Hanya Kamu Hidupku - Bab 549 Kamu Terlihat Sangat Bersemangat

Mata Linsan membelalak, tidak bisa menyembunyikan perasaan kagetnya itu.

Yuki meraih lengannya Linsan dan menatapnya sambil tersenyum. "Tampaknya kamu hari ini sudah tidak berminat untuk menemani aku berbelanja, lebih baik kita batalkan saja dan lainkali kita bisa mengajak Jinjing untuk berbelanja bareng, bagaimana?"

Kedipan mata yang tak bisa di tutupi oleh Linsan sendiri, ada kesan tak terduga di mata Linsan ditambah dengan amarah. Bulu matanya berayun ringan, dan wajahnya berubah menjadi dingin.

Ketika Yuki melihat perubahan wajahnya Linsan, dia tidak bisa menahan tawanya. Menatap langsung ke mata Linsan, dan berkata, "Linsan, ayo kita pergi bersama."

"Kamu pergi duluan saja."

Setelah Linsan selesai mengatakan itu, tanpa mengatakan ke mana dia pergi, dia langsung berbalik badan dan meninggalkan tempat itu.

Yuki juga tidak berniat mengejar atau bertanya lebih lanjut, Dia memegang lengannya sendiri dan menatap punggung Linsan sambal mencibir. "Linsan….Linsan, aku Yuki tidak pernah menyembunyikan ambisi dan keserakahanku, tapi kalau kamu? Di bawah penampilan yang anggun dan murah hati, terdapat hati yang kotor dan berbahaya, bukankah kamu lebih menjijikkan dan tak tahu malu dibanding aku? "

……

Kota Yu, hotel.

Hanya butuh waktu kurang dari satu jam bagi Sumi untuk keluar dan Kembali lagi.

Pani baru saja menyelesaikan percakapan telepon dengan Ellen, tetapi suasana hatinya belum sepenuhnya pulih. Melihat Sumi kembali, wajah Pani langsung terlihat sedikit tidak nyaman.

Sumi melihat mata merah Pani sekilas, dan hatinya langsung merasa tenggelam dan tidak nyaman. Dia berjalan beberapa langkah ke depannya dan berkata, "ada apa?"

Pani menatap mata Sumi yang terlihat sangat khawatir dan juga tidak berminat untuk menutupi lagi, "mengapa kamu kembali begitu cepat? Apakah penandatanganan sudah selesai dilakukan?"

Sumi buru-buru menganggukkan kepalanya dan duduk di samping Pani. Dia meraih tangannya Pani dan menggenggamnya.

Karena tidak tidur sepanjang malam, mata Sumi terlhat merah dan sangat khawatir. Dia menatap mata Pani dan berkata, "ada apa?"

Sumi menurunkan suaranya dan bertanya berulang kali.

"Paman Sumi." Pani menatap Sumi dan tiba-tiba berkata dengan suara perlahan, "Menurut kamu, anak di perutku ini adalah laki-laki atau perempuan?"

Wajah Sumi tiba-tiba berubah menjadi kaku. Dia menatap mata Pani, seolah-olah dia tiba-tiba dilemparkan seember es batu oleh seseorang, dan wajahnya langsung dingin dan membeku dengan cepat.

Tapi Sumi tidak menghindar atau mengabaikan pertanyaannya. Sebagai gantinya, dia berkata dengan suara serak, "kamu lebih suka laki-laki atau perempuan?"

Pani meletakkan satu tangan di perutnya dan mengelusnya dengan lembut. Kelembutan di matanya menusuk hati Sumi seperti jarum.

Sumi hanya bisa menekan nafasnya, karena setiap kali bernafas, hatinya langsung merasa sakit!

"Kuharap itu laki-laki." Pani memandang Sumi dan berkata dengan suara rendah.

Sumi meraih tangan Pani dan tidak bisa berhenti menahan perasaan dirinya dan mulai sedikit gemetar.

Pani melihat pembuluh darah biru yang berada di punggung tangan Sumi, dan matanya berkedip cepat.

"Mengapa begitu?" Sumi terus bertanya seolah-olah dia sedang menyalahkan diri sendiri.

Pani mengangkat kelopak matanya dan memandang Sumi dengan tatapan tenang yang tidak biasa, "karena kalau dibandingkan dengan anak perempuan, dunia lebih toleran terhadap anak laki-laki dalam beberapa hal. Dan anak laki-laki, sampai batas tertentu, lebih kuat daripada anak perempuan. Jadi aku ingin seorang anak lelaki. Tetapi jika ternyata adalah perempuan, itu juga bagus, tetapi aku mungkin harus menghabiskan lebih banyak energi dan usaha untuk merawatnya saja. "

Mata Sumi semerah api yang menyala, hatinya, terasa sakit!

Pani menatap Sumi dalam hening selama puluhan detik, Dia mengangkat alisnya tiba-tiba dan berkata kepada Sumi, "apa yang harus aku lakukan? Aku sangat menantikan kelahiran anak ini.

Aku sudah tidak sabar untuk melihat apakah anak ini akan terlihat seperti aku atau ayahnya. Apakah karakternya akan lebih seperti aku ketika sudah tumbuh dewasa? Apakah dia akan menyukai dunia ini, seperti ibunya? Aku benar-benar sangat menantikannya

Tenggorokan Sumi terasa tersendat oleh sesuatu dan merasa sangat sulit untuk mengatakan sesuatu.

Sumi hanya menatap wajah Pani yang sangat bersemangat dan gembira, bibir merahnya terus bergerak, dan jantung di atrium kirinya, seolah-olah detik berikutnya akan meledak menjadi bubuk.

Di satu sisi, apakah harapannya Pani terhadap anak ini berarti bahwa dia peduli dengan pria yang ayahnya anak ini?

Begitu pikiran ini muncul di benak Sumi, dia mulai merasa panik dan bingung secara bertahap.

Sumi tidak ingin mendengarkannya lebih lanjut, Tidak ingin!

"Bayi itu akan lahir dalam dua atau tiga bulan lagi, dan aku belum mulai memikirkan nama anak itu, sekarang sudah waktunya untuk memikirkannya, supaya tidak terlambat nanti. Haruskah kita memilih nama yang lebih baik atau nama dengan makna khusus, ah…..”

Pani melihat ada rasa sakit yang tertahan di wajah Sumi yang kaku, Sudut matanya terlihat sangat merah dan tak terkendali, Pani menggigit bibir bawahnya dengan erat, dan tidak melanjutkan berbicara lagi.

Sebenarnya pada saat ini.

Pani sudah bisa 100% yakin.

Sumi masih tidak tahu bahwa ayah kandung anak itu adalah dirinya sendiri!

Kalau tidak, Kenapa Sumi bisa terlihat begitu menyedihkan?

“…… Aku, aku baru saja Kembali, aku mau mandi dulu. "Sumi menundukkan kepalanya, bulu mata hitam panjangnya menutupi matanya, setiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung getaran.

"Baiklah." Pani berkata, dan langsung menutup bibirnya kembali.

Sumi melepaskan tangan Pani, berdiri dari sofa.

Tidak tahu apakah karena berdiri terlalu terburu-buru atau sesuatu.

Begitu Sumi bangun, sosoknya yang tinggi tiba-tiba bergetar.

Wajah Pani terlihat kaget, langsung berdiri dengan wajah pucat dan merangkul lengannya Sumi, menatap wajah Sumi yang juga terlihat pucat, "Kamu baik-baik saja?"

Sumi memandang Pani dengan lemah, hanya tertawa kecil dan berkata, "tidak apa-apa."

"......" Tenggorokan Pani terasa tertusuk, dia hanya bisa menganggukkan kepalanya dan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.

Sumi mengeluarkan tangannya dari saku dan berjalan menuju kamar tidur, langkahnya sedikit buru-buru.

Melihat Sumi berjalan ke kamar, Pani perlahan duduk di sofa, kedua tangannya menopang wajahnya, wajahnya makin lama makin kaku.

……

Sesudah makan malam di malam itu.

Sumi membawa Pani pindah ke apartemen baru.

Samir dan Ethan, ayah dan anak, juga mengambil kesempatan ini untuk tinggal bersama di apartemen baru.

Tiba di apartemen baru.

Pani sangat terkejut melihat unit apartemen barunya yang luasnya mencapai empat lima ratus meter persegi yang seluas lapangan basket.

Bukankah hanya tinggal sebentar saja? Mau pamer kekayaan untuk siapa sampai harus membeli unit apartemen sebesar itu dan mendekorasinya dengan begitu mewah?

Pani adalah orang miskin.

Jadi Pani merasa tidak biasa ketika melihat apartemen sebesar ini sekarang!

Pani ingin jadi orang kaya!

Apartemennya cukup besar dan kamar-kamarnya juga terpisah.

Setelah memilih kamar, semuanya ke teras untuk menikmati obrolan santai.

Sumi, Pani, Samir dan Ethan duduk mengelilingi sofa di dekat sebuah meja bundar, sementara Bobo memindahkan sebuah bangku sofa kecil dan duduk di sebelah Pani.

Pani sangat suka Bobo.

Alasannya sederhana.

Karena Bobo sangat lucu dan tampan, dan selalu memuji Pani cantik dan menawan!

"Bibi, kamu pasti reinkarnasi peri." Bobo menoleh dan menatap Pani, dan berkata dengan sungguh-sungguh.

Pani tertegun, dan kemudian merasa gembira, Pani memegang tangan putih kecil Bobo dengan wajah memerah. "Sayang, kamu selalu mengatakan seperti ini, aku jadi merasa malu."

"Bibi, dalam imajinasiku, kamu memang memang sama persis seperti peri." Bobo berkata.

"......" Pani hanya bisa tersenyum malu, tetapi wajahnya terlihat sangat tersanjung, dan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi dalam waktu yang lama.

Sumi memiringkan kakinya dan memegang segelas anggur merah di tangannya. Dia melirik pipi

Pani yang memerah, dan jantungnya berdegup kencang.

Samir menatap Bobo, menggelengkan kepalanya, melirik Ethan dan berkata, "Nak kamu ini ya, kamu harus mengawasinya dengan ketat ketika dia sudah tumbuh dewasa nanti."

Ethan memandang Bobo, "Tidak perduli! Aku malas untuk mengurusnya."

"Buset." Samir tidak marah, "Itu anak kandung kamu lho!"

Ethan hanya cemberut saja.

"Sungguh, Mulut Bobo begitu manis, jadi jangan heran kelak dia bisa membawa begitu banyak wanita masuk ke rumah, Ethan, kamu tidak perlu khawatir hari tua kamu akan sepi!" Kata Samir sambil tertawa.

"Paman Samir, Bobo ada kenal seorang tante yang cantik beberapa hari yang lalu. Izinkan aku memperkenalkannya kepada Anda." Bobo berkata, menatap Samir.

"Oh, Jangan dulu." Samir tertawa. "Bobo, selera Paman Samir sangat tinggi lho, Apakah kamu yakin paman akan berpikir tante itu cantik?"

"Paman Samir masih tidak percaya sama pendapatku tentang wanita cantik?" Bobo sengaja memandang Pani.

Pani tersenyum, menatap Samir dan berkata, "Kakak ke-lima, jika kamu tidak bisa mempercayai pernilaian Bobo kita, itu sama saja menilai aku tidak cantik?"

"Tidak, tidak! Aku percaya, aku percaya kok!" Samir menjawab dengan cepat.

Pani dan Bobo saling menatap dan saling memberikan isyarat.

Bobo juga tertawa menunjukkan sederet kecilnya, dia mengedipkan mata pada Samir dengan

mata jernih, "Tante itu bernama Rere Liao , dan kakinya panjang. Kalau Bobo berdiri dengan Tante itu, aku hanya sampai di bagian sini."

Bobo berkata, mengulurkan jari gemuknya dan menunjuk ke arah pahanya.

"Kaki panjang!"

Samir mencoba merespon Bobo dengan menunjukkan minat dan ketertarikannya.

Ketika Ethan mendengar Bobo mengatakan nama "Rere Liao", sudut matanya langsung bergerak cepat.

Anak kurang ajar ini.

Rere Liao adalah pasangan kencan buta yang diatur oleh neneknya dua hari yang lalu untuk dirinya!

Tetapi Ethan malah tidak memperhatikan apakah kakinya Rere Liao panjang atau tidak!

Tapi!

Ethan mengerutkan kening dan menatap Bobo, dan wajahnya yang tampan langsung menjadi serius, "Bobo, tidak bisakah kamu bersikap lebih baik?"

"Huh!"

Bobo membusungkan dadanya, mengangkat dagunya, dan memicingkan mata ke arah Ethan, "apa yang salah denganku? Jika nenek diizinkan untuk memperkenalkan wanita yang berkaki Panjang untukmu, lalu kenapa aku tidak akan diizinkan untuk melihatnya?"

"Oh, oh ..."

Samir akhirnya mengerti, menatap Ethan dengan wajah penuh kejutan, "jadi Nona Rere Liao ini adalah teman kencanmu? Nah, Ethan, kamu sudah mulai kencan buta, tapi kamu tidak memberi tahu saudara-saudaramu, malah sembunyikan dengan begitu lama!"

Ethan mengabaikan Samir, Dia memalingkan wajah tampannya dan berdiri dari sofa, Dia berjalan ke arah Bobo, memegang dan menarik kerah belakang bajunya dan mengangkatnya untuk berdiri.

"Bobo, apakah kamu menentang aku? Jika kamu tidak belajar dengan baik pada usia muda, kulit kamu sudah gatal ya dan sudah kepingin dihajar!"

"Apa yang salah dengan aku? Aku seorang laki-laki juga, Jika Anda dibolehkan menyukai wanita dengan kaki yang panjang, kalau aku hanya mau melihatnya saja, apa tidak boleh? Bobo mengangkat bahu kecilnya dan membantah dengan sengit.

"Beraninya kamu membantah? Jika aku tidak mendidik kamu dengan baik hari ini, ketika kamu dewasa, kalau kamu sampai melakukan sesuatu yang buruk, pasti aku yang akan dimarahi!"

Pani , "......." Didik anak bukan untuk kebaikan putranya, tetapi karena takut dimarahi?

Apa?!

"Ethan, bukankah tadi bilang mau nyerah saja dan tidak mau perduli?" Samir menepuk pahanya dan tertawa.

Pani sedikit cemberut, menatap Samir dan berkata, "Kakak ke-lima, kamu terlihat sangat bersemangat hari ini?"

Eh…….

Samir berhenti tertawa, mengerutkan bibirnya dan memandang Pani, dan berkata dengan serius, "Pani, jangan salah paham, Aku bukan sedang menari diatas penderitaan orang lain, juga bukan memanjakan Bobo, Sebaliknya, aku malah berpikir Ethan memang benar-benar demi kebaikan Bobo. "

Pani percaya dan bisa terima pernyataan itu.

Pani mengangkat alisnya dan bangkit. "Aku sudah sedikit mengantuk, Aku akan kembali ke kamar dan beristirahat, Kalian lanjut saja ngobrolnya."

"Aku juga tidak mau ngobrol lagi." Sumi juga berdiri dari sofa, mengulurkan tangan untuk memegang Pani, " kita bareng saja."

Pani malah terkejut, menatap Sumi, "Bareng?"

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu