Hanya Kamu Hidupku - Bab 393 Mencintai Baik Dan Buruk

Nurima menghela nafas berat, matanya menatap Ellen dengan tidak tega, menghembuskan nafas yang panjang dan berkata, “Ellen, sebelum nenek kembali ke kota Rong, masih ada satu hal yang ingin dilakukan.”

“Hal apa?”Ellen bertanya dengan ragu.

“Nenek ingin melihat ayahmu.”ucap Nurima dengan mata merah.

Hati Ellen tiba-tiba sakit.

“Seumur hidup ini nenek paling merasa bersalah pada ayahmu, ketika masih muda ayahmu terpaksa meninggalkan kampung halaman, tidak ada yang membantunya, dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri.”suara Nurima serak, menatap Ellen, seolah melalui Ellen bisa melihat Rainar, “Hidup anakku setipis kertas, tidak memiliki berkat bisa melihatmu tumbuh besar.”

“Nenek.”Ellen memeluk Nurima dengan lembut, “Meskipun ayah pergi jauh meninggalkan kampung halaman, tapi dia tahu kamu selalu merindukannya, jadi di lubuk hatinya, dia tidak kesepian.”

“Dasar anak bodoh, kamu tidak perlu menghibur nenek. Ada beberapa hal yang nenek mengerti.”Nurima membelai punggung Ellen, menghela nafas, “Empat tahun ini aku selalu berpikir ingin menjemput ayahmu pulang, tapi karena tidak ingin keberadaanmu ditemukan oleh keluarga Dilsen, jadi nenek sama sekali tidak bertindak. Dan sekarang, kamu berada di Kota Tong, aku pikir, ayahmu seharusnya lebih ingin tinggal di Kota Tong menemanimu. Nenek sudah datang begitu lama, seharusnya sejak awal pergi melihat ayahmu, tapi di hati nenek selalu ada ketakutan, nenek takut ketika melihat ayahmu, nenek tidak bisa mengontrol emosi.”

“Aku mengerti nenek.”ucap Ellen dengan suara serak.

“Bagus kalau kamu mengerti. Sejak nenek mengantar ayahmu meninggalkan rumah, nenek tidak pernah berhenti merindukan ayahmu, bahkan tidak pernah melupakannya.”ucap Nurima pelan.

“Aku tahu. Aku percaya ayah juga tahu.”

Mata Nurima sembab, tapi perlahan dia tersenyum, “Kamu anak yang baik dan penuh perhatian, sifatmu sama seperti ayahmu.”

“Ehn, aku kan putri ayah, tentu saja aku paling mirip dengannya.”Ellen mengangkat kepalanya dari bahunya dan memandang Nurima.

Nurima mengulurkan tangan membelai rambutnya, “Awalnya aku ingin memintamu membawaku pergi menemui ibumu, tapi setelah dipikir-pikir, sudahlah. Semasa ayahmu hidup tidak pernah bertemu, sekarang ayahmu sudah meninggal, bertemu juga tidak ada artinya. Terlebih, ibumu sekarang memiliki kehidupan sendiri, aku tidak ingin mengganggunya.”

Bulu mata Ellen berkedip cepat dan mengangguk.

……

Keesokan hari, Ellen dan William, menemani Nurima pergi ke kuburan.

Dengan persiapan mental selama sebulan lebih, ketika Nurima melihat batu nisan Rainar, semua persiapan itu tidak berguna, emosi Nurima membludak, meskipun tidak menangis mengeluarkan suara, tapi air matanya seperti terus mengalir seperti hujan deras, bahkan tubuhnya bergetar hebat.

Ellen dan William mau tidak mau harus memapahnya di kiri dan kanan.

Mungkin.

Manusia mencapai usia tertentu, cara mengekspresikan kesedihan juga akan berubah.

Seperti Nurima.

Dia jelasjelas merasakan sakit dan kesedihan, siapa pun bisa melihat betapa sedihnya dia saat ini, tapi dari awal hingga akhir, dia hanya menitikkan air mata, tidak mengeluarkan suara tangisan.

Sebaliknya Ellen yang berdiri di sisinya, menahan suara tangis beberapa kali.

Rasa sakit orang tua mengantar kepergian anaknya, mungkin hanya bisa dirasakan oleh orang yang mengalaminya.

Hingga pada akhirnya Nurima tetap tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya saja sebelum pergi, dia berjongkok di depan batu nisan, dengan tangannya yang gemetar membelai batu nisan yang bahkan tidak memiliki gambar.

Ellen tahu.

Awalnya Nurima memiliki banyak kata-kata yang ingin diucapkan kepada Rainar, tapi karena terlalu sedih dan menyesal, dia tidak bisa mengatakan apa pun.

……

Yang membuat Ellen tidak menyangka adalah setelah keluar dari kuburan, sekali lagi bertemu dengan Vima.

Nurima pernah melihat foto Vima sebelumnya, tapi karena sudah terlalu lama, ditambah dengan tampang Vima setelah operasi plastik banyak mengalami perubahan, ketika melihat Vima, Nurima tidak tahu dia adalah wanita yang menikah dengan putranya dan melahirkan Ellen.

Melihat Ellen dan William berhenti ketika bertemu dengan Vima.

Nurima menatap Ellen dengan curiga.

Ellen sangat tenang, mengalihkan pandangannya dari mata Vima, memandang Nurima dan berkata, “Nenek, ayo kita pergi.”

Nurima merasa aneh, kemudian melihat Vima, ketika hendak mengangguk.

Vima tiba-tiba berjalan cepat di depannya.

Nurima,“……”menatap Vima dengan heran.

Ellen tersenyum mengerutkan kening, memandang Vima.

Wajah William tidak ada ekspresi apa pun.

Lingkaran hitam di mata Vima sangat tebal, dirinya jauh lebih kuyu dari terakhir kali bertemu dengan Ellen.

Dia memandang Ellen, berkata kepada Nurima, “Anda ibunya kak Rainar, benarkan?”

Kak Rainar?

Nurima mengerutkan kening, menatap wajah Vima sebentar, berkata: “Maksudmu Rainar Nie?”

“Ehn.”Vima mengangguk dengan penuh semangat, dan ujung matanya sudah memerah.

Nurima merasa semakin aneh, “Iya aku. Kamu?”

“Aku……”

“Nenek……”

“Aku ibu Ellen.”

Menyadari Ellen ingin menyelanya, Vima tidak sabar meninggikan suaranya, segera memberitahu Nurima.

Ellen mengerutkan bibirnya, memandang Vima, emosi di matanya tidak bisa dibedakan.

Vima menatap Ellen dengan sedih, dan berkata dengan mengesankan kepada Nurima, “Apa kabar, aku ibu Ellen, istri putra Anda Rainar, namaku Vima.”

“Kamu, itu kamu.”

Nurima melepaskan papahan dari Ellen dan William dengan senang, melangkah maju dan memegang tangan Vima, lalu menatapnya dengan tatapan samar.

Melihat Nurima begitu lembut dan akrab pada Vima, Ellen menundukkan kepalanya, tidak mengatakan apa-apa.

Lalu.

Nurima langsung menarik Vima naik ke mobil.

Ellen dan William tidak naik, menunggu di luar mobil.

Khawatir Ellen berdiri kelelahan, William mengulurkan tangan merangkulnya, membiarkan dia bersandar pada dirinya.

Meskipun Ellen berada di luar mobil, tapi hati dan pikirannya berada di dalam mobil.

Dia takut Vima keceplosan mengatakan dia sudah menikah lagi.

Setelah mengunjungi kuburan Rainar suasana hati Nurima memburuk, kalau dia tahu Vima menikah lagi, dia pasti akan turut sedih untuk Rainar.

“Jangan khawatir. Dia tidak akan melakukannya.”ucap William tiba-tiba.

Ellen tertegun, menatapnya.

William menciumnya, meremas wajahnya, dan berbisik: “Berita beberapa hari yang lalu begitu heboh, dia seharusnya tahu keluarga Nie datang ke Kota Tong. Kalau sudah datang, pasti akan datang melihat kuburan ayah. Jadi dia beberapa hari ini seharusnya terus menunggu di sini.”

Ellen mengerutkan bibirnya, “Sebenarnya apa yang dia inginkan?”

“Menurutmu?”tanya William memandangnya.

Ellen dengan cepat mengerutkan alisnya dan menggelengkan kepala.

William menghela nafas dalam-dalam dan memeluknya dalam dekapan, suaranya menjadi semakin lembut, “Tidak mungkin terus menunggu disini memberitahu nenek dia sudah menikah lagi.”

Ellen memandang William, bibirnya bergerak beberapa kali, setiap kali membuat William mengira dia akan mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya, Ellen tidak ingin mengatakan apa pun.

William mengulurkan tangan menggosok kepalanya dengan lembut.

……

Nurima dan Vima pertama kali bertemu, dan pertemuan ini berlangsung selama satu jam lebih.

Setelah berakhir, Nurima secara pribadi mengantarkan Vima turun mobil.

Setelah keluar dari mobil, keduanya berdiri di depan mobil dan berkata “Tidak ingin berpisah”Vima baru berbicara dan berhenti memandang Ellen, lalu naik mobil pergi.

Ketika mobil Vima melaju di depan mereka, Vima mencondongkan tubuh ke luar jendela, berkata kepada Nurima, “Bu, jangan lupa.”

“Iya, iya.”Nurima tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

Alis Ellen dikerutkan hampir tidak bisa rata.

……

Naik mobil dalam perjalanan pulang ke Coral Pavilion.

Setelah Ellen melihat Nurima menyapa dengan Vima, kesedihannya tiba-tiba berkurang, wajahnya mulai membawa senyuman.

Ellen menatapnya sebentar.

Entah kenapa dia tidak bisa menahannya, dan berhati-hati menatap Nurima dan berkata, “Nenek, apa yang dia katakan padamu, yang membuatmu jangan melupakannya?”

Nurima tidak tahu kenapa, tertegun, menatap Ellen dengan bingung, “Kamu menggunakan ‘Dia’untuk memanggil ibumu?”

“……”Ellen perlahan-lahan menggigit bibir bawahnya.

“Ibumu mengundangku makan besok, dan aku sudah menyetujuinya.”ucap Nurima memandang Ellen.

Ellen menatapnya dari dekat, tidak berani menunjukkan ekspresi apa pun, “Oh.”

Nurima masih menatap Ellen, tatapan matanya bingung dan ada perasaan ingin tahu.

Ellen menundukkan kepala, tanpa sadar jari telunjuk Ellen bergesek dengan ibu jari.

“Nenek, sudah ditentukan besok akan bertemu di tempat apa? Kalau belum, biarkan aku yang atur.”ucap William.

Mendengar William berbicara, Nurima mengalihkan tatapannya dari Ellen, tersenyum pada William dan berkata, “Menantuku bilang, nanti malam dia akan meneleponku, memberitahuku lokasinya.”

Menantu? Menelepon?

Ellen tidak bisa menahan diri untuk memandang Nurima, dan berkata dengan pelan, “Nenek, aku ingat kamu dan dia……ibu, pertama kali bertemu, kalian sudah sangat akrab, sampai saling bertukar nomor telepon.”

Nurima tersenyum, bersandar pada kursi, memandang Ellen, “Ibumu tadi membicarakan banyak hal tentang ayahmu. Sudah menyusahkan ibumu masih mengingatnya dengan jelas.”

Ellen mengerti.

Vima memberikan apa yang disukai nenek, menggunakan Rainar untuk menarik hubungannya dengan Nurima.

Nurima mencintai baik dan buruknya.

Ellen tersenyum, senyuman itu sulit dibedakan artiya, “Ternyata kalian di dalam mobil, terus membahas masalah ini.”

“Iya. Meskipun kala itu ayahmu meninggalkan kota Rong, terus menuliskan surat untukku, tapi apa yang bisa dia katakan dalam surat itu terbatas. Ibumu hidup bersama dengan ayahmu, tahu segalanya tentang ayahmu. Semua yang dia bilang padaku, tidak pernah dikatakan Rainar dalam surat. Begitu dia mengatakannya, membuatku semakin ingin mengetahuinya.”ucap Nurima.

Ellen memandang Nurima, dan hatinya merasa sedih.

Hanya dengan mengetahui masa lalu ayah, sudah bisa membuatnya sangat bahagia.

……

Sekembalinya dari pemakaman ke Coral Pavilion, Nurima terus menunggu telepon dari Vima.

Sampai malam setelah makan malam Vima baru menelepon, Nurima duduk dengan gembira di sofa menjawabnya, mereka menelepon selama satu jam.

Ellen melihat kegembiraan Nurima, tapi tidak tahu mengapa, hatinya semakin lama semakin sedih.

……

Keesokan pagi Dorvo tiba di Kota Tong, karena rencana awalnya hari ini menjemput Nurima kembali ke kota Rong.

Tapi karena Nurima akan pergi menemui Vima, waktu kepulangan diubah menjadi sore hari.

Lalu, tepat setelah pukul sebelas, Nurima dengan bahagia pergi Pavillion Ming Yue ditemani oleh William, Ellen dan Dorvo.

Novel Terkait

Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu