Hanya Kamu Hidupku - Bab 509 Perlihatkan Padaku Milik Dirimu

Pani merebah di atas punggung Sumi dengan senyum indah di wajahnya, tapi dia memiringkan kepalanya melihat keringat perlahan mengalir ke bawah dahi Sumi, yang membuat pandangannya sedikit kabur.

Tatapan seperti ini, seperti memandang kekasihnya yang sudah berpisah sejak lama.

Pani memiliki perasaan linglung, pemilik punggung yang lebar dan gigih yang membawanya dari kehidupan sebelumnya ke kehidupan ini, adalah orang yang sama, dan pria ini bernama Sumi.

Pani perlahan-lahan menyandarkan wajahnya ke bahu Sumi, mengulurkan satu tangannya membantu Sumi menyeka keringat yang mengalir di wajahnya, lalu tanpa sengaja menyaksikan kelembutan yang terpancar dari tatapannya, yang lebih menyilaukan dari sebelumnya.

Sumi terus menggendongnya di punggungnya, dan langkahnya melambat tanpa sadar, dia tiba-tiba berkata dengan lembut, “Pani, kita seharusnya pernah bersama di kehidupan kita sebelumnya.”

Hati Pani tiba-tiba bergejolak.

Dia tahu karena apa, karena kebetulan saat ini mereka memiliki pemikiran yang sama.

Pani menarik nafas dalam-dalam, bibir merahnya mendekati wajah sampingnya, dan menciumnya dengan hati-hati.

Bibir tipis Sumi tersenyum naik, tiba-tiba dia mempercepat langkahnya dan bergegas menaiki tangga.

Pani berteriak dalam hatinya, setengah ketakutan, dan setengah ceria!

Frans dan ketiga teman lainnya yang mengikuti dari belakang, wajah mereka bergerak-gerak: Si Sumi tua itu sudah gila! Apakah dirinya sudah lupa dia sudah berusia tiga puluh tahun!

Frans dan ketiga teman lainnya berhenti pada saat yang sama.

Sami memandang Frans dan Ethan, lalu mencemberutkan bibirnya, “Kenapa kalian masih belum jalan?”

“Terlalu memalukan!” ucap Frans dan Ethan serentak.

Samir sedikit terdiam, lalu mengiyakan dengan keras “Um”.

……

Sekumpulan orang ini akhirnya sampai ke puncak gunung dan berdiri di atas gunung, angin panas berhembus ke sana kemari, beberapa orang yang awalnya berencana untuk bersantai, pada saat ini tidak tahan dengan cuaca panas, begitu angin berhembus, beberapa orang ini segera berbalik dan naik kereta gunung untuk menuruni gunung.

Sesampai di resort, sudah pukul tiga sore lebih.

Ketika sekumpulan orang ini kembali ke resort, hal pertama yang mereka lakukan adalah mandi dan mengganti pakaian.

Pani takut Sumi akan berebut kamar mandi dengannya, sesampai di kamar dia segera masuk ke kamar mandi, menguasai kamar mandi itu.

Sumi yang melihat Pani berlari ke kamar mandi seperti hembusan angin, dia tidak tergesa-gesa mengikuti, dan sebagai gantinya, dia berdiri di dalam kamar, perlahan-lahan membuka kancing dan ikat pinggangnya, tanpa segan melepaskan seluruh pakaiannya hanya menyisakan celana dalam, dan tanpa malu menunjukkan seluruh tubuhnya yang berkeringat!

Sumi melihat jam, melihat Pani masuk ke dalam kamar mandi sudah 15 menit, suara lembut wanita ini terdengar dari dalam kamar mandi, “Sumi, apakah kamu ada?”

Sumi tidak melihat ke kamar mandi, dan mendengus dengan pelan.

“Sumi, Sumi……”

Suara itu meninggi.

Sumi menyipitkan matanya dan melirik ke kamar mandi.

Sepuluh detik berlalu.

Phaa taa……

Pintu kamar mandi dibuka dari dalam, dan dorong dari luar.

Sekitar empat sampai lima detik sebelum pintu terbuka dari dalam, sesosok gadis cantik terbungkus handuk kecil muncul di depan hadapan Sumi.

Mata Sumi tiba-tiba cekung ke dalam, menatap sosok itu dengan seksama, jakun pria yang keras tanpa sadar bergerak naik turun dengan lembut.

Gadis kecil yang muncul di pintu kamar mandi itu langsung terpana ketika dia melihat pria itu hampir telanjang, dan dalam sekejap kedua matanya membelalak besar.

Sumi diam-diam menarik nafas, memaksa dirinya untuk berpaling, dan berjalan menuju kamar mandi seperti biasa dan berkata, “Kalau sudah selesai mandi keluar, untuk apa berdiri di depan pintu?”

Pani tertegun menatapnya, kedua bola mata hitamnya terus melihat delapan otot perut Sumi……

Ketika Sumi melangkah ke hadapannya, sepasang mata Pani masih tidak mau mangalihkan pandangan.

Sumi menatapnya, tatapannya yang mendalam hampir saja memancarkan cahaya, dan berkata, “Sepasang matamu itu melihat kemana? Cepat minggir!”

Pani mengencangkan bibirnya, menggerakkan matanya secara mekanis, dan melangkah bergerak ke samping.

Sumi mengerutkan kening, menatap Pani sedikit “Menjijikkan”, “Masih kecil, pikirannya sudah penuh dengan cabul!”

Cabul……

Wajah Pani memerah, dia menjilat bibirnya yang kering, dan bergumam dengan suara pelan, “Ini naluri orang suka melihat hal-hal yang indah, apanya pikiran cabul, aku hanya melihat……”

Sumi berdiri diam, menatap Pani, “Apakah enak dilihat?”

Wajah Pani memerah menunjukkan rasa malu, lalu bibirnya menegang, berpura-pura memalingkan wajah ke samping, “Sangat biasa saja!”

“……”Sumi hampir tersedak!

Dirinya yang seperti ini disebut “Sangat biasa”? penglihatan yang buruk!

Sumi menyipitkan mata, mengulurkan tangan memegang handuk mandi Pani, “Perlihatkan padaku milikmu, mari kita lihat milikmu yang biasa atau sangat biasa!”

“Aaa……jangan, Sumi, jangan tarik, kalau ditarik lagi lepas! AAAAaaaa……tolong, tangkap hidung belang, AAAAAaaaaa……” Pani tersipu malu merebut handuk mandi yang dipegang Sumi, dan berteriak keras.

Sumi tertawa senang, lalu melepaskannya, dan menatapnya dengan senyum di matanya, “Diam, sungguh tidak enak didengar!”

Pani memeluk handuk mandinya dengan erat-erat dan menatap Sumi dengan mata berair, dan penuh waspada.

Sumi memalingkan tatapannya, “Tunggu aku keluar, setelah itu akan membawamu makan di bawah!”

Pani memalingkan matanya, dan menyetujuinya.

Lalu, Sumi datang ke hadapan Pani bak seorang super model lalu berbalik, meninggalkan Pani dengan punggung yang tajam, pantat yang kaku, dan dua kaki yang ramping dan lurus.

Pani tidak bisa tidak menarik nafas dalam-dalam, dan matanya terus menatap lurus.

Dia curiga pria tua ini sengaja berpakaian seperti ini, sengaja menolak pergi ke kamar mandi untuk mandi, hanya untuk …… menggodanya!

Pani dengan lembut menutup matanya, menepuk dadanya, dan perlahan-lahan menhembuskan nafas yang ditariknya, “Untung saja, tingkat konsentrasiku sangat bagus. Kalau saja tidak bisa menahan diri dan membuat kesalahan, pria tua yang tidak tahu malu ini pasti akan meminta pertanggung jawabannya!”

……

Hari ketiga di kota kuno.

Ethan dan Frans mengakhiri liburan mereka lebih awal karena ada urusan, dan kembali ke Kota Tong.

Samir tidak ingin menjadi orang ketiga yang bersinar terang, jadi dia pergi dengan bijak.

Setelah mengantar Ethan dan lainnya meninggalkan kota kuno.

Sumi menggandeng tangan Pani berjalan di sepanjang jalan kota kuno dan tenang.

Setelah sekian lama.

Pani masih bisa memikirkan angin pagi itu yang dingin dan menyegarkan.

Udara segar dan manis.

Menggandeng tangan prianya yang besar, hangat, dan kuat.

Seolah-olah selalu bisa menuntunnya hingga tua, sampai akhir hayat.

“Paman Sumi, aku foto dirimu.”

Melewati dinding dengan tanaman merambat hijau, Pani tiba-tiba berimajinasi dan memiringkan kepala menatap Sumi.

Sumi menggelengkan kepala, “Tidak!”

“Kenapa tidak mau foto? Pemandangan di sini sangat bagus dengan latar yang masih alami, sangat disayangkan kalau tidak mengambil gambar di sini. Ayolah?”

Pani menarik Sumi dan menggoyangkan tangannya dengan keras.

Sumi menatap Pani.

Dia tidak suka berfoto, meskipun dia difoto sepanjang waktu.

Tapi Sumi memegang tangan Pani dengan erat dan menyetujuinya.

Pani menginstruksikannya untuk berdiri di depan dinding dan memintanya berpose dengan Norak.

Pada saat itu, Sumi memalingkan wajahnya dan memasukkan tangannya ke saku celananya. Dia memandang Pani dengan marah dan berkata, “Jangan keterlaluan, kalau mau cepat difoto, kalau tidak ya sudah!”

“Foto foto foto!”

Pani menenangkan pria marah itu, mengeluarkan hp, dan mengambil fotonya dengan cepat.

……

Setelah Pani mengambil foto, Sumi yang masih hidup diabaikan.

Pani terus melihat foto itu dan tertawa.

Sumi malas mempedulikannya, dia berjalan di samping dengan santai, tapi sudut matanya tertuju pada Pani, karena takut dia akan menabrak orang di jalan atau terjatuh.

……

Keduanya berjalan kembali ke resort, sudah pukul 10:30.

“Apakah sudah cukup melihatnya?”

Sumi melihat Pani masih memegang foto itu, seperti orang bodoh, hingga dia tidak bisa berkata apa-apa.

“Sudah cukup!”Pani tersenyum, senyuman itu seperti rubah yang pamer, lalu dengan hati-hati meletakkan handphone di saku celana jins-nya.

Melihat dia akhirnya mau menyimpan Handphone, Sumi mengulurkan tangan memegang tangannya dengan erat.

Pani dengan manis melirik tangan yang dipegangnya, membuka mulutnya dan hendak mengatakan sesuatu.

“Sumi, Pani kalian sudah kembali.” ucap Linsan berjalan mendekat dan berkata sambil tersenyum pada keduanya.

Pani menutup bibirnya dan memiringkan kepalanya melihat Linsan.

Dia baru menyadari, celemek yang mengitari gaun putih Linsan, serta gelang yang ada di pergelangan tangannya semuanya telah dilepas.

Rambut pendeknya juga diikat ke bulat ke atas, terlihat bersih, segar dan lembut.

Pani tanpa sadar memandang Sumi.

Sekilas, kebetulan menatap tatapannya yang mendalam.

Hati Pani bergetar, dia hanya bisa berpura-pura tidak melihatnya dan menyeringai.

Sumi menggerakkan alisnya, meremas tangan Pani, mengalihkan pandangannya dari Pani, ke arah Linsan, “Ya.”

Dengan sengaja atau tidak sengaja Linsan melirik kedua tangan Sumi dan Pani, lalu tersenyum, dan berkata, “Nanti siang mari makan bersama, aku yang masak. Hmm, tidak boleh menolak!”

Sumi memandang Pani, “Kamu sudah bertahun-tahun tidak masak,kan? Kenapa hari ini ingin masak?”

Pani pura-pura tidak mendengar kata-kata Sumi.

Dia tidak ingin tahu sedikit pun, tidak ingin mengetahui masalah yang terjadi di antara mereka, mereka saling mengenal sejak dulu.

“Tidak juga, hanya tiba-tiba ingin memasak saja.” ucap Linsan.

Sumi mengangguk, “Oke.”

Pani mengerutkan kening.

Linsan tersenyum, menatap Pani dan berkata, “Baiklah, kalau begitu aku pergi menyiapkannya, kalian istirahat lebih dulu, nanti setelah matang aku akan memanggil kalian.”

Sumi kembali menganggukkan kepala.

Linsan berbalik dan berjalan ke arah restoran.

Pani melirik ke arah Linsan menghilang dengan sudut matanya, sampai perlahan bulu matanya tertutup.

Sumi menggandengnya berjalan ke lift, “Apakah kita perlu tinggal di sini selama dua atau tiga hari lagi, apakah masih ada tempat yang ingin dikunjungi, sore nanti atau besok aku akan menemanimu pergi.”

Pani menundukkan kepala, “Tidak ada tempat yang ingin dikunjungi.”

Sumi meliriknya dan berkata dengan pelan, “Pikirkanlah, dan katakan padaku ketika kamu sudah memikirkannya.”

“Iya.”jawab Pani.

Sumi menutup bibir tipisnya dan memandang Pani.

Pergi ke lantai tiga, ke kamar dua orang ini.

Pani hendak menarik tangannya dari Sumi, pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Namun, Sumi meraih tangannya dengan cepat dan menarik tubuhnya ke arahnya. Dan tangan yang lain memegang bahunya, menundukkan kepala, dan menatap Pani dari jarak dekat. Ada sedikit kegelisahan dalam suaranya yang lembut, “Tidak senang?”

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu