Hanya Kamu Hidupku - Bab 126 Ellen, Apa Yang Ingin Kamu Lakukan

Ellen dicium olehnya, hingga terasa bingung, selain menghirup oksigen dari bibirnya, dia sama sekali tidak ingat apapun.

William menempatkannya di ranjang, tubuhnya yang besar juga menekannya, tetapi dengan hati-hati dia menghindari bagian perutnya.

Di saat Ellen berbaring di ranjang yang empuk, ciumannya juga berubah dari angin badai menjadi hujan gerimis.

Ellen hanya terasa seolah-olah dirinya dibungkus oleh tumpukan kapas lembut, dan dirinya juga menjadi lembut yang tak terkatakan.

Dia mendorong naik baju kasualnya, bibirnya yang hangat dan lembut meluncur turun dari dagunya, dan berhenti di perutnya yang masih datar, menciumnya dengan lembut.

Seluruh tubuh Ellen bergetar, matanya yang besar tiba-tiba menjadi jernih, dan menatap pria yang berada di perutnya dengan tidak tenang.

Dan pada saat ini, William naik dan mencium bibirnya.

Dia begitu lembut membuat Ellen merasa tidak kenal dengan pria di depannya ini.

Kemudian, kesadaran Ellen jatuh lagi ke dalam perangkap lembut yang telah disiapkannya.

Setelah sekitar setengah jam kemudian.

Suasana di dalam ruangan menjadi sunyi dan harmonis.

Mereka berdua berbaring di ranjang, William memeluk Ellen dari belakang, dan tangannya yang besar memeluk pinggangnya dari belakang kebetulan menyentuh pada perutnya.

Ellen meletakkan tangan di bibirnya, dan menggigit kuku ibu jarinya dengan lembut. Matanya yang besar kadang-kadang memandangi tangan besar di perutnya.

Malam ini pamannya sangat tidak normal, apakah dia telah mengetahui sesuatu?

“Ellen.”

Telinganya tiba-tiba disentuh, wajah Ellen langsung memerah, dia sedikit memutarkan kepalanya, melihat pada pria yang mengulurkan tangannya.

Mata William terlihat suram, memegang bahu dan pinggang Ellen, lalu membalikkan tubuhnya berhadapan dengannya.

Ellen berbalik, dan seluruh tubuhnya jatuh ke dadanya yang lebar, sepasang tangannya terjepit di antara dada mereka berdua, mengangkat sepasang mata yang jernih dan polos, menatap pada Ellen.

William mendekatinya, mencium alisnya, dan tangannya mengelus rambutnya yang panjang, sudut bibirnya yang tipis terangkat, suasana hatinya terlihat sangat baik.

Ellen mengangkat tangannya dan meletakkannya di bahunya, menatap wajah William yang lembut, “Paman ketiga, apakah ada sesuatu yang membuatmu senang?”

William tersenyum, dan menatap Ellen dengan tatapan lembut dan hangat, terlihat sangat tampan dan sangat enak dipandang, setidaknya sepuluh kali lebih tampan daripada biasanya.

Ellen berpikir dalam hati.

“Ellen, apakah kamu masih ingat apa yang pernah paman katakan padamu?” William berkata sambil memainkan ujung rambut Ellen.

“....... Paman ketiga, banyak sekali yang pernah kamu katakan padaku, maksudmu yang mana?” Ellen berpikir dan berkata.

William tersenyum lembut, dia melepaskan rambutnya, menyentuh wajahnya yang halus, lalu menunjuk di bagian dagunya, berkata, “Kalau ada masalah harus memberitahuku.”

Sebenarnya.

Maksud dari kata-kata William sudah sangat jelas.

Dia jelas sudah tahu Ellen sedang hamil.

Namun Ellen yang biasanya sangat pintar, ketika mendengar perkataannya ini, otaknya malah tidak berputar.

Ellen menatap wajahnya yang lembut, dan mengangguk, “Ya!”

Ya?

Alis William berkerut, William menatap Ellen dengan tatapan penuh senyuman lembut dan kasih sayang, kali ini lebih terus terang lagi, “Apakah kamu ada sesuatu yang ingin memberitahuku?”

Erhhh......

Ellen menatapnya, dan menggelengkan kepalanya.

“.....” William menatap fokus pada wajah Ellen yang merah, dan senyuman di matanya menghilang sedikit demi sedikit.

Pikiran Ellen menjadi kacau, melihat dia seperti ini, dia menjadi bingung.

Bukankah tadi masih baik-baik saja? Masih bercanda!

Mengapa sekarang menjadi suram?

Ellen mengerutkan kening, dan menatap William dengan hati-hati, “Paman ketiga.....”

“Apa benar tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?” William berkata.

“.....” Ellen memandangi wajahnya yang dingin, bulu matanya yang panjang bergetar, dia menggigit bibir bawahnya dan tidak berkata.

Wajah William yang tampan berubah menjadi sangat jelek, dan tatapannya pada Ellen menjadi suram dan tajam, bagaikan seekor harimau ganas yang sedang menahan amarah, dan Ellen adalah mangsa yang akan dia serang berikutnya.

Namun akhirnya, William tidak "menyerang" Ellen, di bawah tatapan Ellen yang ketakutan dan bingung, dia berbalik, turun dari ranjang, dan pergi meninggalkan ruangan tanpa memutar kepala.

Di saat pintu dibanting olehnya, hati Ellen bergemetar, dia merasa pintu kamar seharusnya diganti menjadi besi, kalau tidak, dia tidak tahu kapan pintunya akan rusak dibanting olehnya.

Berbaring menghadap ke arah pintu, mata Ellen bersinar, dia menatap panel pintu kemudian perlahan-lahan memejamkan bulu matanya yang panjang, bulu matanya yang tebal menyembunyikan emosi di bagian bawah matanya, membuat orang tidak dapat mengintip ekspresi di wajahnya.

........

Tiba di hari Sabtu.

Pada hari ini, Ellen diam-diam meminta cuti dengan guru kelas.

Meskipun agak manja meminta izin pada saat ini, namun wali kelas melihat nilai Ellen bagus dan biasanya memiliki sikap belajar yang baik, dia tidak terlalu mempersulitkan Ellen, dia hanya mengatakan beberapa kata untuk membuatnya semangat, contohnya berdasarkan nilai Ellen yang tinggi, dia dapat masuk ke universitas terbaik dalam kota, dan menyuruhnya harus mempertahankannya, kemudian dia mengizinkan permintaan Ellen.

Pagi hari, di ruang makan.

Wlliam dan Ellen tetap duduk di tempat biasanya.

Ellen sedang sarapan, dan William mengerutkan kening meminum kopi, mereka berdua tidak berkomunikasi sama sekali.

Darmi melewati ruang makan, melihat suasana ruang makan yang tenang, dia merasa sangat aneh!

Sebenarnya, suasana aneh ini telah berlangsung selama dua hari.

Dia juga diam-diam bertanya pada Ellen, apakah dia telah melakukan sesuatu dan menyinggung seseorang.

Ellen hanya menggelengkan kepalanya, dan tidak menjelaskannya.

Melihat situasi ini, Darmi tidak terus bertanya.

Namun tidak tahu berapa lama suasana aneh ini akan berlansung.

Darmi menggelengkan kepalanya.

Selesai sarapan, Ellen meletakkan gelas jus yang baru diminumnya, perlahan-lahan mengangkat bulu matanya dan menatap William yang duduk di hadapannya, “Paman ketiga, aku sudah selesai makan.”

“Ya.” William menjawab “ya” tanpa mengangkat kepalanya.

Ellen menatapnya, menggerakkan bibirnya, dan bangkit dari kursi, lalu berjalan keluar dari ruang makan.

Hingga sosok tubuhnya yang kurus benar-benar menghilang di ruang makan, William baru mengalihkan pandangannya dari koran di tangannya ke pintu ruang makan.

........

Seperti biasanya, Suno mengantar Ellen ke sekolah.

Mobil berhenti di gerbang SMA Weiran, Ellen keluar dari mobil dengan membawa tas di pundaknya. Dia berdiri di depan jendela mobil dan melambaikan tangan pada Suno seperti biasanya, berbalik dan berjalan menuju gerbang sekolah.

Setelah melihat Ellen berjalan masuk ke dalam sekolah, Suno baru pergi.

Namun dua menit setelah Suno pergi, Ellen langsung berjalan keluar dari halaman sekolah.

Berjalan ke pinggir jalan, dia mengulurkan tangannya menghentikan taksi dan masuk.

“Anak sekolah, kemana kamu pergi?” Supir taksi menatap Ellen yang mengenakan seragam sekolah, dan bertanya.

Ellen meletakkan tangannya di lutut, menundukkan bulu matanya, dan menjawab dengan suara yang sangat kecil, “Rumah Sakit Yihe.”

“OK.” Supir taksi menyalakan mobil, dan berjalan menuju ke arah rumah sakit Yihe.

Jarak dari sekolah ke Rumah Sakit Yihe agak jauh, membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit, dan sekarang adalah jam kerja, jadi agak macet, mungkin harus membutuhkan waktu lebih dari satu jam.

Tepat di saat macet, ponsel dalam tas Ellen berdering.

Ellen mengeluarkan ponsel dari tas, dia tertegun beberapa detik melihat layar ponsel, lalu mengangkatnya, “Pani.”

“Ellen, mengapa kamu belum datang hari ini? Pelajaran pertama sudah hampir selesai.”

Suara Pani sangat rendah, mungkin dia berada di dalam kelas.

Dan sekarang saatnya belajar.

“Aku minta izin.” Ellen berkata

“.......Minta izin?” Pani terkejut, “Mengapa minta izin?”

“Pergi ke rumah sakit.” Ellen berkata pada Pani.

“Apa?”

“Pani Wilman!”

Terdengar sebuah suara pria yang kasar dari dalam telepon.

Ellen mendengarnya, itu adalah suara guru matematika.

“..... Kamu tunggu sebentar!” Pani berbisik padanya.

Sekitar satu menit kemudian, suara Pani yang keras menerobos mikrofon ponsel, “Ellen, apa yang ingin kamu lakukan?”

“Apaan yang akan aku lakukan?” Ellen berbisik dan melihat sopir taksi yang selalu memandangnya dari kaca spion.

“Ellen, Ellen, aku beritahumu, kamu jangan melakukan hal bodoh, jangan bersikap emosional!” Pani sangat cemas.

“Apa yang kamu katakan?” Ellen mengerutkan kening.

“Ellen, kamu pergi ke rumah sakit mana!” Suara Pani agak terengah-engah.

“.......Yihe.” Ellen berkata.

“Kamu, kamu tunggu di sana! Aku akan datang sekarang.” Pani berkata.

“Tidak perlu, untuk apa kamu datang ke sini? Aku hanya......”

Tetapi sebelum Ellen selesai berkata, Pani langsung menutup telepon.

Ellen, “......” Melihat ponsel dengan bingung , dan belum mengunci layar ponsel, apakah ada kesalahpahaman?

……

Setelah menutup telepon, pikiran Pani dipenuhi masalah Ellen berada di rumah sakit, dia bergegas kembali ke dalam kelas, di bawah perhatian guru matematika dan teman sekelas, dia mengambil tas sekolah di bawah meja, langsung bergegas keluar dari kelas bagaikan hembusan angin.

Guru matematika dan teman sekelasnya, “.......”

Pani bergegas keluar dari sekolah dalam satu menit, dan ketika melihat taksi berhenti di gerbang sekolah, Pani langsung berlari ke arah taksi, setelah penumpang di dalam keluar dari mobil, dia membungkuk dan duduk ke dalam, lalu berkata dengan suara terengah-engah, “Pak supir, pergi..... pergi ke Yihe, Rumah Sakit Yihe, cepat!”

Supir taksi melihatnya seperti begini, dia menyangka sesuatu yang luar biasa terjadi pada keluarga Pani, jadi dia mempercepat kecepatan mobil melaju pergi.

Pani membuka besar matanya duduk di kursi belakang, memegang ponselnya di satu tangan dan menutupi jantungnya yang berdebar kencang dengan tangan lainnya.

Tidak tahu apa yang dia pikirkan, Pani memegang ponselnya, mencari nomor Sumi dan meneleponnya.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu