Hanya Kamu Hidupku - Bab 47 Jantung Berdebar

Ia mengangkat sudut bibirnya dan berkata sambil tersenyum.

“Oh iya.”

Begitu William berbicara, pandangan Louis dan Gerald yang berpusat pada Ellen langsung berpindah kearah William.

Hansen tertegun sesaat lalu melihat kearah William juga, “Kalau mau bicara cepat, jangan tersendat-sendat seperti itu.”

Louis melirik Hansen dengan sebal, lalu berkata dengan lirih, “Pa, kenapa kamu sentimen sekali pada William?”

“…..Aku, aku mana sentimen sama dia! Dia sendiri yang bicaranya tersendat-sendat seperti itu.” Hansen berkata dengan urat leher yang menjadi begitu tegang.

“Ada atau tidak papa yang tahu sendiri.” Louis menggerutu pelan.

Hansen, “….”

“Ma, aku sudah terbiasa.”

Tadinya Louis tidak berencana bicara, namun William menambahkan ucapan ini sekarang, dalam ucapannya juga terasa seperti sedang menahan beban dan rasa tidak bersalah.

Sudut bibir Hansen mengangkat, lalu matanya memelototi William.

“Pa, coba kamu lihat, William sudah sebesar ini, kamu masih tetap saja sentimen dengannya, apakah papa tidak bisa menjaga perasaannya sedikit, berikan sedikit harga diri untuknya?” Louis melihat kearah Hansen dengan perasaan tidak tega.

Melihat Louis yang menatapnya dengan pandangan seolah dia sudah menganiaya William dengan kejam, Hansen terlihat tidak berdaya, namun kali ini Hansen tidak menjawab, kalau dia meresponnya, maka Louis akan semakin menjadi.

Dia melihat kearah William dengan ketus dan berkata, “Apa yang ingin kau katakan tadi, bisakah kau katakan dengan cepat!”

Bocah satu ini, diluar bermain dengan anak nakal masih kurang, pulang kerumah masih mau menjahilinya juga!

Dasar bocah nakal! Membuat Hansen menggertakkan giginya.

Melihat Louis akan bicara lagi, kali ini William berkata, “Ketika acara pesta nanti kita masih belum menentukan siapa yang akan membawa Ellen masuk keatas panggung.”

William melihat kakeknya agak terdiam sesaat, alis panjangnya mengangkat, “Kakek, menurutmu siapa yang pantas?”

“……” apakah ini masih perlu dipertanyakan? Tentu saja dia yang paling cocok!

Hansen berkata dalam hati.

Namun wajahnya malah menahan harga dirinya, “Yang membawa Ellen masuk ke ruang acara tentu saja orang tuanya. Kamu, Louis, ayahmu semua cocok.”

Semua yang berada disini disebutkan oleh Hansen, hanya dirinya yang tidak ia sebutkan.

Dan ketika Louis dan Gerald mendengar Hansen menyebut nama mereka, alis mereka langsung mengkerut.

Ketika William melihat ini, matanya yang dalam agak mengangkat, namun segera kembali seperti biasa, ia melirik kearah Ellen, lalu berkata dengan lembut, “Ellen, kamu berharap siapa yang mendampingimu?”

Lalu.

Ia mengalihkan pandangannya, lalu kembali lagi padanya.

Ellen malah sudah tidak merasa tidak nyaman seperti tadi, ia mengetatkan bibirnya menerima tatapannya.

“Ellen, kamu ingin siapa yang menggandengmu masuk ke ruang pesta?” Hansen menatap Ellen dengan penuh penantian, tatapannya begitu menggebu-gebu, hanya kurang langsung mengatakan kalau ia ingin Ellen digandeng olehnya saja.

Ellen melihat kearah Gerald dan Louis.

Menyadari pandangannya, Gerald dan Louis mengalihkan pandangannya.

Dan itu artinya sudah jelas sekali mereka tidak ingin Ellen menyebut mereka berdua.

Meskipun Ellen tidak mungkin meminta mereka mendampinginya masuk ke ruang acara, namun melihat ekspresi tidak bersedia Gerald dan Louis yang sama sekali tidak disembunyikan, hatinya terasa begitu perih, namun tidak begitu kuat.

Bagaimanapun rasa tidak suka Gerald dan Louis padanya bukan dimulai beberapa hari ini.

Jadi meskipun Ellen merasa kecewa, namun belum sampai titik tidak bisa diterima.

Dengan berpikir demikian, Ellen melihat kearah Hansen, “Kakek buyut, apakah kakek bersedia?”

“Bersedia, tentu saja kakek buyut bersedia. Haha. Kamu ya, untuk apa bertanya apakah kakek buyut bersedia atau tidak, apakah ini masih perlu ditanyakan? Menurutku, memang harus aku yang kakek buyutmu mendampingimu masuk ke ruang acara.”

Hansen langsung berkata tanpa menutup-nutupi lagi sambil menepuk ringan tangan Ellen.

Bukan hanya ini, Hansen juga melemparkan tatapan penuh kemenangan dan menantang kearah William : Lihat kan, lihat, Ellen paling dekat denganku, kamu Paman ketiga yang tinggal bersamanya terus mau apa, ingin bersaing denganku, berdiri dipinggir dulu sana."

William, “……..”

Melihat Hansen yang begitu senang, seharusnya Ellen senang, namun entah kenapa hatinya malah terasa begitu berat.

……

Rombongan Hansen meninggalkan villa, designer baju datang menyusul sambil membawa gaun pesta untuknya.

Begitu melihat gaunnya, rasa suka Ellen langsung muncul di mata Ellen yang jernih tanpa bisa ia tutupi lagi.

Warna yang paling disukai Ellen adalah pink muda dan kuning muda.

Dan gaun yang dikeluarkan oleh degisner adalah warna pink yang terlihat begitu lembut.

Design bagian dada berbentuk kemben, bahan dasar yang digunakan adalah satin, bagian bawah gaun merupakan rok panjang semi tutu yang terlihat begitu cocok dengan usianya, dan kain katun berbahan wol yang digunakan dibagian ujung gaun paling tidak 10 lapis.

Dan diatas gaun dipenuhi oleh kancing berbentuk bunga berwarna kuning mudan juga pink muda, sangat indah.

Meskipun gaunnya tidak seperti ekspektasi Ellen yang bertema anggun atau angkuh, namun terlihat begitu indah bagai peri, merupakan desain yang paling disukai gadis seusianya.

Tidak diragukan lagi.

Gaun ini meskipun belum dipakai oleh pemiliknya, belum melihat hasil akhirnya pun sudah bisa dibilang sukses.

Dada yang hangat tiba-tiba menempel dari belakangnya.

Membuat punggung Ellen menjadi tegang dan melangkah maju satu langkah.

Namun tidak sampai dua detik, dia kembali mendekat.

Tidak menempel secara langsung, namun Ellen malah merasa ini lebih membuat panas daripada menempel langsung, pipinya langsung memerah, jamtungnya berdegup kencang.

Dia tidak melangkah maju lagi karena dia tahu, dia pasti akan mendekat lagi.

“Suka tidak?” suara William yang begitu seksi sampai bisa membuat wanita yang mendengarnya hamil seketika.

Daun telinga Ellen juga ikut memerah, matanya yang jernih bagai kristal melihat gaun dan mengangguk. Tangannya yang lebar dan hangat menempel di pinggangnya.

Nafas Ellen terhenti dan langsung menghindar.

Namun ia berkata, “Coba pakai, lihat pas atau tidak.”

William mendorongnya dari belakang sambil berkata.

Wajah Ellen agak bergetar, sepertinya tadi dia terlalu sensitif, sebenarnya dia tadi ingin menyuruhnya untuk pergi mencoba gaunnya, dan bukannya………..

Begitu berpikir demikian, nafas Ellen baru bisa lebih lancar.

……

Susah payah ia mengenakan gaun itu dikamar, namun resleting di punggungnya tidak bisa ia tarik meskipun sudah ia coba berkali-kali.

Ellen dibuat berkeringat oleh gerakan ini.

“Ellen, sudah belum?”

Suara seseorang terdengar dari luar kamar.

Ellen hanya cemberut tanpa ingin mengatakan apapun.

“Ellen.”

Sang pria memanggil sekali lagi.

Ellen menarik nafas dan berkata dengan murung, “Belum.”

Suara diluar terhenti, lalu bersuara lagi, “Perlu bantuan?”

Ellen berfikir sejenak, karena merasa sungguh tidak berdaya dengan resleting gaun ini, ia pun berkata, “Paman Ketiga, tolong panggilkan Bibi Darmi.”

“… ok.”

Setelah tahu William memanggil Darmi.

Ellen menyerah untuk menarik resletingnya lagi, ia langsung duduk diranjang dan menunggu.

Namun tidak sampai dua detik, Ellen baru duduk sudah berdiri lagi, ia menoleh melihat bagian gaun yang ia duduki.

Melihat bagian yang ia duduki, ada satu dua bunga yang gepeng didudukinya.

Ellen merasa sayang, ia segera mengulurkan tangan dan memperbaiki posisi bunga itu.

Gaun ini begini indah, dia tidak akan membiarkan gaun ini menjadi cacat sebelum acara pesta ulang tahunnya. ( dengan wajah serius )

Tokk.. tokk…

Pintu diketuk dari luar.

Ellen mengira itu Darmi, memegang gaunnya untuk menjaganya agar tidak jatuh, takut langkahnya tidak hati-hati menginjak gaunnya, sehingga Ellen berjalan dengan pelan dan hati-hati.

Ketika berjalan sampai depan pintu, Ellen langsung membuka kunci dan membuka pintu kamar, “Bibi Darmi, cepat, Paman Ketiga…….”

Ellen terkejut.

Tadinya dia mengira yang berdiri didepan pintu adalah Darmi, namun siapa yang menyangka malah Paman Ketiganya!

Ketika William melihat Ellen, tatapan matanya yang dingin terlihat begitu serius, ekspresinya juga tidak berubah, nada bicaranya juga terdengar begitu ramah, “Aku tidak menemukan Bibi Darmi.”

“Tidak ada? Bibi Darmi sedang keluar?” Ellen mengkerutkan bibir dengan khawatir.

Tatapan mata William tertuju pada tangan Ellen yang berada didepan dadanya, lalu berkata dengan lembut, “Aku bisa.”

“…….” Ellen tercengang sesaat, matanya yang besar dan hitam membelalak besar menatapnya.

“Aku bisa bantu.” William berkata, lalu berjalan masuk, meskipun Ellen ingin menahannya juga sudah tidak bisa lagi.

Ellen melihat William yang berjalan masuk ke dalam kamar dengan wajah merah.

Lengan kemeja hitam William digulung sampai sikut, memeprlihatkan kedua lengannya yang berwarna kecoklatan dan kekar, kedua tangannya dimasukkan kedalam kantung celana di kedua sisinya, berdiri disana, lalu menatapnya menggunakan kedua matanya yang hitam juga jernih dengan tenang.

Gaun yang dikenakan Ellen merupakan gaun yang menonjolkan bagian bahu pemiliknya, bahu Ellen yang berwarna putih merona dipadukan dengan warna dasar gaun yang berwarna pink lembut terlihat begitu selaras.

“Apa yang harus kulakukan?” William berkata.

“……”

Kalau dulu, meskipun Ellen malu, tapi mungkin saja akan meminta bantuannya.

Namun sekarang…. Bagaimana mungkin memintanya membantunya menarik resleting yang terlihat begitu penuh maksud ini!

Ellen masih belum menemukan alasan menolak yang pas, dia sudah melangkah mendekatinya.

Ellen terasa begitu tegang, matanya yang besar tidak lepas dari William sampai terasa bergetar.

William berjalan kehadapannya, mengeluarkan tangannya yang berada dikantung celananya, satu tangannya langsung menekan bahu Ellen yang telanjang, telapak tangannya bagaikan api yang membakar bahu Ellen sampai gemetaran.

Namun William seolah tidak merasakan getarannya, kelima jarinya mengencang, menekan bahunya yang bulat dan memnariknya maju.

Ellen seperti merasa jantungnya rusak.

Kalau tidak bagaimana mungkin jantungnya bisa berdetak dengan begitu cepat!

dalam satu lirikannya, tangannya dia yang lainnya sudah menuju bahunya yang satu lagi.

Punggung Ellen langsung menjadi tegang juga lurus.

Merasakan hawa panas yang menjalar dari pinggang menuju punggungnya yang telanjang, lalu berhenti di posisi resleting yang sulit ia naikkan.

Sekujur tubuh Ellen begitu kaku.

Resleting meluncur naik menimbulkan suara gesekan, bahkan tangannya yang menyentuh kulitnya entah disengaja atau tidak, semua membuat Ellen tidak tahu harus berbuat apa, ia begitu tegang dan kebingungan, hatinya terus bergetar……

Resleting sudah dinaikkan, namun tangannya tidak langsung terlepas, malah berhenti di punggungnya.

Ellen menundukkan matanya, sekujur tubuhnya gemetar tidak terkendali, meskipun dia sudah berusaha untuk mengendalikannya.

William hanya menatapnya, dan tatapannya bagaikan bara api yang menembus relung hati.

Ellen tidak tahan dengan posisi yang berjarak begitu dekat dengannya, juga tidak tahan dengan tatapannya yang begitu panas, dia perlahan menggerakkan bahunya, berusaha menjaga jarak dengannya.

“Ellen.”

Dia tiba-tiba memanggilnya.

Gerakan kaki Ellen yang hendak berbalik terhenti, ia refleks mengangkat kepala dan menatapnya.

Dan bibirnya mendekat tepat ketika ia menengadahkan kepalanya.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu