Hanya Kamu Hidupku - Bab 326 Suamiku, Kamu Lelah Tidak

Dalam pikirannya hanya menggema satu kata : Ellen tidak mati, dia tidak mati……

Mila mengantar Vania dan Gerald ke rumah utama, dia berencana langsung pergi, namun ketika melihat Vania dan Gerald yang turun dan berjalan kearah pekarangan, entah kenapa, ia memutuskan untuk turun dari mobil.

Sejak tahu Ellen masih hidup, Vania terus berada dalam kondisi linglung.

Ketika melangkah melewati pintu, tiba-tiba Vania bergumam, “Kalau Ellen masih hidup, maka semua menjadi masuk akan. Dia tidak suka padaku, namun tidak pernah bilang tidak ingin menikahiku. Tapi ketika itu ia mengatakan padaku kalau dia tidak bisa menikahiku! Ternyata penyebabnya ada disini, ada pada Ellen!”

“Ellen sudah mati, hatinya juga mati. Sehingga meskipun tidak menyukaiku, dia juga tidak akan menyukai orang lain. Demi keuntungan keluarga menikahiku, merupakan pilihan karena ketidak berdayaannya. Karena dia tidak punya alasan lain juga dorongan lain untuk menolak pernikahan yang bisa membawakan keuntungan besar bagi keluarganya.”

“Tapi Ellen kembali dalam keadaan hidup, dia sudah bertemu. Dia jadi punya alasan lagi, punya harapan. Dia sudah menyesal, dia sudah tidak ingin mengorbankan pernikahannya demi keuntungan lagi. Karena dia menginginkan Ellen, ingin Ellen menjadi istrinya!”

“Hahaha…………. Bintang Hamid, perhitunganmu sungguh hebat!”

respon Gerald sedikit lama, Vania dalam waktu yang begitu singat mengatakan begiu banyak hal, membuatnya sedikit bingung, hanya bisa menatapnya.

Mila berdiri tidak jauh dibelakang mereka, mendengar apa yang dikatakan Vania, hatinya langsung menjadi cemas.

“Sudah seperti itu, Ellen masih tidak mati!” Vania perlahan menoleh melihat Gerald, wajahnya pucat, namun matanya begitu merah, terlihat kekejaman juga kebencian, ia berkata dengan tegas satu kata demi satu kata, “Tapi, bisa menghindar dari malapetaka satu kali disebut beruntung, namun lain kali? Apakah dia masih bisa menghindar!”

“Vania!”

vania baru mengatakan ini, wajah Mila langsung menjadi begitu tegas, ia berkata dengan nada yang dingin dan keras.

Membuat Vania tersentak.

Kelihatannya dia sama sekali tidak memperhatikan kalau dibelakangnya ada Mila.

Tiba-tiba ia membelalakkan mata sambil menoleh kebelakang melihat kearah Mila.

Ketika melihat wajah marahb Mila, Vania menarik nafas, “kakak kedua……”

“Bagaimana hatimu bisa sejahat itu?” Mila menatapnya dengan penuh amarah, “Ellen besar dikeluarga kita, dia adalah keluarga kita juga, sekarang dia masih hidup, kamu bukannya merasa senang, malah menyumpahinya, apakah kamu masih punya hati nurani?”

Alis Vania berkedut, melangkah keluar dengan wajah pucat bagaikan kertas, ia berjalan kehadapan Mila dengan cepat, menggenggam tangannya, berkata dengan panic, “Kakak kedua, aku bukannya ingin menyumpahi Ellen, kamu salah paham padaku.”

“Salah paham atau bukan, kamu yang tahu dengan jelas!”

Mila langsung menarik tangannya, menatapnya dengan tatapan yang begitu dingin, “Vania, meskipun kamu adalah adik kandungku, namun dalam hatiku, Ellen sama pentingnya denganmu. Kalau kamu berani melakukan hal yang bisa menyakitinya lagi, aku oranng pertama yang tidak akan melepaskanmu!”

“Kakak, kakak, kamu benar-benar salah paham padaku! Bagaimana mungkin aku melakukan hal yang bisa menyakiti Ellen? Kamu memahamiku, aku ini orang yang bicara buruk, namun dalam hati tidak pernah ingin melukai siapapun. Kakak kedua, percayalah padaku!” Vania menatap Mila dengan mata memerah, berkata dengan nada tercekat.

Mata Mila menyipit, “Sebaiknya aku benar-benar salah paham!”

setelah mengatakannya, Mila melirik kearah Gerald yang hanya berdiri didepan pintu dna menatapnya dengan hening, senyum dingin tersungging dibibirnya sesaat, lalu berbalik ke arah mobil, mengendarai mobilnya meninggalkan rumah utama.

Melihat mobil Mila yang sudah sepenuhnya menghilang diujung jalan, tubuh Vania yang tegang karena panic, kembali normal dengan cepat.

Vania mengulurkan tangan untuk menghapus airmatanya, berbalik, menatap Gerald dengan tatapan penuh ancaman.

Vania yang seperti ini, membuat Gerald teringat pada seorang wanita lainnya.

Dia juga selalu menatapnya dengan tatapan yang begitu dingin dan penuh kebencian, membuat hati Gerald begitu sakit dan perih, kedua matanya memerah, mengulurkan tangannya berusaha menggapai Vania.

Vania menundukkan kepala, hatinya yang begitu hampa, akhirnya merasakan secercah harapan dan rasa haru.

Mungkin didunia ini, yang benar-benar tulus padanya, hanya dia seorang.

……

Akhir pekan kedua.

William benar-benar mengundang Mila dan Demian untuk makan bersama dirumahnya.

Demian dan Mila sudah memutuskan untuk berangkat malam harinya sehingga acara makan bersamanya diadakan pada siang hari.

Begitu Demian dan Mila datang, mereka langsung mengajak kedua ponakan mereka bermain, mereka terlihat begitu menyukai kedua ponakan ini.

Biasanya sikap Tino dan Nino begitu angkuh dan dingin, begitu bertemu dengan orang tua yang benar-benar menyukai mereka, mereka malah begitu menurut dan menjadi begitu imut, satu per satu berlomba mengambil hati orang itu.

Tidak ada ‘orang lain’, makan siang kali ini berlangsung begitu menyenangkan dan santai.

Setelah makan siang, mereka bersama-sama berkeliling pekarangan sambil mengobrol dengan santai.

William dan Demian berjalan dikedua sisi Hansen.

Tino dan Nino berlompatan dengan riang gembira.

Sementara Ellen menggandeng tangan Mila mengobrol dan berjalan dengan santai.

Ketika sedang mengobrol, Mila tiba-tiba menggenggam tangan Ellen yang menggenggamnya, berkata dengan lirih, “Ellen, seberapa besar pun kemampuan William, namun dia tetap manusia biasa, tentu saja ada hal yang mungkin terlewatkan olehnya. Sehingga apa yang tidak bisa dihandle oleh William, kamu harus menjaga dirimu dengan baik, jangan sampai ada kesempatan untuk orang yang berniat tidak baik padamu.”

Pandangan Ellen langsung bergetar, ia mengalihkan pandangan kearah Mila, “Kakak kedua, apakah kamu mengetahui sesuatu?”

“Kakak kedua lama berada diluar, sepanjang tahun hanya pulang untuk beberapa kali, mengenai rumah, mengenai kalian, meskipun punya keinginan untuk menjaga kalian tapi tidak punya kemampuan untuk itu. Kali ini mama… juga cukup mengejutkanku. Bagaimana pun dulu tidak pernah menyangka mama bisa berpikiran begitu buntu. Hatiku… rasanya cukup sakit.”

Mila tidak menjawab pertanyaan Ellen, malah berkata, “Ellen, setelah kejadian kali ini, kakak kedua hanya bisa berjanji, kelak aku akan berusaha meluangkan lebih banyak waktu untuk menengok kalian. Beberapa tahun ini terjadi begitu banyak hal buruk didalam keluarga kita, kakak kedua berharap, tidak perduli perubahan apapun yang terajdi didalam keluarga kita, kita sekeluarga harus baik-baik saja.”

“Kakak kedua tenang saja, disini ada aku dan dia.” Ellen tersenyum padanya.

Mila mengulurkan tangan mengelus kepalanya, tatapannya begitu lembut, “Ellen bodoh, masalah lainnya serahkan saja pada William, sementara kamu, berusahalah untuk melindungi dirimu, jangan biarkan dirimu mengalami kesulitan. Asalkan kamu baik-baik saja, maka William juga akan baik-baik saja.”

Ellen tidak kuasa menahan diri untuk menoleh kearah seseorang, wajahnya memerah.

Mila melihat pandangan Ellen terhadap William, ekspresi penuh cinta, terlihat begitu manis dan indah.

Pertimbangan yang selalu mengganjal dihati Mila sekejap menghilang.

Dia terus khawatir, Ellen bukan menjalin hubungan karena benar-benar menyukai William.

Namun sekarang rasanya tidak ada sedikit pun rasa terpaksa dalam tatapan mata Ellen.

Keduanya jelas-jelas saling mencintai.

Mila menyipitkan mata, melihat kedepan, menahan Ellen berdiri diam ditempat.

Ellen tercengan, menatap Mila dengan matanya yang besar dan jernih.

Ekspresi wajah Mila begitu tegas, “Ellen, ada dua hal yang ingin kakak kedua katakan padamu.”

Hati Ellen bergetar, kedua mata yang menatap Mila juga menjadi serius.

……

Setelah jam 4 sore, William membawa keluarganya untuk mengantar Mila dan Demian.

Selanjutnya Hensen membawa Tino dan Nino kembali ke villa.

William merentangkan lengannya dan merangkul Ellen kedalam pelukannya, menundukkan wajahnya menatapnya, bertanya dengan suara ringan, “Apa yang kakak kedua katakan padamu?”

Bulu mata Ellen yang panjang bergerak dengan cepat, lalu mengangkat pandangannya, menatap William sambil tersenyum, “Urusan gadis kamu juga mau tahu?”

“Gadis apanya? Kamu itu istriku. Semua yangberhubungan denganmu aku ingin mengetahuinya.” William mencubit dagu Ellen, berkata sambil mengangkat alisnya.

Bibir Ellen mengkerut perlahan, menurunkan tangan besarnya dari dagunya, “Kakak kedua tidak mengatakan apapun padaku.”

“Tidak mengatakan apapun, bisa mengobrol begitu lama?” William selalu begitu seksama kalau berhubungan dengan Ellen, segala hal pasti harus ia tanya sampai keakarnya.

Hati Ellen terasa begitu hangat, mengulurkan tangan merangkulnya kembali, tubuhnya yang gemulai melekat pada tubuhnya, suaranya begitu lembut, “Kejadian mama meminum obat tidur membuat kakak kedua begitu terkejut, kakak kedua harus bekerja, namun juga tidak tenang pada keadaan mama, sehingga berpesan sedikit hal padaku. Ia memintaku untuk lebih sering menengok mama, menemaninya.”

Milla tidak tenang dengan keadaan Louis dan berpesan pada Ellen adalah hal sangat masuk diakal.

William mengetatkan bibir tipisnya, menatap Ellen, “Aku akan lebih meluangkan waktu untuk urusan mama, kamu jaga dirimu dengan baik, asalkan tidak membiarkan orang lain menyakitimu saja sudah cukup.”

Ellen mendengar ini, mengangkat alis dan berkata, “Apakah aku segitu gampangnya diganggu? Kamu selalu mengatakan hal itu.”

“Hm, aku khawatir.” William menundukkan wajahnya mengecup keningnya yang putih bersih.

Ellen menatapnya dengan mata berbinar, “Suamiku, kamu lelah tidak?”

William menatap Ellen dengan wajah bingung.

Ellen berjinjit, kedua tangannya merangkul lehernya, “Kamu harus mengurus Group Dilsen yang begitu besar, juga harus mengurusku, mengurus Tino dan Nino, mengurus, kakek juga mama, apakah kamu tidak merasa lelah?”

William menatap mata Ellen yang memandanganya dengan tatapan tidak tega, senyum mengembang di bibirnya, “Yang lainnya tidak terasa lelah, hanya saja ketika menghadapimu terasa sedikit.”

Ellen mengkerutkan alis, wajahnya terlihat begitu bersalah, “Aku terlalu tidak berguna ya?”

Hati William terasa begitu sakit, merangkulnya erat, hidungnya yang mancung menyentuh hidung kecilnya, “Memang cukup tidak berguna. Baru satu dua kali saja sudah mendesah tidak karuan, sakit, mau mati rasanya……….”

“William!”

wajah kecil Ellen menjadi begitu merah, matanya memelototi William dengan begitu kesal, “Aku serius! Kamu tidak merasa keterlaluan?!”

“Hehe.”

William tertawa terkekeh, hidungnya menekan hidung Ellen dengan tiba-tiba, seiring dengan aroma nafas yang menyentuh wajahnya, ciuman medarat juga dibibirnya, bola matanya yang hitam terlihat cukup naka, berkata dengan suara serak, “Di villa ada ruang fitness, kalau tidak ingin terus menjadi tidak berguna, setiap hari pergilah kesana untuk berlatih beberapa jam. Agar setiap kali bisa lebih kuat.”

Ellen kesal sampai membuka mulut ingin bicara, namun Wiliam malah memanfaatkan kesempatan ini untuk memasukkan seluruh nafasnya kedalam mulutnya.

Ellen dibungkam sampai tidak bisa mengatakan apapun.

Setelah William puas menciuminya, ia baru menjauh dari bibirnya.

Bibir keduanya sampai begitu merah bahkan sedikit bengkak.

Mata Ellen yang lembab menatapnya sayu, menghela nafas panjang sambil berkata dengan suara parau, “Bisa-bisanya malah memutar balik fakta!”

Dia masih mengatakan dia tidak kuat, setiap kali paling tidak dua kali, dan setiap kalinya membuatnya setengah mati menerimanya.

Sekarang sudah bekerja jauh lebih mendingan, satu minggu paling hanya 3 sampai 4 kali, kalau dulu setiap hari…..

Sudah seperti itu dia harus lebih kuat seperti apa?

Ellen memikirkan dirinya yang mengatakan dirinya tidak kuat, hatinya merasa kesal, ia menggigit bibir bawahnya yang agak bengakk dengan kesal, lalu berjinjit untuk menginjak kakinya.

Namun William bagaikan bisa meramal, sebelum Ellen mengangkat kakinya, segera merangkul pinggang kecilnya, lalu menggendongnya, lalu berjalan kearah villa dengan langkah besar sambil tertawa ringan.

Ellen sangat terkejut, ia mendorongnya dengan wajah merah yang panic, kakek dan anak-anak masih ada didalam vila tuanku!

Novel Terkait

Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu