Hanya Kamu Hidupku - Bab 271 Mati Pun Tidak Akan Berpisah Denganmu

“ Papa sungguh kasihan sekali, saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk makan.”

Ellen mengatup rapat bibirnya melihat ekspresi mungil pria kecil yang makan dengan lahap dan senang sambil mengatakan papanya yang kasihan, sudut mulut dengan pelan bergerak dua kali.

Tino tidak mengatakan apa-apa, hanya diam dan mengupaskan udang untuk adiknya. Ada sedikit maksud memberi penghargaan.

Ellen melihatnya, di wajah semakin muncul mimik tersenyum.

……

Selesai makan siang, Ellen membawa Tino dan Nino keluar dari ruang makan, sedang berjalan ke ruang tamu, mendengar di lantai dua ada suara membuka pintu.

Tiga kepala kecil mendongak dan melihat ke arah lantai dua.

William keluar dari ruang kerja, melihat tiga kepala kecil yang ada di lantai bawah, mata hitam yang dingin langsung muncul kelembutan.

Meletakkan satu tangan di dalam saku celana, William menyampingkan badan menghadap ke lantai bawah, dengan suara jelas berkata, “ Sudah selesai istirahat belum?”

Ellen menundukkan kepala, tentu saja tidak akan menggubrisnya.

“ Eng.” Tino dengan patuh menjawab, “ Papa, kamu lapar tidak?”

Bibir tipis William agak melengkung, mata hitam melirik sejenak ke wajah cemberut Ellen, penuh kelembutan tertuju ke wajah Tino, “ Tidak lapar. Tunggu papa sebentar, papa ganti baju dulu habis itu ajak kalian pergi jalan-jalan.”

Mendengar akan bepergian.

Kedua wajah mungil Tino dan Nino secara bersamaan langsung bersinar, sekuat tenaga menganggukkan kepala pada William.

William mengatupkan bibirnya, menyipitkan mata dan mengerling ke Ellen, baru berjalan ke kamar tidurnya sendiri.

Mendengar suara buka dan tutup pintu dari lantai dua, Ellen agak mengerutkan alis dan mendongak, melihat ke kamar seseorang yang ada di lantai dua.

Bukankah dia sedang sibuk?

……

Depan pintu vila, Ellen melihat William secara terpisah meletakkan Tino dan Nino di kursi pengaman jok belakang, lalu menutup pintu mobil, akhirnya tidak tahan dan bertanya: “ Kalau kamu sibuk, tidak perlu mengajak kami pergi. Jika Tino dan Nino ingin pergi, aku yang bawa mereka pergi sama saja.”

William menatap matanya, “ Tidak sibuk.”

Ellen, “ ......” Masih bisa mengatakan apa lagi?

Naik ke mobil.

Ellen memakai sabuk pengaman sendiri, menggunakan sudut mata mengerling seseorang, “ Kita mau pergi kemana?”

Seketika William terdiam, alis yang indah sedikit mengerut, tertuju ke arah Ellen.

Baiklah.

Seseorang membawa mereka pergi jalan-jalan, akhirnya dirinya sendiri tidak tahu mau pergi kemana!

Melihat ekspresi Ellen yang agak kehabisan kata-kata, William menyipitkan mata, melihat Tino dan Nino dari kaca spion, “ Kalian mau pergi kemana?”

“ Aku ingin pergi ke kebun binatang melihat gorila, .” Nino berkata sambil menyilangkan satu kaki gemuknya.

Tino penuh ejekan melirik Nino, “ Aku ingin pergi ke museum.”

Nino merasa kesal.

Kakaknya benar-benar sudah cukup ya!

William selesai mendengarnya, berpikir dengan serius, mengatakan, “ Kalau begitu pergi ke kebun binatang dulu, baru pergi ke museum.”

“ Hore......”

Suara kecil Nino penuh semangat langsung melonjak sampai pucaknya, lalu mendengar Ellen pelan-pelan mengatakan, “ Pergi ke pusat perbelanjaan.”

Pergi ke pusat perbelanjaaan......

Nino langsung menarik nafas, membelalakkan mata berkata, “ Pergi ke kebun binatang dulu. Kemudian papa mengantarku pulang. Lalu kamu baru antar mama dan kakak pergi ke museum dan pusat perbelanjaan.”

William, “ ......”

Sudut mulut Ellen berkedut, mata besar penuh kelembutan melihat Nino .

Pria kecil ini begitu takut pergi ke pusat perbelanjaan?

Bukan hanya Nino, Tino juga sama merasa jalan di pusat perbelanjaan adalah mimpi buruk.

Karena setiap kali menemani Ellen jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, sungguh merasa hancur.

Dia akan mengunjungi semua toko pakaian wanita di pusat perbelanjaan, dan itu masih belum cukup, jika ada pakaian yang dia suka, dia tidak akan takut susah dengan mengunjungi semua toko dengan merek itu di pusat perbelanjaan, pada akhirnya di saat mau tidak mau harus pulang, dia baru akan membeli pakaian itu.

Benar-benar sebuah......legenda!

Meskipun Ellen tidak bicara, tapi satu tangan diam-diam sudah menahan di atas kening, sebuah tampang yang merasa lelah sampai tidak ingin berbicara.

Mata William yang penuh kelembutan, melihat Tino dan Nino sejenak, akhirnya mengucapkan satu kalimat yang membuat Tino dan Nino merasa hancur, “ Pergi ke pusat perbelanjaan!”

Nino langsung bersandar di kursi pengaman, merasa tubuhnya bagai dikosongkan ada atau tidak ada?

Wajah Ellen malah agak memerah, berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa memalingkan wajah ke arah jendela mobil.

William menatap Ellen melalui kaca spion, sudut bibir yang tipis agak terangkat, menyalakan mesin mobil dan berkendara maju ke depan.

……

Alasan mengapa Ellen mengusulkan ke pusat perbelanjaan, yang paling penting adalah membeli pakaian untuk Tino dan Nino .

Kepulangan kali ini tidak terduga, jadi tidak membawa apapun.

Dia masih bisa memakai pakaian yang dulu, tapi Tino dan Nino hanya ada pakaian yang asal-asalan dibungkus oleh Samir dan Frans .

William membawa Ellen ke pusat perbelanjaan Huadi tempat berkumpulnya barang-barang mewah dan terkenal di Kota Tong .

Karena pusat perbelanjaan barang mewah, jadi tidak banyak orang.

Dan begitu William tiba, juga berjalan melalui jalur VIP, sepanjang jalan juga tidak bertemu banyak orang.

Kali ini Ellen tanpa basa basi, langsung menuju toko pakaian anak-anak.

Meskipun Tino dan Nino masih kecil, tapi masing-masing memiliki selera tersendiri terhadap nilai keindahan, jadi setiap kali Ellen harus membawa mereka ke toko pakaian anak-anak, mereka akan memilih pakaian sendiri.

Nino dan Tino berkeliling satu putaran dalam toko pakaian anak-anak, lalu masing-masing menunjuk dua set pakaian.

Toko dengan standar seperti ini ukuran juga lebih akurat, Ellen tidak menyuruh kedua pria kecil mencobanya, langsung menyuruh pelayan toko mengambilkan pakaian yang ditunjuk Tino dan Nino masing-masing dua stel dengan ukuran yang lebih besar lalu membayarnya.

Tentu saja, bukan dia yang bayar.

Gaji sebulannya masih tidak cukup membeli satu stel pakaian di sini.

Dulu yang dia beli untuk Tino dan Nino, juga tidak akan memilih yang terlalu mahal, semuanya hanya pakaian harga standar.

Tapi kali ini ada seseorang yang membawa mereka ke sini, Ellen juga berpikir ini adalah niat darinya sebagai papa kandung, jadi merasa sudah seharusnya seseorang yang bayar!

William juga senang membayarnya, mengeluarkan sebuah kartu emas hitam dan diberikan pada pelayan.

Keluar dari toko pakaian anak-anak, Ellen baru saja mau mengatakan pulang.

Nino tiba-tiba menutupi perutnya, mengatakan sakit perut.

Tidak bisa apa-apa, William hanya bisa membawa Tino ke toilet lantai ini.

Ellen membawa Tino menunggu William dan Nino di ruang tunggu yang sengaja disediakan untuk pelanggan.

Ellen dan Tino baru saja tiba di ruang tunggu dan duduk.

Suara dua sepatu kulit yang terburu-buru diiringi suara wanita yang merasa diperlakukan tidak adil juga marah dari luar terdengar ke dalam ruang tunggu.

“ Tidak bisa, kamu sudah berjanji sore ini akan menemaniku, ini baru berapa lama, kamu sudah mau pergi!”

“ Sudah aku katakan ini masalah bisnis!” Nada bicara pria lembut sekali, tapi terdapat ketidaksabaran yang jelas sekali.

“ Bisnis? Setiap kali selalu mengatakan bisnis! Hanya perusahaan jelekmu itu, mana ada bisnis sebanyak itu? Jelas sekali kamu tidak ingin menemaniku!”

Seketika pria tidak bersuara.

Setelah beberapa saat, suara wanita terdengar lagi, hanya saja kali ini, tidak ada kemarahan lagi, dalam nada bicara penuh rasa berhati-hati dan menyanjung, “ Bintang, maaf, aku, bukan itu maksudku, tadi berbicara tanpa mempertimbangkannya dulu, kamu, jangan marah padaku boleh tidak?”

Bintang?

Ellen mengerutkan kening.

“ Karena kamu memandang rendah aku, kita juga tidak perlu bersama lagi, putus saja.”

Pria dengan dingin mengatakannya.

“ Aku tidak mau!”

Suara wanita mendadak jadi tajam, terdengar agak bergejolak, “ Mati pun aku tidak akan berpisah denganmu! Bintang, aku Vania seumur hidup ini tidak akan berpisah denganmu! Kamu jangan berharap dan musnahkan saja niat ini!”

Di luar ruang tunggu.

Bintang dengan setelan jas hitam yang tegap, perawakannya tinggi penuh dengan kedinginan dan keterampilan halus yang hanya dimiliki pria dewasa, wajah yang tampan dan halus itu sangat suram, menatap mata bersinar Vania yang ada di depan dan terus memegangi lengannya, di sana masih ada separuh cahaya, penuh dengan rasa dingin dan sunyi sepi, “ Vania, jelas-jelas kamu tahu seumur hidup ini aku tidak akan ada sedikitpun rasa belas kasihan dan cinta padamu, untuk apa kamu bersikeras terus menempel padaku dan tidak mau melepaskanku? Seharusnya kamu paham, meskipun hubungan kita sekarang adalah calon suami istri, kelak kemungkinan besar aku juga akan menikahimu, tapi, apa yang ingin kamu dapatkan dariku, sedikitpun tidak akan kamu dapatkan!”

Vania menggunakan pandangan rumit yang penuh cinta tapi juga penuh kebencian menatap wajah Bintang yang sedingin embun beku, menggertakkan giginya, “ Hati yang ku inginkan, tidak kamu berikan padaku. Tapi dirimu ini, sampai mati hanya boleh milik Vania seorang!”

“ Tidak, diriku ini, kamu juga tidak akan mendapatkannya!”

Bintang melihat mata Vania, sama sekali tidak ada kehangatan, sedingin sumur es.

Seluruh tubuh Vania gemetar, “ Asalkan aku tidak melepaskan tangan, kamu Bintang jangan berharap bisa meninggalkanku, dan pada akhirnya yang akan kamu nikahi, juga hanya diriku Vania. Dalam pandangan orang-orang, kamu adalah suami Vania, orangku!”

“ Jika kamu bersikeras mau bertahan, tentu saja aku akan menikahimu! Tapi......”

Kata-kata Bintang sampai di sini, tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan Vania yang dikaitkan di lengannya.

“ Ah, sakit.”

Vania mengerutkan kening, memandang Bintang dengan rasa sakit dan ketakutan.

Tiba-tiba sudut mulut Bintang terbentuk lengkungan yang suram, tanpa belas kasihan menarik tangan Vania, dan menyingkirkannya.

Nada bicara suram dan kejam, satu kata demi satu kata mengatakannya, “ Aku tidak akan menyentuhmu selamanya, walaupun hanya sehelai rambut!”

Bintang dengan kejam mengucapkan kata-kata ini, lalu berbalik, dengan langkah cepat berjalan ke arah lift di lantai ini, bahkan sosok punggung yang menghadap ke Vania juga penuh rasa dingin, dan kejam!

Vania memegang pergelangan tangannya yang tadi digenggam hingga sakit oleh Bintang, sambil menangis berteriak kencang ke arah sosok punggung Bintang, “ Bintang, kamu kembali! Bintang!

Tentu saja Bintang tidak akan kembali.

Vania membelalakkan mata, air mata mengalir deras, hanya bisa melihat Bintang tanpa keraguan melangkah masuk ke dalam lift, rasa sakit di hati dan kemarahan serta rasa malu sudah memuncak, Vania mendadak menggila dan berteriak kencang, “ Ah........”

Tino mengangkat-angkat bahu kecilnya karena suara jeritan tajam yang menusuk telinga ini, mendadak mengerutkan kedua alisnya.

Ellen mengatupkan bibirnya, menundukkan kepala menutup telinga Tino .

……

Vania meninggalkan lantai ini, William menggendong Nino keluar dari sudut pojok, tidak berhenti, dengan langkah cepat berjalan ke arah ruang istirahat.

Melihat William dan Nino kembali, Ellen seperti biasa memegang tangan kecil Tino berdiri dari tempatnya, seolah-olah tadi tidak mendengar apapun, meninggalkan pusat perbelanjaan Huadi dengan William.

Keluar dari pusat perbelanjaan Huadi, masih belum jam tiga sore.

William berencana membawa Nino jalan-jalan ke kebun binatang, tapi Ellen menolaknya dengan alasan waktu terlalu mendesak.

Nino, “ ......” Kebenciaannya tidak sedikit!

Seseorang wanita kecil memang sedang kesal, tentu saja William harus mengikutinya dan membujuknya.

Untuk itu tanpa mempedulikan ekspresi mata sedih si gemuk cilik, langsung mengendarai mobil pulang ke vila Coral Pavilion.

Saat tiba di rumah, tim desainer masih sedang sibuk.

Ellen meninggalkan William, membawa kedua pria kecil ke taman untuk menghabiskan waktu, dari pada berada di vila mengganggu para desainer bekerja.

William melihat Ellen membawa Tino dan Nino berjalan ke arah taman, hingga tidak terlihat sosok mereka bertiga lagi, baru melangkahkan kaki masuk ke dalam vila, dan berjalan ke ruang kerja lantai atas.

……

Taman.

Ibu dan anak bertiga berbaring di padang rumput dan di bawah sinar matahari.

Nino mendadak membalikkan badan, meringkuk ke samping Ellen, tangan kecil yang gemuk meraih rambut Ellen sambil memainkannya, menatap Ellen dengan aneh sambil mengedipkan mata, berkata, “ Mama, aku sudah paham.”

“ ......eng?” Ellen kebingungan.

Nino tertawa sejenak, “ Sebenarnya kamu takut menunda pekerjaan papa, jadi tidak membiarkan papa membawaku ke kebun binatang, benarkah?”

Wajah Ellen memanas, menundukkan kepala menggigit wajah mungilnya, dengan suara pelan berkata, “ ......selalu kamu yang tahu banyak.”

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu