Hanya Kamu Hidupku - Bab 211 Di Atas Kepala Terdapat Dua Gumpal Awan Hitam

Dorvo memandangi punggung Agnes , dibalik tatapannya yang dingin terbersit sebuah cahaya hangat.

Setengah jam kemudian, Agnes membawa keluar dua mangkok mie sup seafood dari dapur.

Dorvo mendengar suara langkah kaki, mengangkat kepala melihatnya.

Saat melihat tangan kurus Agnes yang bergetar saat memegang kedua mangkok mie sup seafood tersebut, ia menyipitkan matanya sejenak, lalu dengan langkah yang besar berjalan menuju arah Agnes dan mengambil kedua mangkok mie yang berada ditangannya.

Melihat tangannya yang tiba-tiba menjadi kosong, membuat Agnes tercengang beberapa detik.

Setelah melihat Dorvo membawa mie sup seafood berjalan kearah sofa, dan meletakkannya di atas meja teh, dia baru menutup mulutnya dan berjalan kesana.

Dorvo kembali duduk diatas sofa, menatap dua mangkok mie yang dibuat oleh Agnes .

Walaupun dia hanya menggunakan waktu setengah jam untuk memasaknya, namun dengan hanya mencium baunya saja sudah dapat merasakan bahwa mie tersebut pasti enak.

Dan dia teringat, saat Agnes baru kembali ke keluarga Nie, memasak bubur saja ia tidak bisa.

“kak, makanlah selagi panas.” Agnes memberikan Dorvo semangkok mie.

Dorvo berhenti berpikir, dia tidak mengambil mangkok mie yang diberikan oleh Agnes , akan tetapi dia membungkukkan badannya dan dengan sebelah tangan mengambil semangkok mie lagi yang berada di atas meja teh.

“Aku makan yang itu.” Agnes berkata dan menatapnya.

Dorvo terhenti sejenak, dengan ragu melihat Agnes .

Wajah Agnes menjadi sedikit panas, bersikeras memberikan mangkok mie yang ada ditangannya kepada Dorvo.

Dorvo menyipitkan matanya sejenak, tidak mengatakan apa-apa dan menukar mangkok mie tersebut dengan Agnes .

Agnes memegangi mangkok tersebut, dan diam-diam menghela napas panjang.

Kedua kakak beradik tersebut duduk di sofa dan memakan mie dalam hening, jelas-jelas terdapat dua orang disana, akan tetapi tidak ada interaksi sama sekali, seperti sedang berada di dua tempat yang berbeda.

Dorvo memakan mie tersebut, sebenarnya saat pertama kali menerima mangkok mie tersebut, dia menyadari bahwa mangkok mienya tersebut di atasnya terdapat udang yang jumlahnya lebih banyak daripada mangkok mie milik Agnes .

Agnes dan Dorvo mempunyai selera makan yang sama, sama-sama sangat menyukai udang.

Sebenarnya bagi keluarga Nie, udang bukanlah makanan yang langka, ingin makan berapa banyakpun ada.

Yang benar-benar kurang dari keluarga Nie adalah kasih sayang dan kehangatan antara sesama anggota keluarga.

Walaupun Dorvo baru berumur dua puluh tujuh tahun, akan tetapi dalam batas tertentu temperamennya sangat mirip dengan William, pendiam dan tidak suka mengekspresikan apa yang dirasakannya.

Akan tetapi Agnes merasa, sikap dingin Dorvo melebihi William.

Empat tahun ini saat dia berada di keluarga Nie, sama sekali tidak pernah melihat Dorvo tertawa.

Saat berada disampingnya, akan merasa tertekan dan terdesak, membuat orang tidak berani berbicara dengan suara terlalu keras di depannya.

Selesai makan, saat Agnes akan membawa mangkok kosong ke dapur.

“Kamu pergi istirahat saja.”

Dorvo berkata, kemudian mengambil mangkok yang berada ditangan Agnes , dan berjalan ke dapur.

Agnes tercengang, dengan buru-buru mengikutinya, “kak, biar aku saja.”

Dorvo tidak mengatakan apa-apa.

Agnes terpaksa dengan patuh mengikutinya dari belakang.

Setelah sampai di dapur, Agnes melihat Dorvo melipat lengan bajunya, dahinya terlihat berkeringat, dengan buru-buru berjalan kesampingnya, merasa tidak nyaman memandangi mangkok yang ada di dalam bak cuci, dan berkata “kak, kamu belum pernah melakukan ini, biarkan aku saja yang kerjakan.”

“Siapa bilang aku belum pernah mengerjakan hal seperti ini?”

Dorvo berkata dengan datar.

Agnes , “………..”

“Minggir.” Dorvo memandang Agnes sejenak.

Agnes bergeser sedikit, saat melihat Dorvo membuka kran air dan mulai mencuci, ia menarik napas, kemudian berjalan mendekat lagi, akan tetapi tidak berani menyentuhnya, Agnes merasa tidak enak dan berkata, “kak, mana boleh membiarkanmu yang mencuci?”

Sebenarnya ada mesin cuci piring, juga boleh diletakkan hingga besok pagi biar pembantu yang mencucinya.

Akan tetapi hanya dua mangkok saja, dan beberapa tahun ini, Agnes semakin tidak terbiasa untuk melibatkan orang lain, apa yang dapat dilakukannya, dia akan melakukannya sendiri.

Lagipula, hanya mencuci dua mangkok saja, bukan hal yang rumit.

Tidak masalah jika dia mencucinya sendiri, akan tetapi saat melihat Dorvo yang mencuci, dia tidak tahu harus bagaimana.

Dorvo masih diam, kedua bibirnya tertutup rapat, wajahnya terlihat kaku,bahkan bulu matanya juga tampak dingin, gerakannya dalam mencuci mangkok seperti sudah ahli, dua mangkok tersebut sudah selesai dicucinya dalam waktu tidak sampai dua menit.

Melihat mangkok yang sudah selesai dicuci, Agnes akhirnya tampak sudah tidak mengerutkan dahinya lagi.

Bagaimanapun juga sudah tercuci mangkoknya.

Setelah Dorvo membersihkan tangannya, ia menggunakan handuk bersih untuk mengeringkan tangannya, memutar badan melihat Agnes dengan matanya yang tajam, dan berkata, “Bagaimana kalau aku mengakuisisi majalah W?”

“?” Agnes membelalakkan mata dan melihatnya.

Dorvo menutup bibirnya, “Kamu jadi pemimpin redaksi.”

Agnes syok, kemudian dengan buru-buru menggoyangkan tangannya, “Tidak perlu tidak perlu, aku tidak cocok untuk menjadi pemimpin redaksi, dalam bidang ini, aku masih pemula.”

“Kalau begitu bagaimana kalau belajar keluar negeri, belajar manajemen keuangan, lalu kedepannya bekerja di perusahaan.” Dorvo berkata sambil mengerutkan dahi.

Wajah Agnes terlihat kusut, melihat wajah Dorvo yang dingin, dengan suara kecil berkata, “……..Nino dan Tino masih kecil, aku tidak ingin jauh dari mereka.”

Dorvo menatapnya, sesaat berkata, “Baiklah, aku sudah tahu.”

Agnes melihatnya, “Tahu, tahu apa?”

“Istirahatlah lebih awal.” Dorvo berkata.

“kak…….”

Saat Agnes masih ingin berbicara, Dorvo sudah berjalan melewatinya, dan meninggalkan dapur.

Agnes merasa bingung, dan mencengkram rambutnya.

……

Hari kedua, saat Agnes baru tiba di perusahaan, ia dipanggil ke kantor kepala pengawas.

“Sudah lewat satu hari, bagaimana perkembangan masalah tersebut?” Kepala pengawas bertanya kepadanya.

Agnes merasa suram.

Sudah lewat satu hari, dikatakan seperti satu hari itu adalah waktu yang sangat panjang?

“………Kemarin aku sudah bertemu dengan Sutradara Samir, dan sudah meminta untuk wawancara. Akan tetapi Sutradara Samir belum menyetujuinya.” Agnes menjawab seadanya.

Kepala pengawas menyipitkan mata, menatap Agnes yang terdiam, kemudian berkata, “Apakah kamu mempunyai keyakinan akan hal ini?”

“…….Akan aku usahakan.” Hal seperti ini, siapa yang berani menjamin akan berhasil?

Setelah kepala pengawas mendengar perkataannya, dia terdiam lagi, lalu berkata, “ Agnes , aku juga tidak ingin memberikanmu tekanan yang terlalu besar, akan tetapi ini adalah tugas pertama kamu saat menjabat sebagai redaksi utama. Aku berharap kamu dapat mengerti, jika kamu……gagal, aku sulit untuk mempertanggungjawabkannya kepada pimpinan redaksi. Dan juga, jabatanmu sebagai redaksi utama, juga tidak dapat meyakinkan pegawai di kantor majalah. Jadi……”

Sudah.

Dia sudah mengerti.

Hal ini, jika sukses, maka adalah suatu hal yang menggembirakan.

Jika gagal, maka dia harus mempersiapkan diri untuk mundur.

Ia berjalan keluar dari kantor kepala pengawas.

Agnes hanya merasa di atas kepalanya sekarang seperti terdapat dua gumpalan awan hitam.

Tidak kembali ke kantornya, ia langsung menuju ke kantor karyawan, menarik Tabita dan pergi meninggalkan perusahaan.

……

Jam sebelas pagi, di dalam sebuah mobil sedan putih yang terparkir di depan restoran Wangi Sedap di 榕城.

Dengan wajah kusut Tabita menatap Agnes yang sedang sibuk memakai rambut palsu, “Bos, kamu sangat suka memakai rambut palsu ya?”

Agnes mengedutkan wajahnya, melihat sekilas ke Tabita, “Ini adalah model rambut paling populer tahun ini.”

“……….Kalau begitu kenapa kamu tidak pergi potong model begitu saja.” Tabita berkata.

“Buat apa potong? Bukankah begini sangat efisien?” Agnes mengangkat alisnya, mengeluarkan cermin dari dalam tas, “Bantu aku pegang sebentar.”

Tabita memegangi cerminnya.

Agnes mengeluarkan sekotak bulu mata palsu dari dalam tasnya, menghadap ke cermin dan mulai memasangnya.

Tabita yang sedang melihat Agnes , berkata “Bos, bulu matamu sudah cukup panjang, tinggal tambahkan maskara sudah akan terlihat lebih panjang. Sebenarnya kamu sama sekali tidak perlu memakai bulu mata palsu, begini malah kelihatan berat dan menyusahkan.”

Agnes tidak mengatakan apa-apa.

Setelah selesai menempel bulu mata palsu, ia mengambil lagi selembar tato bunga poppy, dan menempelkannya di bagian ujung mata.

Tabita menatap Agnes , tidak tahu harus berkata apa lagi.

Agnes mengeluarkan lipstik berwarna merah dan pensil bibir kemudian mulai memakainya.

Tabita menatapnya dengan tenang.

Setelah selesai merias bibirnya, Tabita menyadari, bibir kecil Agnes berubah menjadi lebih padat dan berisi.

Dan juga karena dandanan dan perubahan model rambut membuatnya berubah menjadi seperti orang lain.

Walaupun begini juga cantik, lebih menawan dari sebelumnya, juga kelihatan lebih feminim.

Akan tetapi Tabita merasa, Agnes lebih cantik dengan dandanannya yang biasa.

Tidak mengomentari dandanan dan model rambut Agnes , Tabita memandangi Wangi Sedap, dan berkata “Bos, kamu yakin Sutradara Samir akan makan siang disini?”

Agnes tidak banyak berpikir kemudian berkata, “Aku mendapatkan informasi ini dari Twitterv. Seharusnya tidak akan salah.”

Setelah mendengar perkataan Agnes .

Tabita tidak bertanya apa-apa lagi.

Bagaimanapun juga, mereka bisa mengetahui bahwa Samir akan menghadiri acara makan malam dalam rangka memperingati hari jadi Starshine Media, informasi tersebut juga didapat dari Twitterv.

Jam 11.50.

Sebuah mobil Audi yang berwarna putih perak berhenti di depan restoran Wangi Sedap, terlihat Samir turun dari mobil dengan pakaiannya yang serba hitam dan memakai topi memuncak.

Setelah Samir turun dari mobil, ia memberikan kunci mobilnya kepada petugas parkir, melihat kearah luar sebentar, lalu memutar badan berjalan masuk ke dalam restoran.

Agnes mengerutkan alisnya.

Jelas-jelas dia memakai topi memuncak, seharusnya takut akan dikenali oleh orang-orang.

Akan tetapi setelah turun dari mobil, mengapa menampakkan wajahnya, dan melihat sejenak kearah jalan raya?

“Bos, apakah kamu sudah melihatnya? Sutradara Samir benar-benar datang.” Tabita dengan senang berkata sambil memegang lengan Agnes .

Agnes mengedip-ngedipkan matanya, dengan sedikit menyipitkan matanya ia menatap kearah restoran.

“Bos, kapan kita akan masuk? Atau di sini saja menungu Sutradara Samir keluar.” Tabita bertanya kepada Agnes .

Agnes menunduk dan berkata, “Ayo kita masuk.”

“Apakah kita akan makan disana?” Tabita bertanya dengan semangat.

Perlu diketahui biaya makan di Wangi Sedap seharga puluhan ribu lebih yuan.

Mendengar suara Tabita yang kelihatan gembira, Agnes mengangkat alis, melihatnya dan berkata, “Menurutmu?”

Tabita menatap Agnes selama beberapa detik, dengan berkecil hati mengangkat tangannya kemudian berkata, “Sepertinya aku terkena penyakit berpikir berlebihan.”

Makan disana sekali menghabiskan uang sekitar puluhan ribu yuan, gajinya sebulan saja tidak mencapai jumlah itu…..

Dan juga, walaupun kantor majalah sangat mementingkan wawancara kali ini, juga tidak akan bersedia mengeluarkan uang sebanyak itu untuk dihabiskan mereka di tempat mewah tersebut.

Jadi apabila ingin makan disana boleh saja, namun harus membayarnya sendiri!

Apabila bayar sendiri, hehehe, lebih baik bunuh saja dia.

Agnes melihat tampang Tabita yang “patah semangat”, tanpa sadar berkata, “Ayo jalan.”

Tabita menjadi bersemangat, dan memberikan isyarat tangan “OK” kepada Agnes .

Dengan begitu mereka berduapun turun dari mobil, berjalan menuju arah Wangi Sedap.

……

Agnes dan Tabita berjalan memasuki Wangi Sedap, matanya melihat sekeliling ruangan besar restoran, dalam sekejap telah terlihat Samir yang sedang duduk di posisi dekat dengan jendela.

Mata Agnes terbuka lebar, ia terkejut.

Sama sekali tidak pernah terpikir olehnya, orang hebat seperti Samir, tak terduga ternyata tidak menyewa ruangan khusus, malah langsung makan di ruangan biasa.

Bukan cuma makan di ruangan biasa, juga memilih posisi tempat duduk yang begitu jelas terlihat, apakah takut orang tidak mengenalinya?

Manusia…….

Kelopak mata Agnes berdenyut, kedua matanya sibuk mengamati kondisi sekeliling ruangan.

Apabila dilihat, bola mata Agnes juga seperti sedang bergetar kencang.

Harusnya adalah waktu makan siang, namun di dalam ruangan besar restoran tersebut selain pelayan, dia dan Tabita, juga Samir yang sedang duduk didekat jendela, ternyata tidak ada orang lain lagi.

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu