dan dengan cepat menggeser layarnya. setelah beberapa saat, ia sudah mengetik sebuah pesan dengan jari tangannya.

"Mengapa kamu tidak mencari aku selama bertahun-tahun? Mengapa kamu tahu siapa aku dan tidak mengenali aku? Apa yang terjadi tahun itu? Apakah kamu selalu tahu di mana aku berada? Apakah kamu ... benar-benar mamaku?"

Ellen telah melihat foto-foto yang ada didompet Vima, wanita yang bersamanya difoto itu, memiliki temperamen yang mirip dengan Vima, lembut dan anggun, tetapi pada pandangan pertama, Vima dengan wanita yang ada difoto tersebut seperti dua orang yang berbeda.

Bahkan dalam tiga belas tahun, penampilan seseorang kurang lebih akan memiliki sedikit perubahan, Tetapi dia tidak berpikir itu bisa begitu menyeluruh.

Jadi kemarin ketika ia melihat foto yang ada didalam dompet Vima, dan digabungkan dengan perhatian dan kasih sayang yang tidak jelas untuknya, Ellen berpikiran bahwa Vima mungkin adalah mama kandungnya, tetapi ia tidak yakin.

Karena Vima dengan wanita yang ada difoto itu memiliki penampilan yang sangat berbeda.

Setelah Ellen mengirim pesannya, dengan matanya yang merah ia menunggu balasan dari Vima.

dia sudah menunggu terlalu lama, tetapi ia tidak mendapat balasan dari Vima.

Mata Ellen basah, dia menggigit bibir bawahnya dengan keras dan membuka pesan teks.

"Jika kemarin aku tidak sengaja melihat foto itu, apakah kamu berencana tidak akan mengenali aku selamanya? benarkah akan menganggap aku sudah mati, dan tidak ada didunia ini lagi?"

Ellen mengirim pesan dan menunggu hampir lima menit, Wen Ruyan masih tidak membalasnya.

Ellen memegang ponselnya dengan orang, hidung dan matanya merah, sedih dan panik.

Kenapa ia tiba-tiba tidak membalas pesanya? apakah ia benar-benar tidak ingin mengenalinya lagi?

"Nona, nona, apakah kamu baik? ha?" Suara cemas Darmi dibalik pintu toilet.

Ellen meremas sudut mulutnya, mengangkat kepalanya, dan mencoba memasukkan kembali air mata yang keluar dimatanya.

"Nona, kamu jangan menakuti aku, kamu jawab aku?"

Suara gagang pintu berputar dari luar disertai dengan suara tidak sabar Darmi lagi.

Ellen menarik napas dalam-dalam, mengangkat tangannya mengusap matanya, berdiri dari kloset, dan berkata, "Bibi Darmi, aku baik-baik saja, aku akan segera keluar."

Mendengar suara Ellen, Darmi berhenti memutar pintu.

Ellen pergi ke wastafel, menyalakan keran dan mencuci wajahnya, lalu pergi ke pintu kamar mandi dan membuka pintu kamar mandi.

Saat pintu terbuka, Darmi meraih tangannya segera, wajahnya gugup dan khawatir, "Nona, ada apa denganmu?"

Mata Ellen masih merah. Melihat kegelisahan Darmi, dia merasa bersalah dan berkata dengan bodoh, "Maaf Bibi Darmi, aku sudah membuatmu khawatir, aku baik-baik saja sekarang."

"Apa yang terjadi? Kamu bicara dengan Bibi Darmi," kata Darmi.

Ellen berpikir sejenak, menggelengkan kepalanya, dan keluar dari kamar mandi, "Aku benar-benar baik-baik saja Bibi Darmi. Omong-omong, jangan beri tahu pamanku tentang hal ini, jangan biarkan dia khawatir."

Suasana hati Ellen tampaknya telah kembali normal kecuali suara serak dan mata merahnya.

Darmi mengerutkan kening, menatap Ellen dan tidak menyetujui, "kamu semua seperti ini, bagaimana aku tidak bisa memberi tahu kepada tuan?"

"Bibi Darmi, kamu jangan beritahu kepada pamanku, akhir-akhir ini dia sangat sibuk, kamu tahu bahwa selama akhir pekan ini dia masih bekerja lembur di perusahaan. aku tidak ingin dia mengkhawatirkan tentang masalahku. Meskipun dia memiliki kemampuan yang kuat, dia bukan orang besi. "Ellen menatap Darmi dengan permohonan, berbisik.

“.....Kalau begitu kamu beritahu aku, apa yang sudah terjadi? kalau tidak hatiku tidak akan tenang" kata Darmi.

Ellen sekarang berada di tahap awal kehamilan, uasana hatinya begitu naik turun sehingga dia tidak berani mengabaikannya.

Meskipun Ellen memperlakukan Darmi sebagai orang yang dicintai, tapi mengenai masalah Vima, ia berpikir bahwa ini bukan saatnya untuk dibicarakan.

Tetapi ketika Darmi bersikeras, Ellen mengerutkan bibirnya dan harus berkata, "Bibi Darmi, aku akan beri tahu sendiri ke paman."

Darmi, "......”

“Sebenarnya aku hanya tidak ingin paman tahu kalau aku menangis,masalah ini paman sudah mengetahuinya." kata Ellen.

".....Tuan sudah mengetahui masalah ini?" Darmi terkejut.

Ellen mengangguk dan memandang Darmi dengan serius, "Aku tidak berbohong padamu Bibi Darmi, paman benar-benar sudah tahu. Jadi jangan khawatir tentang hal itu, aku hanya tidak bisa mengendalikannya, tapi sekarang aku sudah tidak apa-apa Terima kasih telah sangat peduli padaku.

"... Jangan katakan hal-hal bodoh ini." Darmi menghela nafas. "kalau begitu aku tidak akan memberi tahu Tuan. Tapi nona, kamu sekarang berada di trimester pertama kehamilan, dan kamu harus mengendalikan emosimu sendiri, Perut anak masih sangat lemah. Dia tidak menginginkan kita orang dewasa. Mengerti?"

Ellen membeku untuk sementara waktu, tanpa sadar ia membelai perutnya dengan lembut meggunkan telapak tangannya, dan menatap Darmi dengan patuh.

Melihatnya seperti ini, Darmi merasa kasihan padanya dan menariknya ke dapur. "Kamu masih muda dan tidak mengerti ini. Tapi kamu harus ingat apa yang Bibi Darmi katakan. Kalau tidak, jika ada sesuatu yang salah, kamu tidak akan punya waktu untuk menangis."

Setelah mendengar Darmi berkata begitu.

Ellen memikirkan kemarin ia berlari sepanjang jalan dari Lanyuan ... dan menangis di taman, barusan ...

Wajah Ellen sedikit putih dan dia menarik napas.

Darmi melihat Ellen ketakutan, meskipun dia tidak tahan, dia tidak mengatakan apa-apa.

Dia masih muda, dan sekarang hamil dalam tiga bulan pertama trimester, dan tidak akan berubah-ubah seperti sebelumnya.

Hanya ketika takut ia akan berhati-hati.

......

Villa keluarga Rinoa.

Vima mengenakan sweter dan rok panjang, mengenakan celemek dan menyiapkan makan siang bersama pembantunya di dapur.

"Nyonya, apakah kamu merasa tidak enakan?" pembantu itu menatap wajah pucat Vima dengan khawatir dan berkata.

Vima menarik sudut mulutnya, hendak menjawab.

Tiba-Tiba terdengar suara Venus dari ruang tamu, "Ma,"

Vima memegang spatula di tangannya, karena Venus jarang memanggilnya dengan suara dingin.

Vima mengerutkan dahi, menururunkan spatula ditangannya, perlahan berbalik melihat keruang tamu.

Venus berdiri di ruang tamu, memegang ponsel di tangannya, wajahnya tidak kalah pucat dari wajah Vima, menatap mata Vima, seperti ketika pertama kali memasuki rumah Rinoa, acuh tak acuh dan siap!

Perhatian Vima bukan di mata Venus, tetapi di ponselnya.

Karena ponsel itu miliknya!

Tubuh Vima bergetar, dan kemudian bergegas datang, "Venus ..."

Venus menarik bibirnya dengan dingin, mengambil ponsel di tangannya dan mengangkat ponselnya, tetapi tidak mengatakan apa-apa, berbalik dan berjalan ke atas.

Vima mengepalkan tangannya dengan keras, tanpa berpikir lagi ia bergegas untuk menyusulnya.

"Venus, Venus....."

Venus berjalan cepat ke kamarnya, tetapi tidak menutup pintu.

Vima berlari ke atas dan berjalan ke atas ke kamar Venus, dan menutup pintu dengan jari-jari yang gemetaran.

Sebelum berbalik, ia mendengar suara dingin Venus datang dari belakang, "Apakah Ellen adalah Ellen Nie ?"

"......."

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu