Hanya Kamu Hidupku - Bab 304 Aku Bukan Anak Kecil Lagi

Hansen melihat Sobri keluar dari aula, lalu perlahan mengubah pandangannya ke arah telepon di ruang tamu.

Tanpa sadar, sepasang tangannya memegang tongkat yang ada di tangannya dan tiba-tiba berdiri. Lalu, dia pindah ke sofa dekat telepon dan tanpa ragu meraih telepon dan kemudian menekan nomor telepon Villa Coral Pavilion.

.....

Coral Pavilion.

Ellen menjaga Nino dan Tino yang sedang tidur. Lalu, dia keluar dari kamar anak-anak dan kemudian turun dan duduk di sofa di ruang tamu.

Dia terus menerus teringat dengan adegan pada siang hari ketika dia bertemu dengan Hansen di Kafe.

Setiap kali selalu membuat Ellen memiliki semacam sakit hati yang sangat mendalam.

Sebelum bertemu dengan Hansen, Ellen membayangkan banyak gambaran reuni.

Tetapi dia tidak pernah terbayang akan seperti ini.

Ellen bahkan tidak bisa memahami reaksi Hansen ketika melihatnya hari ini.

Oleh karena itu, dia merasa sedih dan putus asa.

Telepon di ruang tamu tiba-tiba berdering, Ellen pun mengelus wajahnya, lalu bangkit dan duduk di sofa di samping telepon. Kemudian dia mengangkat telepon dan berkata : “ Halo. ”

Setelah Ellen berbicara, tiba-tiba terdengar suara nafas yang berat dari telepon.

“..... ” Ellen tertegun, lalu dia pun menoleh untuk melihat tampilan panggilan telepon. Ketika dia melihat nomor telepon di tampilan layar panggilan, Ellen tiba-tiba menegakkan badannya dan menghela nafas.

Kurang lebih selama dua atau tiga menit, sama sekali tidak ada suara dari kedua ujung telepon.

Ellen berusaha untuk membuka matanya lebar-lebar untuk menghilangkan kesedihan pada dirinya.

“ Apakah ini Ellen? ”

Akhirnya terdengar suara dari ujung telepon.

Mata Ellen berair, lalu dia mengigit bibirnya dan penglihatannya menjadi kabur.

“ Apakah benar? ”

Suara serak Hansen.

“ Kakek. ” Suara Ellen seperti dijahit dengan jarum dan benang. Dia hanya bisa mengeluarkan sedikit suara dan suaranya yang serak tidak seperti dirinya.

Hansen tidak lagi bersuara.

Ellen bahkan tidak mendengar suara nafasnya.

Ellen menoleh lagi ke tampilan telepon dan melihat bahwa teleponnya masih tersambung, lalu dia berkata : “ Kakek, apakah kamu masih mendengarkan? ”

“ Ka... kakek masih sedang mendengar... mendengarkan kamu. ” Hansen berkata dengan terpatah-patah.

Setelah Ellen mendengar ini, dia tidak bisa menahan kesedihan dan kerinduannya. Lalu dia dengan terisak-isak berkata : “ Kakek... aku sangat merindukanmu. ”

Hansen berhenti berbicara lagi.

Ellen mengulurkan tangannya untuk menutupi matanya, lalu berkata sambil menangis : “ Aku minta maaf. ”

Dan Hansen sama sekali tidak mengeluarkan suara.

Setelah waktu yang lama.

Hansen akhirnya berbicara lagi : “ Apakah aku bisa menemuimu besok? ”

Mendengar suara lesuh Hansen, Ellen menggenggam kedua tangannya dan memegang matanya, lalu air mata pun menetes mengaliri tangannya sambil berkata : “... Aku ingin menemuimu. ”

“ Kalau begitu, bagaimana jika kita bertemu di Mall Taman Bunga saja? ” Suara kakek kali ini jelas terdengar lemas.

“ Hm, baik. ” Ellen menyeka air matanya dan berkata : “ Kakek, aku harus pergi bekerja besok. Mungkin aku baru bisa menemuimu setelah aku pulang kerja, ok? ”

“ Boleh, boleh, kakek akan menunggumu. ” Hansen segera berkata : “ Kalau begitu, kakek tidak akan mengganggu waktu istirahatmu lagi. Sampai jumpa besok. ”

“ Ka... ”

Ellen masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Hansen sudah menutup telepon.

Ellen memegang teleponnya dengan erat, berkedip dan matanya penuh dengan air mata lagi.

.....

Pada saat dini hari, William keluar dari ruang kerja dan dia menatap wanita yang sedang meringkuk di sofa di lantai bawah.

Dia mengerutkan keningnya dan berjalan turun ke bawah.

Ketika berjalan mendekati Ellen, William baru menyadari bahwa dia sudah tertidur. Sebagian besar wajahnya terpendam di sofa, tetapi terlihat hidung dan matanya merah dan bengkak, seperti... baru saja menangis.

William mengerutkan keningnya, lalu membungkuk untuk menggendong Ellen dan berjalan menuju kamar di lantai atas.

Kamar utama.

William meletakkan Ellen di tempat tidur dengan lembut, lalu melepas sweater dan celana jeansnya, dan kemudian dengan hati-hati menutupinya dengan selimut.

Kemudian, William berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Ketika dia keluar, dia membawakan handuk panas di tangannya.

William duduk di tepi tempat tidur, lalu mengambil handuk dan mengompreskan mata Ellen dengan hati-hati.

Mungkin Ellen kelelahan karena menangis, jadi ketika William melakukan ini, dia pun tidak terbangun.

Setelah selesai mengompres matanya, William mengerutkan keningnya dan menatap wajah Ellen.

Beberapa saat kemudian, William membungkuk dan mencium ujung hidung Ellen. Lalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.

.....

Keesokan harinya, Ellen tidur seranjang dengan William.

Mereka berdua berdiri di depan wastafel membasu mulut.

Ellen menyikat giginya dan satu tangannya lagi memainkan gelas basu mulut mereka.

William mengangkat alisnya, melihat ke lengannya yang panjang dan merangkul Ellen. Dan matanya memandang Ellen dari cermin dengan penuh kelembutan.

Ellen bersandar padanya dan sengaja membuat gelembung di mulutnya di depan cermin.

William mengerutkan keningnya dan dia pun melepaskan tangan yang ada di bahunya, lalu menjepit telinganya.

Ellen menyipitkan matanya dan tersenyum padanya. Penampilannya sekarang berbeda dengan wanita yang kemarin dia gendong dengan mata yang bengkak karena menangis, benar-benar seperti dua orang yang berbeda.

William juga menyipitkan matanya.

.....

Setelah sarapan, mereka sekeluarga pun keluar rumah bersama.

Hari pertama berkerja di perusahaan baru, Ellen mengenakan gaun formal yang selutut dengan ikat pinggang kecil di mantelnya dan mengenakan sepatu hak tinggi. Rambutnya diikat setengah dan sisanya ditarik keluar dan diletakkan di kedua sisi dadanya.

Melihat gaya Ellen yang seperti ini, William memandangnya sambil tersenyum dan hatinya merasa sedikit bangga.

Karena masih pagi, William pun secara pribadi mengantar Tino dan Nino ke taman kanak-kanak dan kemudian mengantar Ellen ke Yuk Gosip.

Mobil tiba di depan gedung majalah Yuk Gosip.

Ellen mengangkat tangannya dan melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan jam delapan lewat empat puluh menit.

Jadi, Ellen pun segera melepaskan sabuk pengamannya, lalu mencondongkan badannya dari kursi penumpang dan mencium wajah William Shen dan kemudian berkata : “ paman ketiga, aku pergi bekerja dulu. ”

Ketika dia menoleh, William meraih dagunya dan mencium bibirnya.\

Ellen mengedipkan matanya dan berkata : “ paman, paman ketiga, ini adalah hari pertama aku kerja, aku tidak boleh telat... ”

William mencium sekeliling bibirnya dan baru melepaskannya, lalu mengelus kepalanya dan berkata : “ Apakah aku perlu menjemputmu nanti sore? ”

“ Tidak perlu. Aku sudah bukan anak kecil lagi, aku bisa pulang sendiri. ” Ellen berkata sambil menurunkan pandangannya.

William memandangnya dan kemudian berkata : “ Pergilah. ”

Ellen mendongakkan kepala dan melihatnya, lalu menciumnya sebentar dan kemudian turun dari mobil.

William duduk di dalam mobil, menyipitkan matanya pada Ellen yang memasuki gedung perusahaan, lalu melaju menuju Perusahaan Dilsen.

Di sudut gedung perusahaan ada sebuah mobil Maserati merah berhenti di bawah sebuah pohon besar. Seorang wanita dengan kuku merah mencengkram setirnya dengan kuat.

Ketika dia melihat Ellen dengan mata kepalanya sendiri, dia selalu memegang jejak harapan.

Pasti ada yang salah. Ellen sudah diledakan dalam ledakan empat tahun lalu.

Wanita ini hanya memiliki wajah yang mirip dengan Ellen, tetapi dia bukanlah Ellen.

Tetapi sekarang, dia melihat wajah itu dengan mata kepalanya sendiri, dia tidak bisa menipu dirinya sendiri lagi!

Ellen masih hidup!

Rosa menggertakkan giginya, matanya memerah dan menatap pintu gedung perusahaan itu dengan penuh dendam, seolah-olah Ellen masih berdiri disana. Setiap pandangannya dibiaskan dengan tatapan ganas dan jahat.

“ Ellen Ellen, aku benar-benar sudah meremehkanmu! Kamu bukan hanya memiliki kesempatan yang bagus, tetapi kamu juga kehidupan yang sulit! Hanya saja, kamu telah selamat dari bencana. Aku khawatir, lain kali kamu tidak akan seberuntung ini lagi! ”

Rosa menggertakkan giginya dan mengatakan kata demi kata.

.....

Daerah Kota Lama, halaman rumah Louis.

Akhir-akhir ini, Louis tidak memiliki selera makan. Pada siang hari, Lina memasakkan bubur dan sayur untuk Louis.

Karena halaman rumah ini hanya ada Lina dan Louis, jadi Louis merasa kesepian jika dia makan sendiri, oleh karena itu, dia pun meminta Lina untuk menemaninya.

Ketika mereka berdua sedang makan siang, tiba-tiba terdengar ada seseorang yang mengenakan sepatu hak tinggi memasuki rumah.

Louis dan Lina tertegun.

“ Lina, coba lihat siapa yang datang? ” Louis menantikan siapa yang datang dan menatap ke pintu sambil berkata pada Lina.

“ Aihh. ”

Lina meletakkan mangkuknya dan berjalan ke arah pintu.

Ketika berada di depan pintu, Lina melihat seorang wanita sedang berdiri di teras. Matanya berkedip, lalu menoleh ke Louis dan kemudian berkata : “ Ini Nona Rosa. ”

“ Rosa. ” Louis meletakkan mangkuk dan sumpitnya, lalu berdiri dari posisinya dengan senang hati.

Pada saat itu, Rosa memasuki rumah dan tersenyum pada Louis. Lalu dia menyerahkan barang ke tangan Lina dan kemudian berkata : “ Bibi Lina, ini adalah produk kesehatan yang aku minta temanku untuk membawakannya khusus dari luar negeri. Akhir-akhir ini, bibi tidak selera makan, jadi kamu harus memasakkan untuk bibi tiga kali sehari. Katanya sangat berkhasiat. Jangan lupa ya. ”

Lina mengambilnya dan berkata : “ Baiklah Nona Rosa. ”

Rosa berjalan menuju Louis sambil tersenyum.

Mendengar Rosa yang sangat perhatian terhadap Lina, Louis merasa tersentuh. Melihatnya datang, dia pun mengulurkan tangan padanya.

Rosa berjalan cepat dan bersalaman tangan dengannya.

“ Apakah kamu sudah makan? ” Louis bertanya sambil tersenyum ramah.

“ Aku memang datang khusus untuk makan disini. ” Rosa berkata sambil melihat ke meja : “ Wah, kebetulan sekali. Aku memang sedang ingin makan bubur. ”

Louis menggelengkan kepala dan berkata : “ Ini terlalu sederhana, aku tidak bisa menghidangkan ini untukmu. Lina, buatkan dua hidangan daging lagi. ”

“ Baiklah. ” Lina menaruh produk kesehatan yang dibawa Rosa di meja, lalu langsung pergi ke dapur.

Rosa juga tidak menghentikannya. Melihat Lina keluar, matanya langsung bersinar.

“ Jangan berdiri, duduklah. ” Kata Louis.

“ Baik. ” Rosa tersenyum padanya, lalu dia pun duduk di tempat Lina sebelumnya.

Louis melihat Rosa sambil tersenyum. Lalu, mengambil sebuah mangkuk bersih dan mengisinya dengan bubur, dan kemudian menaruhnya di depan Rosa dan berkata : “ Aku khawatir kamu lapar, jadi makan dulu. ”

Rosa tersentuh melihat Louis, lalu dia berkata : “ Bibi, kamu benar-benar lebih baik daripada mamaku. ”

“ Bibi mana bisa dibandingkan dengan mamamu. ” Louis mengatakan ini di mulutnya, tetapi hatinya merasa senang. Itu terlihat dari cara bicaranya.

Rosa menyipitkan matanya, mengangkat alisnya sedikit, mengambil semangkuk bubur di depannya dan dengan santai berkata : “ Jika Kak William baik padaku seperti kamu baik padaku, aku tidak akan meminta apapun lagi. ”

Louis tertegun.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu