Hanya Kamu Hidupku - Bab 71 Sudah Merindukan Paman Ketiga

Tidak sampai 20 menit, dokter keluarga sudah tiba.

Ellen berada dikamar rumah utama.

Selain Hansen, Gerald, Louis, Vania dan dokter keluarga Dilsen.

Seluruh pelayan juga orang yang bekerja dikeluarga ini mengerumuni pintu.

Ketika Ellen membuka tangannya dan memperlihatkan wajahnya, semua orang menarik nafas tanpa sadar.

Bukan karena hal lain, karena wajah Ellen dipenuhi oleh darah, sangat mengerikan.

Vania terlihat begitu tegang, ketika melihat wajah Ellen yang penuh dengan darah, dia hampir menangis.

Dia merasa sebaiknya dia membereskan barang dan keluar negri saja!

Ellen mengeluarkan banyak darah, kalau sampai kakak ketiganya mengetahui hal ini, kalau darahnya tidak dibuat kering oleh kakaknya baru aneh!

Ekspresi wajah Gerald dan Louis begitu berat, sampai oksigenpun terasa begitu tipis.

Ekspresi wajah Hansen begitu serius, dadanya naik turun dengan cepat, seolah menahan dirinya untuk menebas orang dengan sekuat tenaga.

Ketika dokter melihat begitu banyak darah diwajah Ellen juga begitu terkejut.

Namun bagaimanapun dia adalah dokter, situasi yang lebih parah dari ini pun sudah banyak ia temui, sehingga ia jauh lebih tenang.

Pelayan mengikuti apa yang dokter pesan, segera membawakan satu baskom berisi air hangat.

Dokter mengambil handuk dari dalam baskom dan memerasnya, lalu mencari luka diwajah Ellen.

Luka ada di pipi kanan, sangat panjang, lurus sampai ke pangkal hidung Ellen.

Dan singkatnya bisa dikatakan, wajah kanan Ellen sampai pangkal hidung Ellen mendapat luka yang begitu panjang dan juga dalam oleh kaset yang dilempar oleh Vania.

Oleh karena itu Ellen bisa mengeluarkan begitu banyak darah.

Setelah menemukan luka, dokter segera membersihkan bekas darah disekitar luka sampai bersih, lalu memberikan obat untuk menghentikan darah dan menstrerilkannya, memberi obat dan menutup lukanya dengan kain kassa.

Dan selesai sudah pengobatannya.

Wajah kanan Ellen sampai pangkal hidung Ellen ditutupi oleh kain kassa.

Meskiipun Vania bukan sengaja, namun luka Ellen memang dia penyebabnya.

Louis merasa tidak enak hati, juga takut ia mengadu pada William.

Sehingga ia melangkah maju dan mengambil handuk untuk membersihkan bekas darah di tempat lainnya.

Karena darah yang mengalir terlalu banyak, leher juga kerah baju tidur Ellen terkena tetesan darah.

Darah di wajah dan leher mudah untuk dibersihkan, namun bekas yang berada dibaju agak susah dibersihkan.

Louis memegang handuk dengan perasaan serba salah.

“Nenek, nanti aku ganti baju saja.” Ellen membuka mulut dengan susah payah sambil menatap Louis.

Kenapa susah sekali membuk mulut ini?

karena begitu Ellen menggerakkan bibirnya akan menyentuh luka diwajahnya, sakit!

Louis melihat Ellen masih menenangkannya disaat seperti ini, merasa sedikit tidak tega juga kasihan, “Ellen, Vania bukan sengaja, kamu jangan menyalahkannya.”

Ellen melirik Vania, lalu berkata pada Louis dengan lirih, “Tidak apa, aku tahu dia bukan sengaja.”

Louis menatap Ellen, dalam hati menghela nafas, lalu menjulurkan tangannya dan mengelus kepalanya, “Anak baik.”

Ellen tercengang, menatap Louis dengan nanar.

Bagaimanapun, ini merupakan pertama kalinya dia melakukan gerakan yang begitu akrab dengannya.

Merasakan tatapan yang diarahkan oleh Ellen, Louis juga menyadari gerakannya yang terlalu refleks, setelah terdiam sesaat, ia langsung menarik kembali tangannya.

“Pak Ji, luka Ellen begitu parah, apakah ini akan meninggalkan bekas?” Hansen menatap Dokter Jine dengan begitu serius.

Meninggalkan bekas?

Louis dan Vanis sebagai wanita tentu saja tahu seberapa perdulinya wanita pada bekas luka, apalagi bekas luka yang berada diwajah.

Louis segera maju dan berkata pada Jine, “Dokter Jine, wajah Ellen tidak boleh memiliki bekas luka.”

“Semua ini karena perbuatan putri kesayanganmu!”

Begitu Louis berkata, Hansen langsung membentaknya dengan wajah yang begitu memerah.

Louis dibentak sampai mundur selangkah, menatap Hansen dengan canggung, “Pa, Vania bukan sengaja!”

“Kalau dia sengaja, menurutmu mungkinkah dia masih bisa berdiri disini?” Hansen membesarkan matanya dan memelototi Vania yang ketakutan disamping.

Semua pelayan berada disana.

Louis merasa malu, namun takut dibentak lagi begitu membuka suara, akhirnya ia hanya bsia terdiam dan berdiri disamping.

“Kamu katakanlah, pagi-pagi buta mengammuk apa kamu? Hah? Kelihatannya kamu memang sudah rusak dimanja oleh ayah dan ibumu! Kuberitahu ya, kalau masalah ini diketahui oleh kakak ketigamu, kita lihat bagaimana dia menghajarmu!” Hansen membentak.

Awalnya Vania memang sudah khawatir William tahu masalah ini, dia tidak akan sanggup menerima akibatnya.

Dan kali ini malah ditakuti oleh Hansen seperti ini, membuatnya ketakutan sampai menangis dengan keras, menatap ayah dan ibunya dengan wajah yang penuh ketakutan.

Gerald dan Louis mana mungkin tega melihat putrinya menangis didepan mereka sampai seperti itu.

Gerald yang sejak tadi tidak bicara langsung mengkerutkan alis, melihat kesemua orang yang berkerumun didepan pintu, berkata dengan nada keras, “Sedang apa kalian disana? Tidak punya pekerjaan yang perlu dikerjakan lagi?”

Dibentak seperti itu oleh Gerald, semuanya segera bubar.

Setelah semuanya bubar, Gerals mengetatkan bibir, berkata sambil menatap Hansen, “Pa, keadaan saat itu kamu juga tahu, Vania bukan sengaja melakukan itu pada Ellen. Dan kalau ingin menyalahkan masalah ini, tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Vania. Kalau ketika itu Ellen tidak tiba-tiba membuka pintu dan keluar, maka ia tidak akan terkena barang yang Vania lempar bukan?”

Ketika Vania mendengar Gerald berkata demikian, ia sempat tercengang.

Lalu matanya langsung bercahaya, berkata sambil menatap Hansen, “Iya benar kakek, kalau Ellen tidak tiba-tiba keluar, maka semua ini tidak akan terjadi bukan?”

Ellen, “….” Salut sekali!

begitu Hansen mendengar apa yang kedua ayah dan anak itu katakan, ia sungguh kesal sampai sekujur tubuhnya bergetar, wajahnya mengkerut dengan hebat, “Dua orang sampah!”

Gerald dan Vania, “……”

“Sudah melakukan kesalahan masih bisa membalikkan fakta! Gerald, bagaimana aku mendidikmu sejak kecil? Vania, dimana tata kramamu? Dimana pendidikan yang sudah kamu miliki? Kalian, kalian semua, semua…….”

Hansen kesal sampai sesak nafas, wajahnya menahan sampai membiru.

Begitu Ellen melihatnya, segera bangun dengan tergesa-gesa, ia maju dan mengelus dada Hansen yang naik turun begitu hebat, “Kakek buyut, tenanglah sedikit, jaga kesehatanmu.”

“…….” Mata Hansen sampai memerah, terlihat jelas kalau dia sangat marah.

Menarik nafas dalam, Hansen menggenggam tangan kecil Ellen yang sedang mengelus dadanya, setelah sesaat baru membaik.

Melihat perban di wajah Ellen, hatinya terasa begitu sakit, “Ellen, kamu tenang saja, kakek buyut tidak akan membiarkan wajahmu memiliki bekas luka apapun, tenang ya anak baik.”

Ellen menggeleng, “Tidak apa, meninggalkan sedikit bekas tidak apa, aku tidak perduli.”

Benarkan Ellen tidak perduli?

apalagi bekas luka ini berada di wajah.

Kalau saja berada ditempat lain, tidak ada yang perlu ia khawatirkan.

Hanya saja melihat Hansen begitu marah, ia sungguh tidak tega membuatnya merasa khawatir lagi, sehingga ia memutuskan untuk berkata demikian.

Dan bagaimana mungkin Hansen tidak paham apa yang Ellen pikirkan, dirinya yang seperti ini membuatnya semakin tidak tega.

Tiba-tiba Vania seperti menemukan jalan untuk melepaskan dosa ini, sekujur tubuhnya menjadi begitu rileks, melihat Ellen berkata demikian dihadapan kakeknya, ia mendengus dan berkata dihadapan Hansen, “Munafik!”

Ellen mengkerutkan alis, melihat kearah Vania.

Dimana otaknya?

Tidak lihat apa kakek buyut baru sedikit mereda emosinya?

Vania merasakan Ellen melihat kearahnya, ia malah sengaja membalasnya dengan senyuman yang begitu sinis dan dingin.

Ellen menggertakkan rahangnya.

Maksud sekali!

meninggalkan luka yang begitu besar diwajahnya, tidak merasa bersalah ya sudah, sekarang malah berani menantangnya?

Otak Vania apa tidak terlalu kopong ya!

Jangankan Ellen, bahkan Gerald dan Louis saja mengkerutkan alis.

“Keluar kamu dari sini!” tiba-tiba Hansen membentak.

Suaranya hampir bisa terdengar disetiap sudut villa!

vania terkejut sampai tersentak, menatap Hansen yang begitu murka dengan mata yang membelalak begitu besar.

Begitu Gerald melihat kearah Hansen, ekspresi wajahnya langsung berubah.

Louis segera berjalan kesamping Vania, berusaha menarik Vania yang membatu karena dibentak oleh Hansen.

Kalau masih tidak keluar juga, jangan-jangan pak tua ini akan mengeluarkan hukuman keluarga mereka!

Gerald melihat Louis menarik Vania keluar dengan paksa, ia juga ikut melangkah keluar.

“Gerald!” tiba-tiba Hansen memanggilnya dengan nada bicara yang begitu tegas.

Gerald menahan langkah kakinya dan menoleh kearah Hansen.

Wajah Hansen yang penuh dengan keriput menatapnya dengan begitu tegang, “Aku katakan hal yang buruk didepan dulu ya, kalau sampai kelak terjadi sesuatu pada Vania di luar, semua ini karena perbuatanmu!”

Tatapan Gerald menjadi begitu dalam, menatap Hansen.

“Keluar!” Hansen berkata dengan suara tegas.

Gerald, “…..” mengangkat alis, setelah terdiam disana beberapa detik, baru melangkahkan kakinya keluar dari kamar Ellen.

Begitu Gerald meninggalkan kamar, Hansen segera memejamkan matanya.

Ternyata hasil dari murka adalah rasa lelah yang begitu hebat.

Ellen menatapnya dengan hati-hati, “Kakek buyut.”

Mendengar suara Ellen yang lembut dan halus, Hansen menarik nafas dalam, membuka kedua matanya, menatap Ellen dengan tatapan penuh rasa iba, suaranya terdengar sedikit serak, “Ellen, kakek buyut menggantikan Vania meminta maaf padamu……”

“Kakek buyut, apakah kakek berencana mengusirku keluar dari keluarga ini?”

Tanpa menunggu Hansen menyelesaikan ucapannya, Ellen mengetatkan bibirnya, menatap Hansen dengan matanya yang besar dan jernih, dan berkata dengan suaranya yang begitu halus dan lembut.

“…..” Hansen memelototi Ellen, “Sembarangan bicara!”

Ellen mengkerutkan bibirnya, “Kalau begitu kenapa begitu sungkan padaku, menganggapku orang luar? Sesame keluarga, untuk apa meminta maaf segala? Kamu berkata demikian, bukankah karena menganggapku sebagai orang luar?”

Hansen, “…..”

Setelah menatap Ellen sesaat, hidung Hansen terasa begitu perih, mengulurkan tangan mengelus kepala Ellen, menghela nafas, “Seandainya Vania bisa sedikit pengertian sepertimu saja.”

Ellen mengerjapkan mata dengan nakal kearah Hansen, “Kakek sedang memujiku?”

Hansen menatapnya dengan penuh kasih sayang, mengangguk sambil tersenyum, “Hm, kakek buyut memujimu, kelak juga akan terus memujimu.”

“Hehe.” Ellen memeluk lengan Hansen, kepalanya perlahan bersandar dilengannya dan tersenyum padanya.

Hansen yang melihat Ellen demikian, hatinya terasa semakin kacau.

……

Hansen dan Jine meninggalkan kamar Ellen, pergi ke kamar Hansen untuk mendiskusikan luka diwajah Ellen.

Semua orang keluar, sekarang hanya tinggal Ellen seorang diri.

Luka diwajah Ellen mulai terasa sakit, rasanya seperti tertusuk oleh ratusan bahkan ribuan jarum disaat yang bersamaan.

Ellen menarik nafas, duduk didepan meja rias menatap wajahnya yang berada didalam cermin, setelah melihatnya, matanya mulai memerah.

Tangannya menyentuh perban diwajahnya perlahan.

Alis Ellen mengerut, dibalik matanya yang jernih tersirat rasa takut dan uga khawatir.

Kalau sampai diwajahnya benar-benar ada luka yang sangat panjang bagaimana?

Apakah dia perlu ke Korea untuk melakukan operasi plastic?

kalau tidak, dia tidak mungkin muncul dihadapan orang dengan wajah yang begini menakutkan bukan!

Ellen mengkerutkan bibirnya, tiba-tiba ia merindukan Paman Ketiganya…..

Ketika manusia berada dalam kondisi lemah dan ketakutan, selalu teringat akan orang yang paling dia andalkan dan dia percaya, dan begitu teringat, pikiran akan terasa begitu penuh olehnya sampai sangat sulit untuk dikendalikan.

Lalu Ellen segera bangun, berjalan kearah meja disamping ranjangnya, mengambil ponsel yang berada diatasnya, dan langsung menghubungi nomor William.

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu