Hanya Kamu Hidupku - Bab 233 Ternyata Kembar

Ada perasaan menggali lubang untuk dirinya sendiri ... perasaan sedih!

Ellen kembali ke kamar sendiri di vila, mengganti piyamanya, dan menyelipkan dirinya ke dalam selimut. Matanya tertutup rapat, tetapi jika di lihat jelas kelopak mata dan bulu matanya tetap bergerak.

Ini berlanjut untuk sementara waktu, dan akhirnya dia mengulurkan tangannya, menarik selimut dan menutupi seluruh kepalanya.

Malam ini, dia bermimpi indah.

Sayangnya, keesokan harinya dia terlambat bangun.

Dia bangun dan kaget karena ketika melihat jam, sudah jam 7:40, dengan segera dia melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi, mencuci muka, dan kemudian berlari langsung dari kamar mandi ke ruang ganti. Berpakaian dan mengambil mantel hijau dan bergegas keluar dari ruang ganti, mengambil ponsel di atas meja dan memasukan ke dalam saku mantel, dengan cepat berjalan keluar dari kamar tidur, dan turun.

"Nenek, aku akan terlambat kerja, jadi aku tidak akan sarapan, Tino, ah....."

Ellen turun ke bawah sambil berkata, tetapi setengah menuruni tangga, dia melihat seseorang yang duduk di ruang tamu, dan langkahnya yang tergesa-gesa berhenti, kaget menatap pria itu seperti melihat hantu, detak jantungnya pun berhenti.

Nurima dan Dorvo keduanya duduk di sofa, menatap Ellen dengan sedikit simpati.

Sedangkan pria yang duduk di tengah sofa itu, wajahnya tenang.

Detak jantung Ellen berhenti sesaat dan kemudian berdetak lagi, matanya melebar, dan dia menatap lurus ke arah pria itu.

"Ah, Agnes, jangan berdiri disana, turunlah dengan cepat." Nurima berdiri dan melambai pada Ellen.

Ellen menggigit bibirnya, meremas mantelnya dengan erat, dan turun ke bawah.

Dia berjalan sekitar tiga menit di tangga yang hanya sepuluh tingkat.

Begitu dia turun, Nurima melangkah maju, mengambil tangannya dan berjalan menuju sofa, duduk bersamanya.

Setelah mereka duduk, situasi menjadi tenang sejenak.

Dorvo menyipit matanya dan memandang pria yang duduk di tengah sofa seperti patung Buddha. Dia berkata pelan, "Presdir Dilsen ada di sini begitu pagi mungkin belum sarapan juga, jadi ayo kita sarapan bersama."

William menggigit bibirnya yang tipis dan menatap Ellen, yang tidak bergerak, "Bolehkah aku?"

Ellen, "..."

Seperti ada kaki yang menggaruk-garuk jantungnya.

Gatal dan panik.

Paman ini telah datang, dan sekarang menanyakan apakah dia bisa sarapan?

Apakah dia sedang bercanda!!

Nurima melihat William tidak langsung menjawab pertanyaan Dorvo, malah menanyakan pendapat Ellen, dia terpaku, dan menatap Ellen dengan sedikit kejutan, "Agnes"

Ketika Ellen melihat kebingungan di wajah Nurima, dia mengangkat alisnya dan menatap William,"Kok paman bertanya begitu, hanya sarapan saja mana perlu menanyakan pendapatku,"

"Tentu saja. Harus mendapat persetujuanmu baru bisa." William menatap Ellen dengan wajah yang serius.

Ellen menggertakkan gigi dan tersenyum, "Jangan bercanda, paman ketiga. Hehehe"

"Aku serius," kata William

"..." Ellen menggigit bibirnya dan melirik William.

Apakah pria ini ke sini untuk membalaskan dendamnya? Balas dendam karena : Dia meninggalkannya sendirian semalam?

Tapi siapa yang menyuruh William mengujinya terlebih dahulu! ?

Mata Dorvo melirik mereka berdua. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, dia juga tidak berniat untuk mengatakan apa pun saat ini, dia hanya mengamati.

Nurima merasa sedikit segan.

Bukankah hanya sarapan? Bisakah keluarga Nie kekurangan sarapan?

Lagipula William mengadopsi Ellen dan sangat baik kepadanya.

Lagipula Jarang bagi seseorang dengan status bangsawan seperti dia mengambil inisiatif untuk mengunjunginya.

Wajar saja memberinya rasa hormat.

Berpikir seperti ini, Nurima memandang William sambil tersenyum. "Presdir Dilsen sangat baik kepada kami, Agnes memanggilmu paman ketiga, dan menghormatimu. Kamu bisa sarapan dengan kami itu merupakan suatu kehormatan bagi kami, Tentu saja Agnes dan kami sangat senang. "

William menganggukkan kepalanya pada wanita tua itu, dan matanya yang gelap kembali menatap Ellen.

Ellen hampir tidak bisa menahan, menggerakkan mulutnya ingin mengatakan sesuatu.

Sebuah suara renyah datang dari atas,"Agnes,"

Ellen, "..."

Tidak perlu melihat ke belakang, dia tahu siapa itu siapa yang memanggilnya.

Ellen menahan napas dan berpikir bahwa itu adalah Tino dan Nino.

Lalu dia menggenggam tangannya dan melihat William.

William tidak menatapnya lagi dan wajahnya kembali serius.

Ellen melihat dia memegang tangan di pahanya.

Seluruh adegan ini tidak sama dengan yang di bayangkan Ellen tidak kacau dan terkendali.

Ellen menggerakkan bibirnya, tidak bisa menyangkal bahwa dia sedikit kecewa.

Menarik bahunya ke bawah, dia melihat ke belakang.

Ketika dia melihat anak kecil yang berdiri di tangga lantai dua, matanya menetap dan tanpa sadar dia tersenyum.

Ternyata ... hanya ada Nino seorang.

Dia heran mengapa seseorang bisa begitu tenang! ?

Melihat bahwa hanya ada Nino seorang, perasaan Ellen yang tidak senang gara-gara seseorang menjadi hilang.

Nino mengenakan kemeja denim, jaket bermotif bunga di luar, dan celana panjang hip-hop. Yah, itu gaya favoritnya.

William melihat cara berpakaian Nino sangat berbeda dengan hari itu ketika dia melihatnya di Museum Sains dan Teknologi, dan matanya menyipit, tetapi dia tidak banyak berpikir.

Dia tersenyum, dan memandang Nino.

Mereka saling memandang.

William menatapnya dengan dalam dan Nino menatapnya agak kebingungan.

"Sayang."

Ellen bangkit dari sofa, berjalan menuju Nino dan menggendongnya. Nino membiarkan Ellen menggendongnya, berjalan ke sofa, dan meletakannya diantara Ellen dan Nurima.

William berjabatan tangan dan menatap Nino dengan lembut dan berkata pelan, "Masih ingat padaku?"

Nino mengangkat bahu, "Aku tidak ingat."

William tidak kesal, dan mengatakan, "Tidak masalah. Aku tidak keberatan untuk memperkenalkan diri lagi."

“Jangan.” Nino memasang ekspresi sombong yang tidak ingin tahu, dan melambaikan tangan kecil putihnya kepada William,"Aku tidak ingin tahu, "

"..." William menggigit bibirnya dan dia sedikit terkejut.

Karena dibandingkan dengan hari itu, karakter suka atau tidak suka yang ditunjukkan si kecil hari ini sedikit berbeda.

Melihat William terpaku oleh kata-kata anak kecil ini.

Ellen menatap Nino dan berkata dengan lembut, "Sayang, apakah kamu lupa bagaimana mamamu mengajarimu? Bersikap sopan. Oke?"

Nino mengangkat kepalanya dan menunjukkan giginya kepada Ellen, dan berkata dengan malas, "Aku tidak lupa. Tapi aku benar-benar tidak ingin tahu dan aku tidak mau menjadi anak kecil yang berbohong. "

"Ini dua hal yang berbeda. Jangan mencari alasan." Ellen menyentuh hidung kecilnya.

Nino menghela nafas dan menatap Ellen dengan pandangan tak berdaya, melirik William, mengangkat dagunya yang kecil, dan berkata dengan sombong, "Baiklah, siapa namamu?"

William mengangkat alis kanannya, "William..."

"Paman?"

William belum menyelesaikan namanya, sebuah suara nyaring dan jelas datang dari lantai dua.

Dia menatap ke lantai dua.

Ketika dia melihat anak kecil itu berdiri di koridor di lantai dua, matanya melebar, dan dia duduk tegak di sofa.

Ellen akhirnya melihat apa yang dia tunggu, respon seseorang yang luar biasa ketika dia melihat si kembar.

Tapi secara emosional, dia tidak merasa puas, dia merasa sedih.

Tahun itu, dia belum sempat memberitahu William bahwa dia hamil kembar ...

"Paman, mengapa kamu di sini?"

Mata Tino hitam dan cerah, dan dia menggerakkan kakinya yang gemuk dan berjalan ke bawah.

Karena berjalan cepat, tubuhnya mengguncang.

Dorvo agak khawatir, dan dia bangkit untuk memampirinya.

Tetapi seseorang lebih cepat dari dia.

Dorvo hanya merasakan bayangan gelap berkedip di depannya, dan ketika dia menatap lagi William sudah menggendong Tino.

Mata Dorvo menegang, dia bersandar kembali lagi, mengencangkan bibirnya, menatap Ellen yang sudah memerah matanya.

Tino masih bingung ketika tiba-tiba digendong oleh William.

Tetapi ketika dia sadar, dia memeluk leher William dengan gembira dan menatapnya dengan mata besarnya, "Paman, aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi secepat ini."

Jantung William bedebar-debar, dia menggerakkan tenggorokannya, tapi hanya bisa mengatakan satu kata, "Iya."

Setelah mengatakan, matanya yang tenang tertuju pada Nino yang duduk di antara Ellen dan Nurima.

Tino melihat Nino bersama dengan mata William, matanya berkedip, menatap William sebentar, dan mengenalkan, "Dia adalah adikku, Nino. Kami kembar."

... si kembar! !!

William mengambil napas dalam-dalam, sosoknya yang tinggi sedikit menetap, dan detak jantungnya bergetar.

Tiba-tiba.

Bagian dadanya dipegang oleh sebuah tangan kecil.

William menelan tenggorokannya dalam-dalam, perlahan-lahan berbalik melihat Tino, matanya merah.

Tino tersenyum padanya dengan polos, "Paman, jantungmu berdetak sangat kencang."

William menatap Tino, dia sangat terkejut sehingga dia tidak bisa mengatakan apa-apa saat ini.

...

Taman kanak-kanak memulai kelas pada jam sembilan, dibutuhkan setengah jam dari villa ke taman kanak-kanak, dan dua puluh menit dari taman kanak-kanak ke kantor Magazine W.

Khawatir akan terlambat, Nurima meminta para pelayan untuk mengemas sarapan mereka dalam kotak penghangat sehingga Ellen dan dua anak kecil bisa makan sepanjang jalan.

Awalnya, Ellen ingin mengemudi mobilnya sendiri, tetapi seseorang menawarkan untuk mengantarnya. Nurima sedikit terkejut. Namun, William bersikeras, jadi Nurima tidak mengatakan apa-apa.

Jadi Ellen sekaligus membawa dua anak kecil itu ke mobilnya.

Untuk menjaga mereka sarapan, Ellen duduk di kursi belakang, di tengah dua kursi pengaman.

Melihat dua anak kecil itu makan, sesekali menyerahkan susu dan mengelap mulut mereka dengan tisu.

William duduk di kursi pengemudi, kedua tangannya menyetir mobil dan mata gelapnya menatap Ellen dan dua anak kecil itu di kursi belakang dari kaca spion. Dia merasakan perasaan penuh yang tidak bisa diungkapkan.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu