Hanya Kamu Hidupku - Bab 141 Wanita Muda Lajang Yang Cocok Untuk Menikah

Dia menebak mungkin Hansen telah datang, Ellen segera bertanya kepada William, apakah bibirnya masih bengkak, William menjawab sudah tidak terlihat keanehan, barulah Ellen merasa lega, berjalan menuju pintu untuk menyambut Hansen.

Begitu tiba di pintu, Ellen langsung melihat Hansen keluar dari mobil.

Sekarang adalah musim semi, Hansen mengenakan setelan pakaian budaya Cina yang lumayan tebal, meskipun sudah sembilan puluhan tahun, namun masih semangat, terlihat seperti usia tujuh puluhan tahun.

“Kakek buyut.” Ellen bergegas keluar dengan senang, berlari dua langkah kemudian teringat sesuatu dan berhenti, berdiri di tangga menunggu Hansen.

Hansen tersenyum melihat Ellen, berjalan menaiki tangga.

Ellen merangkul lengannya, dan kepalanya bersandar di lengannya.

"Anak kecil." Hansen mengelus kepala Ellen dan tersenyum puas.

“Kakek.”

Terdengar suara pria yang lembut.

Hansen mendengar, wajahnya langsung menjadi suram, dan memelototinya dengan tatapan galak, “Kalau bukan Ellen, aku tidak akan datang.”

William mengangkat alisnya.

Ellen melihat Hansen dan kemudian melihat William, tersenyum berkata pada Hansen, “Kakek buyut, kita masuk dulu ke dalam rumah.”

Hansen menundukkan kepala menatap Ellen, wajahnya yang serius langsung berubah menjadi senyuman hangat.

Hansen seperti begini, membuat Ellen semakin merasa, benar saja pria mengubah wajah lebih cepat daripada membolak balik halaman buku!

……

Di ruang tamu, Hansen menarik tangan Ellen dan terus bertanya, dari kegiatan sehari-hari hingga ketegangan ujian nasional, dia juga memberitahu Ellen serangkaian tragedi yang disebabkan ketegangan ujian nasional, dan menyuruhnya jangan terlalu stres, meskipun tidak lulus ataupun tidak kuliah, itu tidak masalah bagi keluarga Dilsen.

Dan kenyataannya, Hansen juga sudah lama membuatkan perencanaan untuk Ellen.

Pada saat Hansen dan Ellen sedang mengobrol, William benar-benar diabaikan, William duduk di sofa seperti sebuah perabot rumah.

“Kakek buyut, kamu tenang, aku akan mengaturnya, tidak perlu mengkhawatirkanku. Tetapi paman, kamu harus membantuku menegurnya.” Ellen tiba-tiba berkata.

William mengangkat alisnya, dan menatap Ellen dengan terkejut.

Hansen mendengus dan melirik William, lalu berkata dengan nada kaku, "Tidak ada waktu menegurnya!"

Ellen berkata, “Kakek, di keluarga ini hanya perkataanmu yang masih berguna terhadap Paman.”

“.....” Hansen sendiri pun tidak percaya!

Sekarang William adalah penguasa keluarga mereka, dia akan melakukan apapun yang dia inginkan, tidak ada orang yang dapat mengurusnya.

Kalau kata-katanya memang berguna, maka dia tidak perlu harus mendapat persetujuannya dulu sebelum datang melihat Ellen.

Memikirkan ini, hati Hansen tiba-tiba menjadi sebal.

Sebenarnya karena melihat Hansen dan William tidak berbicara, makanya Ellen sengaja mengalihkan topik kepada William, tujuannya untuk membuat mereka berdua mengatakan sesuatu.

Ellen melihat tatapan Hansen yang keberatan, dia mengerutkan kening menatap William.

Sementara William memandang Hansen dengan tatapan seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.

Ellen menghela nafas dalam hati.

Hubungan antara Hansen dan William terlihat buruk, namun nyatanya tidak seperti begitu.

Sebenarnya dalam keluarga Dilsen, hubungan Hansen dan William malah jauh lebih baik daripada Gerald dan Louis.

Alasannya akan dijelaskan nanti.

Namun William sudah terbiasa diam, banyak hal yang dia ketahui dalam hatinya, tetapi dia tidak mengatakannya.

Sedangkan Hansen, semakin tua dia semakin bangga, kecuali terhadap Ellen.

Kalau terhadap generasi muda seperti William mereka, benar-benar sangat bersikeras.

Sebenarnya dia sangat peduli dengan cucunya, namun dia malah menunjukkan ekspresi membenci.

"Apa yang terjadi padanya?"

Ellen sedang berpikir, dan terdengar suara Hansen yang penuh keluhan.

Ellen melihat wajah Hansen yang hitam, dia merasa sedikit tidak berdaya terhadap Hansen, lalu berkata, “Paman ketiga hampir setiap hari berada di perusahaan, setelah pulang masih harus berada di ruang studi sampai sangat malam, waktu istirahatnya terlalu sedikit, sangat kasihan, bahkan robot pun perlu waktu untuk diisi ulang, tetapi paman ketiga tidak, dia hanya tahu bekerja sepanjang hari dan tidak peduli dengan tubuhnya sama sekali.”

Apa yang Ellen katakan seolah-olah menjadi yang sebenarnya.

William menggerakkan alisnya, menatap fokus pada Ellen, cahaya lembut bersinar dari matanya.

Seberapa berat tanggung jawab Perusahaan Dilsen, Hansen mengetahuinya dengan jelas, karena dia juga pernah mengalaminya.

Namun, William lebih parah darinya.

Pada usia 28 tahun dia mulai mengambil alih dalam Perusahaan Dilsen, dan sampai usia 40 tahun, ayahnya selalu mendamping di sampingnya, itu tidak terlalu sulit, yang lebih menderita adalah puluhan tahun setelah ayahnya meninggal.

Tekad Gerald tidak berada di dalam bidang bisnis, Demian dan Mila sama seperti Gerald, tidak tertarik pada bidang bisnis.

Dia tidak ingin memaksa putranya untuk berbisnis, jadi dia menaruh semua harapan pada William.

Mulai sejak William lahir, Hansen sudah siap-siap untuk melatihnya, tujuannya agar dia dapat mengambil alih perusahaan Dilsen darinya, dan dirinya dapat menyingkirkan kentang panas itu secepat mungkin.

Sejak usia dua belas tahun, William sudah mulai mengurus urusan perusahaan Dilsen. Dan pada usia delapan belas tahun, seluruh urusan perusahaan Dilsen pada dasarnya sudah ditangani olehnya.

Karena belum cukup umur, Hansen masih sebagai pengambil keputusan perusahaan Dilsen, tetapi Williamlah orang yang sebenarnya.

Pada usia 22 tahun, William mengambil alih Perusahaan Dilsen secara resmi.

Dengan kata lain, sampai hari ini usianya tiga puluh tahun, William masih belum pernah hidup santai.

Dia memaksanya maju, dan masa depan perusahaan Dilsen juga memaksanya maju.

Hansen bahkan tidak pernah bertanya pada William, apa hobi dan cita-citanya.

Karena tidak berani bertanya!

Orang luar mengatakan orang yang paling dia sayangi adalah cucu bungsunya. Tetapi kenyataannya, dia paling kejam dan ketat padanya.

Hati Hansen terasa sakit, kata-kata Ellen membangkitkan kelembutan dalam hatinya, dan juga perasaan bersalah.

Mata Hansen terasa panas, menatap William dengan tatapan rumit, dan suaranya agak serak, “Pekerjaan itu penting, tetapi kesehatan adalah hal yang paling penting, tahukah?”

William dan Ellen merasakan perubahan emosi pada Hansen, keduanya saling memandang, dan menatapnya.

"Kakek buyut." Ellen memanggilnya dengan lembut.

Hansen menggerakkan bibirnya dan menepuk tangan Ellen.

William menatap Hansen, kedua bibirnya yang tipis berkerut, tidak mengatakan apapun.

……

Hansen tinggal dan makan malam bersama, meskipun Hansen tidak berkata, namun dia selalu mengambilkan makanan untuk William.

Ellen makan pelan-pelan, matanya selalu memandang diantara Hansen dan William.

Wajah William tidak ada keanehan, makanan yang diberikan Hansen, dia memakannya satu per satu, sehingga malam ini William makan lebih banyak daripada biasanya.

Selesai makan, Hansen tidak tinggal lama, sekitar jam 8an dia bilang ingin pergi.

“Aku mengantarmu.”

William berkata.

Hansen terkejut dan menatap William.

William berkata dengan tenang, “Ayolah.”

Hansen mengedipkan matanya, tidak menolak, meskipun dia sendiri membawa supir.

William mengantar Hansen kembali, Ellen tentu saja tidak akan mengatakan apapun.

……

William mengantar Tuan tua kembali dengan mengendarai Nissan G-TR, sedangkan supir mengikuti di belakang.

Hansen duduk di kursi belakang, menatap fokus pada William yang sedang mengendarai mobil.

"Kakek, kamu terus menatapku seperti ini, aku sangat tidak tenang."

William melirik Hansen dari kaca spion, sudut bibirnya terangkat, jarang sekali dia bercanda seperti begini.

Wajah Hansen bergetar, tetapi masih tetap menatap William tanpa mengedipkan matanya.

William menyipitkan matanya yang dingin, lalu berkata, “Kakek, aku tidak akan menuruti segala hal yang tidak aku inginkan.”

Hansen sedikit tertegun.

“Kamu mengertiku, bukan?” William menatap fokus pada Hansen dari kaca spionnya, matanya yang mendalam terlihat suram, bagaikan seekor serigala liar.

Hansen menarik nafas.

Ya, dia mengerti cucunya ini, memiliki ambisi, penaklukan yang kuat, memiliki pikiran sendiri, apapun yang dia inginkan, dia akan seperti serigala, menggigit dan tidak akan melepaskannya.

Dalam kamus William, tidak ada kata menyesal.

Juga karena dia memiliki pikiran sendiri, orang yang seperti begini sulit dikendali, begitu dia menginginkan sesuatu, dia tidak akan menyerah.

Apa yang dia katakan tadi juga memberitahunya, bahwa berbisnis adalah pilihannya sendiri, tidak ada hubungannya dengan yang lain.

Dia tidak perlu merasa bersalah dalam masalah ini, karena tidak ada yang bisa memaksanya.

Meskipun kata-katanya agak dingin, namun juga membuat Hansen terhibur.

Perasaan tertekan di hati Hansen perlahan-lahan mereda, dia menghela nafas, dan menggerakkan bibirnya tak berdaya.

Cucunya ini, bahkan tidak dapat baik-baik menghiburnya, haruskah begitu keren?

Meskipun depresi Hansen mereda, namun dia tidak akan benar-benar berpikir bahwa William bersedia diikat perusahaan Dilsen.

Tapi masalah ini, malah mengingatkan Hansen suatu hal.

William sudah berusia 30 tahun, dan pekerjaannya begitu sibuk, sekarang saatnya menemukan seseorang untuk membantunya.

Hansen menyipitkan matanya, diam-diam merencanakan sesuatu di dalam hatinya.

........

Keesokan harinya, Hansen mengumpulkan semua anggota keluarga kecuali William dan Ellen.

Demian dan Mila duduk di sofa, keduanya mendapat panggilan telepon dari Hansen dan mendadak bergegas kembali semalaman, jadi sekarang keduanya merasa sangat lelah.

Vania duduk bersilang di sofa, meletakkan laptop di pangkuannya, mengenakan headphone dan membuat video pendek yang baru direkamnya.

Louis dan Gerald menatap Hansen yang mengumpul semua orang dan tidak berkata dengan tatapan curiga.

“Ayah, bukankah kamu bilang ingin mengadakan rapat keluarga?” Louis mengerutkan kening dan berkata.

Hansen mengangguk dengan serius, menunjuk Vania, "Lepaskan headset dan simpan laptopnya."

Suara headphone Vania tidak keras, jadi begitu Hansen berkata, dia langsung mendengarnya, dia mencibir dan melepaskan headset, meletakkan komputer di sofa sebelahnya, dan bersandar ke belakang dengan malas, melihat Hansne dan berkata, “Kakek, apa yang ingin kamu katakan? Bisakah kamu segera mengatakannya, aku masih ada urusan.”

“Apa yang bisa kamu lakukan? Selalu tidak ada kerjaan di rumah dan tidak pernah melihatmu melakukan sesuatu yang serius!” Hansen memelototinya, dan berkata.

Vania sudah terbiasa mendengarnya, sudah menjadi kebal. Dia mengulurkan tangan dan mengorek telinganya, mencibir dan tidak berkata.

“Kalau ini adalah rapat keluarga, mengapa tidak ketemu William dan Ellen?” Mila bertanya.

“Ellen baru-baru ini menjalani ujian nasional, waktunya sangat mepet, jadi aku tidak memanggilnya.” Hansen berkata.

“Dia mepet, jadi kami sangat santai?” Vania memutar bola matanya ke atas dan bergumam.

Hansen, “.......” Dia ingin membuang bajingan ini yang selalu membantah perkataannya!

Tetapi terpikir hal penting berikutnya yang akan dikatakan, Hansen menahan dan tidak menegur Vania, melihat beberapa orang di sekitar, dia berdeham, dan berkata, "Di antara orang-orang yang kalian kenal, apakah ada wanita muda lajang yang cocok untuk menikah?”

Semuanya, “……..”

Novel Terkait

Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu