Hanya Kamu Hidupku - Bab 77 Kapan Ellenku Menjadi Gagap

Duduk ke dalam mobil, Ellen berkata pada William yang duduk di kursi pengemudi, "Paman ketiga, sebelum mengantarku ke sekolah, kamu mengantarku ke apotik dulu, aku ingin membeli masker.”

Agar penampilannya tidak menyebabkan keributan di sekolah, dia sebaiknya menggunakan masker.

William menatap Ellen dengan lembut, “Kamu tidak perlu pergi ke sekolah lagi sebelum ujian.”

Apa?

Ellen memandang William dengan aneh, “Tidak pergi ke sekolah?”

“Yah, aku meminta Paman Sumi mencarikan guru les, kamu cukup belajar di rumah saja sebelum ujian.” William berkata.

“Baguskah seperti ini?” Ellen bertanya dengan nada rendah.

“Tidak nyaman bagimu untuk pergi ke sekolah sekarang.” William berkata, sepertinya dia tidak terlalu ingin membahas tentang ini.

Ellen mencibir, terdiam sejenak lalu berkata, “Aku akan mengenakan masker, dan tidak akan merasa tidak nyaman.”

William menatap Ellen dari kaca spion, “Pada saat makan juga mengenakan masker?”

Ellen, “.......” Tidak dapat mengatakan apapun.

William memegang sterling mobil dengan satu tangan, mengosongkan satu tangan, memegang tangan Ellen yang diletakkan di kakinya, dan berkata dengan lembut, “Apakah kamu tidak ingin belajar di rumah? Bukankah anak-anak sekarang tidak suka pergi ke sekolah?”

“Tidak lama lagi akan ujian, aku sudah banyak boros waktu dalam semester ini.” Ellen berkata dengan kesal.

William menatap wajah Ellen yang kesal, dan mengangkat alisnya, “Apa yang kamu khawatirkan dengan nilaimu?”

Ellen meliriknya dan tidak mengatakan apapun.

William melihatnya selalu mengerutkan kening, matanya menyipit dan berkata, “Tenanglah, Paman Sumi pasti akan mencarikan guru terbaik di kota Tong, dan khusus mengajarimu seorang, tidak mungkin akan lebih buruk dari guru sekolah yang mengajari orang sekelas, kan?”

William sudah mengatakan seperti ini, apa lagi yang bisa dikatakan Ellen selain menyetujuinya?

Jadi, masalah tentang Ellen tidak pergi ke sekolah dan belajar di rumah, ditentukan dengan senang hati.

.............

Ellen dan William baru saja tiba di Coral Pavillion, Jine langsung datang, katanya kakek yang menyuruhnya datang ke sini untuk membantu Ellen mengganti obat.

Ellen duduk di sofa dengan kedua tangan mengepal.

Jine berdiri setengah membungkuk di depannya, dengan hati-hati melepaskan pita perekat dan kain kasa yang menempel di wajah Ellen.

Sebelumnya hanya terlihat kain kasa di wajah Ellen, tidak dapat melihat luka di wajahnya.

Sekarang......

Tanpa kain kasa, luka yang mendalam di wajah Ellen terbuka di depan William.

Cedera di wajah Ellen lumayan serius.

Karena lukanya yang mendalam, kulit di sekitarnya memerah dan bengkak, terlihat sangat mengerikan.

Memperlihatkan luka di depan William, Ellen agak tegang.

Sebelumnya dia meminta untuk mengganti obat di kamarnya, tetapi dipaksa William untuk berada di ruang tamu, dia tidak berdaya, hanya bisa mengganti obat di ruang tamu.

Ellen duduk tegak, dan menundukkan bulu matanya, seolah-olah tidak melihat apapun, namun sebenarnya, sudut matanya fokus menuju ke arah William.

Wajah William terlihat sangat buruk, suram bagaikan badai, matanya memancarkan pandangan dingin yang mengerikan.

“Nona Ellen Nie, lukamu tidak boleh terkena air, jadi harus hati-hati.” Jine mengoleskan salep di luka wajahnya sambil mengerutkan kening berkata, mungkin dia menemukan luka di wajah Ellen, sebelumnya pernah terkena air.

Ellen segera melirik ke arah William, mencibir dan mengangguk, “Aku tahu Dokter Ji.”

“Sebenarnya, luka di wajahmu harus dijahit, agar lebih cepat pulih.” Jine berkata.

“Tidak.” Ellen menolak.

Dia tidak ingin ada jahitan di wajahnya, itu terlihat sangat mengerikan.

“Jahit!”

William malah berkata.

Ellen, “......”

Jine tertegun, menatap William, “Jahit?”

William mengangguk, wajahnya terlihat dingin, “Jahit, sekarang!”

“Oke, kebetulan aku ada bawa obat bius, jarum dan benang khusus.” kata Jine.

“..... Tidak.” Wajah Ellen menjadi pucat, dia memandang William dengan ekspresi memohon.

“Ayolah, agar cepat pulih.” William berkata dengan singkat dan tegas!

“Aku tidak mau!” Ellen berkata, “Lukaku sudah mungkin akan meninggalkan bekas luka, dan sekarang ditambahkan bekas jahitan, lebih baik buang saja wajah ini!”

“Uhuk uhuk.” Jine batuk, menatap Ellen dan berkata, “Nona Nie, aku berjanji padamu, tidak akan meninggalkan bekas jahitan di wajahmu. Lagipula, setelah dijahit, persentase meninggalkan bekas luka sangat kecil.”

“...... Tidak, tidak akan meninggalkan bekas jahitan?” Ellen tertegun dan bertanya.

Jine tersenyum dan mengangguk, “Tidak!”

Haiks....... terlalu memalukan!

Ellen mengangkat tangan dan menyentuh dahinya.

Sebenarnya harus banyak belajar.

Daripada bersikap bodoh!

William menatap ujung telinga Ellen memerah, namun dia tidak merasa lucu, dia mengulurkan tangan, menarik tangan Ellen yang memegang dahinya.

Ellen tertegun, dan menatap William dengan tatapan bingung.

Ketika melihat matanya dipenuhi kesedihan, Ellen merasa hatinya sangat terharu.

.......

Setelah mendapat persetujuan dari William dan Ellen, Jine segera mulai mempersiapkan peralatannya.

Mengenakan sarung tangan yang telah didesinfeksi, keluarkan obat bius dan alat yang diperlukan untuk menjahit. Setelah memberikan obat bius pada Ellen, sekitar lima belas menit kemudian, barulah mulai menjahit.

Karena anestesi, Ellen tidak merasakan sakit.

Tadi dia ketakutan melihat Jine memegang jarum di dekat kulit wajahnya, sekarang dia sama sekali tidak merasakan apapun.

Jine dapat menjadi dokter keluarga Dilsen, ilmu dan prakteknya tentu tidak perlu diragukan lagi, tindakannya juga sangat lincah.

Dengan cepat luka di wajah Ellen selesai ditangani.

Untuk mencegah infeksi luka, Jine menutupi luka Ellen dengan kain kasa, meninggalkan beberapa masker, dan memberitahu Ellen, dia akan kembali seminggu kemudian, lalu pergi meninggalkan Villa.

.........

Tadi pagi langsung kembali ke sini tanpa sarapan.

Jadi begitu Jine pergi, William langsung pergi ke dapur untuk membuat sarapan.

Karena Darmi sedang libur, dalam rumah hanya tersisa dia dan William.

Ellen tidak pandai memasak, bahkan tidak pandai menggunakan penanak nasi, hanya pandai memasak air panas dan teh.

Oleh karena itu, tugas memasak jatuh pada William, yang ahli memasak namun jarang memasak.

Karena masih pagi, jadi William hanya membuat mie seafood.

Namun tampilan dan rasanya sangat lezat.

Ellen menghabiskan semua mienya, dan juga supnya, dia hampir saja menjilat mangkuknya.

Selesai makan.

William pergi ke dapur dan mencuci mangkuk.

Ketika dia keluar dari dapur, dia melihat Ellen memegang wajah kanannya dengan satu tangan dan duduk di sofa menggertakkan giginya.

William mengangkat alisnya dan melangkah maju, menarik pergelangan tangan Ellen dari wajahnya.

Matanya yang gelap penuh belas kasihan, “Sakit?”

“..... Ya.”

Ellen mengerutkan kening dan mengangguk.

Tadi karena efek bius jadi tidak merasakan apapun, di saat makan mie juga tidak terasa sakit, tetapi sekarang sangat menyakitkan, seolah-olah ada seseorang yang meninju di wajah kanannya.

Bibir William tertutup rapat, dia segera melepaskan tangan Ellen dan mengambil ponselnya dari meja.

Ellen melihatnya, tertegun sejenak dan berkata, “Paman Ketiga, apa yang kamu lakukan?”

William menelepon dan berkata pada Ellen, “Telepon Dokter Ji.”

“......” Ellen keringatan, dia segera berdiri, merebut ponsel William dan menutup telepon.

William memperhatikan gerakan Ellen, alisnya berkerut, dan menatapnya dengan terkejut.

Ellen memegang ponsel, dan menghela nafas dalam hati, memandang William dan berkata, “Paman ketiga, aku tidak begitu lemah. Lagipula, sebentar lagi seharusnya akan membaik, tidak perlu sengaja memanggil Dokter Ji datang.”

Dan Ellen merasa rasa sakit seperti ini seharusnya normal.

Oleh karena itu, kalau menelepon Jine memintanya datang, benar-benar terlalu merepotkan.

Mungkin saja, nanti Dokter Ji akan menertawakannya dalam hati!

William menatap Ellen, matanya menyipit, melirik ponsel di tangannya dan berkata, “Ponsel.”

“Paman ketiga.....”

“Aku mencari Sumi.” William berkata.

“.....” Dia menyangka William bersikeras ingin menelepon Jine.

Ellen merasa lega dan juga merasa segan.

Dia mencibir dan perlahan-lahan menyerahkan ponsel padanya.

William mengulurkan tangan mengelus kepalanya dan mengambil ponsel dari tangannya, lalu menelopon Sumi, “Sebelum datang, bawakan obat penghilang rasa sakit.”

Tidak tahu apa yang dikatakan Sumi, William menatap Ellen dan berkata dengan nada rendah, “Kita bicarakan lagi setelah kamu datang.”

Kemudian, William langsung menutup telepon.

Wajah Ellen memerah karena kepedulian dan perhatiannya.

William meletakkan ponsel ke meja, ketika dia mengangkat kepala, dia melihat Ellen menatap fokus padanya.

William menggerakkan tenggorokannya, dia maju dan merangkul pinggang Ellen, menundukkan kepalanya, dan mencium alisnya. Keningnya menempel padanya, tatapannya yang mendalam tampak redup, menatap fokus pada Ellen yang terlihat malu, dan berkata dengan lembut, “Paman Sumi akan segera datang, tahan dulu, ya?”

“........Oh.”

Ellen menundukkan kepalanya, sepasang bulu mata yang tebal mengedip dengan cepat, dan suaranya sangat kecil.

Dan.

Detak jantungnya sangat kencang!

Hati William agak tidak tertekan, menurunkan hidungnya yang mancung, menyentuh hidungnya Ellen, nafas yang menghembus di wajah dan bibirnya, bagaikan kabut yang mendidih.

Ellen benar-benar tidak tahan, tangannya yang lembut menahan di pundak William yang lebar, dia sama sekali tidak berani mengangkat bulu matanya, menundukkan matanya dan berkata dengan suara rendah, “Paman, apakah kamu ingin pergi ke kamar dan beristirahat sebentar?”

William menatap bibir Ellen dengan tatapan mendalam, dan berkata dengan suara serak, “Apakah kamu bersamaku?”

“.....” Wajah Ellen terasa panas, lalu dia menggigit bibir bawahnya dengan malu-malu, “Aku.... aku tidak ngantuk, kamu pergi istirahat, aku...... aku akan belajar di ruang tamu, sambil...... sambil menunggu Paman Sumi.”

William melihat dahi Ellen memerah, sudut mulutnya terangkat, dan berkata dengan nada bercanda, “Kapan Ellenku menjadi gagap, hmm?”

Dia mengucapkan kata "Hmm" dengan nada suara yang agak tinggi, terdengar mempesona.

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu