Hanya Kamu Hidupku - Bab 206 Menahan Cedera Internal

Ketika Agnes mendengar nada dering ini,sudut mulutnya dengan hangat mengembang.

Agnes dengan santai bersandar pada sandaran kursi, meletakkan telepon di telinganya, dan menjawab, "Sayang."

“Manes (mama Agnes), apakah kamu sudah pulang kerja?” Suara lembut dan manja yang terdengar dari telepon masuk ke dalam telinga Agnes.

Senyuman Agnes pun semakin lebar, dengan lembut berkata, "Sudah,Sekarang saya sedang bersiap untuk pulang."

"Apakah ada hal yang harus dilakukan sebelum pulang?"

Agnes tidak bisa menahan tawa, "Ada... urusan apa ?"

"Huh. Kamu ternyata lupa." Suara lembut bercampur dengan sedikit kemarahan masuk ke dalam telinga Agnes. Selain merasa lucu, Agnes tidak menyadari akan kemarahan anak kecil ini, hanya tertawa dengan ringan.

“Aku marah nih.” Anak kecil itu memprotes.

"Kenapa?" Agnes bertanya dengan senang.

“Manes (mama Agnes), aku baru sadar kalau aku dalam hatinya tidak memiliki posisi yang penting, Aku merasa sakit hati.” Anak kecil itu menghela nafas.

Agnes mengangkat alisnya, dan hendak berbicara. Namun suara kecil lain dengan suara yang mirip masuk ke telinganya, "Tino Nie, kapan kamu bisa belajar menjadi anak dewasa Jika kamu terus berbicara, Kapan Mama bisa pulang, Tutup teleponnya !"

"Hehe."

Setelah suara ini selesai berbicara, terdengar suara orang tua yang sedang tertawa.

Mata Agnes menyipit seperti bulan sabit, dia tidak berbicara. Dia mengeluarkan headset Bluetooth dan meletakkannya di telinga kanannya, mengikat sabuk pengamannya, dan menyalakan mesin mobil dan perlahan keluar dari garasi parkir bawah tanah.

“Aku malas berbicara denganmu!” Tino Nie bersenandung.

"Aku juga tidak mau menggubris."

"Kalau begitu jangan bicara padaku?"

"Kamu pikir aku ingin berbicara denganmu?"

"Ini masih bicara."

"..."

Agnes tertawa diam-diam, dan berkata, "Tino, jangan membully kakakmu."

“Baik.” Tino menjawab dengan malas.

“Sudah bagus aku yang tidak membully dia,” Nino Nie berhenti sejenak dan bergumam.

Agnes tertawa, "Apakah ada sesuatu hal yang menarik yang terjadi padamu dan adik di taman kanak-kanak hari ini?"

"Hmmm." Nino bergumam, "Jika memukul orang sambil memaksanya makan tanah dianggap hal yang menarik, maka ada satu hal."

“Manes (mama Agnes), aku yang memukulnya, tapi kakak yang menyumpalkan tanah kepadanya.” Tino dengan baik hati menambahkan.

Nino, "..."

"Kalian berkelahi hari ini di taman kanak-kanak?"

Orang tua yang sejak tadi tertawa di sebelah sana pun berkata dengan terkejut.

Tino dan Nino keduanya mengakui pada waktu yang sama.

Sejenak, tidak terdengar suara Agnes berbicara.

Tino berbisik, "Ma..."

"Tunggu aku pulang !"

Agnes sedikit mengernyit dan menutup telepon setelah mengatakan ini.

Tino, Nino, "..."

...

Vila Air Jernih.

Butuh empat puluh menit untuk kembali pulang dari perusahaan ke villa, tetapi Agnes membutuhkan waktu satu jam untuk sampai.

Begitu mobil berhenti, dua pria berjas hitam yang menjaga di depan pintu villa mendekat dan membuka pintu dengan hormat.

Agnes keluar dari mobil, menyerahkan kunci mobil ke salah satu dari mereka, dan berjalan menuju vila.

Agnes mengganti sepatunya di teras dan berjalan masuk dengan cepat.

Sepasang mata gelap dan jernih menyapu ruang tamu, tetapi tidak melihat dua anak kecil itu, dan sedikit mengerutkan kening.

"Agnes, kemarilah."

Wanita tua itu, berumur sekitar delapan puluh tahun, duduk di sofa dan melambai pada Agnes sambil tersenyum.

Agnes menyerahkan tas kepada pelayan yang mendekati, sambil berjalan menuju sofa dengan kantong kertas di tangannya.

Setelah menempatkan kantong kertas di tangannya di atas meja kopi, Agnes mengangkat matanya dan melihat ke atas, dan kemudian dia menatap wanita tua itu, " Nek, dimana Nino dan Tino ?"

“Ayo, duduk di sebelah nenek,” Nurima berkata sambil menepuk kursi kosong di sampingnya.

Agnes pun segera duduk.

Nurima meraih tangan Agnes dan memandanginya dari atas ke bawah, "Setiap kali kamu pergi bekerja, aku sangat takut. hatiku baru bisa menjadi tenang ketika kamu bisa kembali dengan selamat,."

Agnes memandang Nurima, "Nenek, kamu terlalu cemas terhadapku."

"Bukan karena nenek terlalu berhati-hati, tapi... lupakan saja, masa lalu tidak perlu disebutkan," kata Nurima.

Mata Agnes sedikit gelap, tetapi dia tersenyum padanya.

"Aku tahu mengenai kejadian yang terjadi pada Nino dan Tino di taman kanak-kanak. Ini bukan kesalahan mereka," kata Nurima.

Agnes sedikit mengernyit, menatap Nurima dengan ragu.

Nurima menghela nafas sedikit. "Ada beberapa anak yang terus menerus menunjuk Nino dan berkata.....dia tidak mempunyai ayah.Nino akhirnya tidak tahan, baru memukul mereka.Tino mungkin juga memendam dalam hatinya, baru menyumpalkan makanan yang istimewa itu kepada mereka... "

Tanah... memang merupakan sesuatu yang istimewa.

Agnes memandang Nurima dan tidak berkata apa-apa.

Nurima melihat bahwa Agnes tidak berbicara, tetapi mata dan alisnya ditutupi dengan rasa tertekan, jantungnya seakan tertusuk. Dengan cepat menggenggam tangannya lebih erat. "Agnes, Ada nenek disini, jika ada masalah apapun, ada nenek yang membantumu menahannya. Dulu nenek tidak bisa melindungi ayahmu, sehingga di usianya yang masih muda sudah... "

"Nenek, tidak usah dibicarakan lagi. Urusan ayahku bukan kesalahanmu." Agnes menatap mata merah Nurima dan berkata dengan lembut.

Nurimamenggelengkan kepalanya, menatap mata Agnes dengan penuh rasa bersalah.

Banyak hal tahun itu,tidak dapat diucapkan olehnya. Semua karena sangatlah rumit.

Jika ia mengetahui lebih banyak pun, Tidak ada keuntungan baginya.

Karena itu,Nurima tidak meneruskan pembicaraannya.

Agnes berhenti dan berkata, "Nenek, aku akan pergi melihat Nino dan Tino."

"Kamu..."

"Anda tenang saja."

Mengetahui apa yang dikhawatirkan wanita tua itu, Agnes mengulum bibirnya, menarik tangannya, dan meremas punggung tangannya.

Melihat ini, Nurima tersenyum dan berkata, "Kedua anak kecil itu takut dimarahi, dan bersembunyi di ruang bermain di lantai tiga."

Agnes mengangguk, bangkit, mengambil kantong kertas di atas meja kopi, dan berjalan menuju tangga.

Di luar ruang bermain di lantai tiga.

Begitu Agnes mencapai pintu, dia mendengar bunyi klik, dan pintu terbuka dari dalam.

Agnes berhenti dan dengan cepat berdiri di samping pintu.

Setelah beberapa saat, Agnes melihat dua kepala kecil keluar melalui celah pintu.

Agnes menempel di dinding, sudut mulutnya bergetar, dan hampir tidak bisa menahannya.

"Sebenarnya, aku tidak berpikir Mama akan tega menghukum kita," kata Nino.

"Naif! Kamu lupa Agnes pernah bilang bahwa dia tidak suka kita berkelahi."

"Aku kan tidak berkelahi."

Tino, "..." Tapi kamu memasukkan tanah ke mulut dia, kondisinya lebih parah daripada memukul orang, oke?

"Adik."

"Apa?"

"Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang yang melakukan sesuatu harus bertanggung jawab. Apakah kamu sudah pernah mendengarnya."

"..." Belum pernah mendengarnya!

"Sekarang kamu memukul orang. Seharusnya kamu mengambil inisiatif untuk mengakui kesalahanmu pada mama. Itu baru namanya laki-laki."

"..." Tidak mau!

"Adik."

"Kak, tidak usah membuang ludah lagi. Kita kan saudara kembar, kebahagiaan dan kesulitan harus ditanggung bersama."

Nino memikirkannya dan berkata, "Aku bisa tidak menjadi kakakmu."

"Dik."

Nino, "..."

Tino bersenandung, "Coba panggil aku kakak, apakah kamu berani melakukannya ?"

Nino, "..."

Agnes menahan tertawa hingga cedera internal.

Ketika dua anak kecil ini sendirian, kenapa harus begitu lucu dan bahagia?

Jika seperti ini bagaimana bisa marah kepada mereka !

"Ah."

Tiba-tiba, kepala kecil Tino menoleh dan melihat Agnes yang berdiri menempel di dinding.Tiba- tiba ia pun segera berteriak dengan mulutnya yang kecil

" Pufft..."

Agnes yang sudah tidak bisa menahan, membalikkan badan sambil memegang perut, Meletakkan kepalanya di dinding, Tertawa hingga kedua bahu gemetar.

Ketika Tino dan Nino melihat Agnes, mereka seperti tikus yang melihat kucing, dengan segera berlari masuk ke dalam ruang bermain.

Agnes tertawa puas.

Dia pun berbalik, mengulurkan tangan dan menggosok wajahnya, berdeham, dan memasuki ruang bermain dengan wajah serius.

...

Agnes berada di dalam ruang bermain selama setengah jam.

Di atas karpet putih di depan sofa, ibu dan kedua anak itu duduk bersila, dengan piring buah kaca terletak di antara mereka bertiga, di dalam piring berisi chestnut dan cangkang chestnut.

Agnes mengupas tiga butir chestnut,memakan salah satunya, sisa dua yang lain dibagikan kepada dua anak kecil ini.

Karena mereka kembar.

Jadi ketika membeli pakaian, Agnes selalu membeli barang yang sama.

Namun, meskipun Tino dan Nino adalah saudara kembar, kesukaan dan gaya estetika mereka sangat berbeda.

Tino menyukai pakaian yang mencolok dan ramai, sementara Nino lebih menyukai pakaian yang sederhana dan nyaman.

Kedua kakak beradik ini pun bekerja sama untuk menyenangkanAgnes, setelah berdiskusi, Satu hari menggunakan baju favorit Nino dan hari berikutnya menggunakan pakaian favorit Tino.

Dan hari ini, kedua anak itu mengenakan sweater rajutan putih mirip dengan sweater putih yang dipakai Agnes, dengan kemeja biru tua dan celana kasual berwarna biru tua.

Ditambah dengan tubuh kedua anak kecil yang sehat, kaki yang duduk bersila di sofa, mereka seperti dua Budha kecil yang lembut.

Sampai chestnut terakhir sudah dimakan, Agnes membawa kedua anak kecil itu ke kamar mandi untuk mencuci tangan, dan ketika keluar, ibu dan kedua anak itu duduk di sofa.

Agnes baru membalikan percakapan nya ke tujuan awalnya dan berkata, "Tino, mama bertanya padamu, apakah baik memukul orang ?"

Tino yang telah memakan chestnut yang dia sukai, sedang bermalas-malasan bersandar di sofa sambil merenungkannya.

Begitu dia mendengar Agnes menyebutkan kata "memukul orang", dia dengan segera duduk dengan tegak, Mata nya yang hitam besar menatap Agnes, "Tentu saja salah, bagaimana mungkin memukul orang adalah tindakan yang baik?"

Mulut Nino berkedut, dan memandang tajam ke arah Tino.

Tino mengulum bibirnya yang merah, Pandangan menusuk yang diberikan Nino membuat telinganya sedikit memerah.

"Jika kamu tahu tidak terpuji, Apakah ada yang Tino ingin beritahukan kepada mama ?"

Agnes memandang Tino.

Uh...

Tino memikirkannya dan berkata, "Manes (mama Agnes)..."

"Hah?"

"... Ma." Mata Tino berkedut, dengan cepat merubah ucapannya.

Agnes tampak menyeringai pada pandangan matanya, "Um."

"Aku janji, aku tidak akan pernah memukul sembarangan kepada siapa pun lagi. " En, Jika ada siapapun yang berkata hal seperti ini di depan dia, Dia akan dengan serius memukul mereka !

"Apa lagi?"

"Aku besok akan pergi ke TK dan meminta maaf kepada Siro." memang aneh!

Agnes mengangkat alis, "Benarkah?"

“Sungguh!” Tino dengan serius menganggukkan kepalanya.

Agnes memandang Tino dan menghela nafas di dalam hatinya.

Sejujurnya, dia tidak percaya apapun yang dibicarakan oleh anak kecil ini sekarang.

Namun sebagai putranya, Agnes, masih memiliki percaya diri. Tidak mungkin bagi si kecil untuk memukul seseorang tanpa alasan.

Namun, sebagai anak laki-laki, yang telah dipermalukan dan dibully, Jika dia terus menahan dirinya, pasti tidak akan berhasil, Karena siapapun pasti memiliki rasa emosi.

Jadi Agnes meluangkan upaya untuk menanamkan yang benar dan yang salah dengan dua anak ini.

Dia juga percaya bahwa dalam hati kedua anak ini pun mengerti bahwa pemukulan itu salah.

Kalau tidak, kedua anak kecil itu tidak akan takut disalahkan dan bersembunyi di ruang bermain.

Novel Terkait

Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu