Hanya Kamu Hidupku - Bab 182 Jamuan Selamat Datang

Dia bahkan menganggap keluarga Dilsen itu sebagai dermawan!

Vima memegang tangan Ellen dan menangis selama setengah jam di mobil sebelum suasana hatinya berangsur-angsur stabil.

Ellen memperhatikannya dengan seksama, matanya juga merah.

Vima membuka tas tangannya dengan satu tangan, mengeluarkan tisu dari dalamnya, menyeka matanya, dan berkata kepada Ellen, "Ayo pergi. "

Ellen melirik kedalam villa, wajahnya sedikit berkerut.

Vima menatapnya selama dua detik, air matanya akan keluar lagi, dia dengan cepat mengambil napas, mendorong pintu mobil, dan membawa Ellen turun dari mobil.

Dengan kedua kakinya di atas tanah, wajah Ellen semakin terlihat ragu-ragu, melihat Vima.

Vima menepuk tangannya, suaranya serak, "Jangan gugup. Pamanmu Pluto adalah pria yang sangat lembut dan elegan. Venus telah mengatakan kepadaku beberapa kali sebelumnya mau membawamu pulang untuk bersatu kembali. Melihatmu kembali, pamanmu Pluto dan kakakmu Venus pasti akan sangat menyambutmu. "

Ellen mengerutkan kening, "Ma... "

"Tidak usah berbicara lagi. Masuk saja dulu. Hm?" Vima menatap Ellen.

"... " Ellen melihat pembuluh darah yang berserakan di sudut mata Vima, hanya merasa bahwa perasaannya kacau, dan dia tidak berbicara lagi.

Hati Vima merasa lega, memberikan senyuman kepada Ellen, dengan lembut memegang tangannya, dan berjalan menuju pintu vila.

……

Vima membawa Ellen berjalan mendekati vila dan berdiri di pintu masuk untuk mengganti sepatu.

Bibi Li tidak tahu dari mana datangnya, ketika dia melihat Ellen, dia melangkah maju dan mengambil sepasang sendal kapas baru dari lemari sepatu dan meletakkannya di samping kaki Ellen.

Ellen mengangguk, pertanda terima kasih pada Bibi Li.

“ Bibi Li, Di mana Tuan dan Nona?” Vima melirik ke ruang tamu, tetapi tidak melihat Pluto dan Venus.

“Oh. Hari ini kamu tidak dirumah, Tuan dan Nona muda sedang bosan di rumah, kebetulan Tuan Boy teman baiknya mengundang Tuan untuk makan siang, Tuan sekalian membawa Nona keluar, ” jawab Bibi Li.

Vima mengangguk, ketika melihat Ellen telah mengganti sepatunya, dia menggandengnya ke ruang tamu.

Bibi Li menatap Ellen sebentar, lalu berbalik ke dapur untuk menyiapkan minuman dan buah-buahan.

“Ellen, aku mengantarmu ke atas dahulu, untuk melihat kamarmu. "

Tepat setelah memasuki ruang tamu, Vima tiba-tiba berhenti dan menatap Ellen.

"... kamarku?" Ellen bertanya-tanya.

"Ya. Sebelum kamu dan aku bertemu satu sama lain, Venus meminta Bibi Li untuk mengemas sebuah kamar dan memberikannya sebagai kamar tidurmu. Kamarmu berdekatan dengan kamar Venus, sehingga mempermudah kalian adik kakak perempuan untuk dapat terhubung satu sama lain. " Ketika Vima menyebutkan hal ini, terlihat sudut mulutnya membentuk busur sutra.

Ellen mengerutkan keningnya.

Tidak mendengar Ellen berbicara, Vima menoleh melihat ke Ellen, melihat wajahnya yang murung dan alisnya yang terkunci dalam, lengkungan disudut mulut Vima tertarik kembali, dan dia menuntun Ellen menuju kamar dengan perlahan.

Setibanya di kamar, saat Vima membuka pintu, nuansa merah muda yang kental muncul dihadapan wajahnya.

Ellen memandangi ruangan yang warna utamanya merah muda pucat, dan matanya sedikit melayang.

"Mama ingat bahwa warna favoritmu ketika kamu masih kecil adalah merah muda. Hampir semua pakaian dan aksesorismu berwarna merah muda. Jadi ketika Venus bertanya warna apa yang kamu suka, maka aku berkata merah muda. Tanpa diduga keesokan harinya, Venus menyuruh orang untuk mengecat dinding kamarmu menjadi merah muda pucat. Lihatlah boneka di tempat tidur, sofa, dan karpet jendela, beberapa dipilih dan dibeli oleh Venus sendiri, dan beberapa diberikan oleh penggemarnya. "

Vima sambil memperkenalkan sambil menarik Ellen berjalan, "Ada ruang ganti kecil di sana, yang tidak besar. Jika tidak cukup, Venus berkata akan menghubungkan kamar disebelah dengan kamarmu, kamar itu akan diberikan juga kepadamu supaya kamu dapat menggunakannya sebagai ruang ganti. Karena kamu adalah seorang siswa SMA kelas 3, perlu belajar dengan keras, Venus dan Papanya telah bernegosiasi untuk memberikan ruang buku di lantai dua kepadamu sebelum kamu ujian masuk perguruan tinggi. "

Ellen, “….. ”

Bukan karena dia tidak mendengarnya, alasan mengapa Vima selalu menyebutkan nama Pluto dan Venus adalah untuk memberi tahu dia bahwa Pluto dan Venus menyambut kedatangannya, supaya dia bisa merasa lega dan tidak gelisah, dengan tenang tinggal disini.

Tapi.

Meskipun dia menerima Vima, tetapi didalam hatinya, Pluto dan Venus bagi Ellen hanyalah sebuah nama atau disisi lain hanyalah... orang asing.

Tinggal di sini sama sekali berbeda dari suasana hati di Coral Pavilion.

Dan mereka, ditempat dimana William Dilsen berada, tidak akan bisa membawa ketenangan pikiran kepada Ellen.

Ellen memiliki bulu mata yang tebal, suasana hatinya pada saat ini masih tertutup oleh awan gelap.

“Ellen. ” Vima berhenti tiba-tiba, berbalik menghadap Ellen, dan memegang tangan Ellen dengan kedua tangannya, “Kamarmu ini katanya dibereskan oleh Bibi Li, tetapi dekorasi di ruangan itu semuanya adalah tanggung jawab Venus, tidak sedikit membuatnya berpikir. Aku pikir hati Venus mengenali kamu saudara perempuannya. Jadi setelah kamu tinggal di sini, kamu tidak perlu memiliki beban psikologis untuk bergaul dengan Venus. "

Ellen melihat sudut mata Vima, terlihat perasaan gelisah dan ketulusan yang jelas, dan sudut bibirnya terlihat kaku, berkata, "Ma, jangan khawatirkan aku.

"Kamu adalah putriku. Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkanmu? Kamu hidup dengan nyaman atau tidak, bagaimana mungkin aku tidak peduli?" Kata Vima, sambil memegang tangan Ellen dengan erat.

Ellen menatap Vima yang memegang tangannya, mengangguk tanpa terlihat, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

Tokktokk---

Terdengar suara ketukan dari luar.

Vima melepaskan tangan Ellen dan melihat ke luar.

“Nyonya, minuman dan buah sudah siap. Selain itu, Tuan dan Nona juga sudah kembali. Mereka di bawah. "Kata Bibi Li.

“Sudah pulang. ”

Vima bergumam dan berbalik menatap Ellen.

Ellen saat ini juga mengangkat kepalanya, tetapi alisnya tak terkendali.

Mata Vima berkedip, dan dia mengulurkan tangan dan memegang tangan Ellen lagi, dan berkata dengan lembut, "Ayo, Mama membawamu untuk melihat Paman Pluto dan kakak Venus. "

Ellen tiba-tiba merasa tubuh sampai ke hatinya tidak berdaya, dia hanya sedikit mengangguk ketika mendengar kata-kata Vima.

Ketika Vima melihat ini, matanya menjadi gelap.

Sambil menggigit bibirnya, dia membawa Ellen.

……

Begitu Vima dan Ellen menuruni tangga, Venus datang dan menggenggam tangan Ellen.

Tanpa sadar, Ellen menarik kembali.

Tapi Venus memegangnya lebih erat

Ellen menggigit bibir bawahnya dengan ringan dan menatap Venus.

“Adik, selamat datang di rumah, ” Ketika Venus mengatakan ini, bingkai matanya sedikit merah.

Ellen, “…”

"Selama bertahun-tahun, kamu telah menderita. Tapi kedepannya akan baik-baik saja, kamu sudah pulang, ada orangtua dan saudarimu yang akan memberimu dukungan, tidak akan membiarkanmu menderita lagi. " Venus menggenggam erat tangan Ellen, nada dan ungkapannya cukup tulus dan tegas.

Menderita?

Ellen memandang Venus dengan bingung, bertanya-tanya mengapa dia berkata begitu.

Venus melepaskan tangannya, alih-alih memegang lengannya, mengajak Ellen berjalan menuju sofa dan berkata, "Karena aku tahu kamu adalah adikku, aku sengaja bertanya. Tahu bahwa Nona keempat Dilsen selalu berselisih denganmu. "

Ellen sedikit mengernyit dan tidak menjawab.

Vima menyaksikan Venus mengambil inisiatif untuk dekat dengan Ellen, tak tertahankan rasa hangat di hatinya, melangkah maju, berjalan ke samping Pluto yang berdiri dari sofa ketika dia melihat Ellen dan Vima turun ke bawah. “Ellen, ini Paman Pluto. Cepatlah menyapa. "

Ellen membeku, mata hitamnya yang jernih menatap Pluto.

Memang seperti yang dikatakan Vima.

Wajah Pluto hangat dan elegan, seperti seorang artis, terlihat seperti orang yang sangat baik.

Tapi tidak tahu mengapa, Ellen merasa bahwa Pluto yang asli bukanlah seperti yang memberikan kehangatan.

"Ma, lihat dirimu. Apakah kamu lupa bahwa kamu dan Papaku adalah suami-istri?"

Tidak menunggu Ellen berbicara, Venus memegang Ellen dan tersenyum pada Vima dan berkata, "Ellen adalah putrimu, tentu saja secara natural juga putri Papaku. Bagaimana bisa memanggil Papa dengan sebutan Paman? Ellen, benar bukan? "

“... " Tidak ada perubahan emosional di wajah Ellen, hanya saja mata Vima terlihat menjadi gelap.

Dalam benak Ellen, dia hanya punya satu Papa.

Ketika Vima mendengar kata-kata Venus, sudut mulutnya sedikit tenggelam dan menatap Ellen.

Kedua Mama dan anak itu memandang satu sama lain seolah-olah mereka tahu apa yang dipikirkan satu sama lain.

Ellen menyipitkan matanya dan menatap Pluto dengan rendah hati, berkata, "Halo, Paman Rinoa, aku Ellen. "

Mendengar Ellen memanggil Pluto.

Mata Venus sedikit menyipit.

Vima menatap Ellen.

Pluto tampaknya tidak keberatan dengan panggilan Ellen kepadanya, dan tersenyum dan berkata, "Ellen, kedepannya ini adalah rumahmu, tidak usah malu-malu dirumah sendiri. Lekaslah duduk dan katakan sambil duduk. "

Bulu mata Ellen bergerak turun dan mengangguk.

“Kemari, Ellen. ”

Venus membawa Ellen ke sofa.

Pluto melihat Ellen dan Venus duduk, sambil menoleh untuk melihat Vima, "Ayo kita duduk juga. "

Vima mengerutkan bibirnya, tidak memandang Pluto, hanya mengulurkan tangan dan memegang lengannya, keduanya duduk bersamaan di sofa.

Ellen melirik Vima memegang lengan Pluto, cahaya matanya yang cerah melintas sejenak.

“Ellen, apakah kamu sudah lama kembali?” Venus meraih tangan Ellen dan mengobrol dengan Ellen dengan sangat baik.

"Belum lama, " kata Ellen.

"Barusan mama baru saja membawamu melihat kamarmu, bukan? Apakah kamu puas?"

“Sangat bagus. ”

“Baguslah. Aku sempat khawatir kamu tidak menyukainya. ”

Ellen tertawa.

Venus menatap Ellen sambil tersenyum dan tiba-tiba mengangkat alisnya, memandang Pluto, "Papa, aku senang sekali Ellen kembali. Sebaiknya keluarga kita mengadakan jamuan selamat datang kecil-kecilan malam hari ini. "

"Tentu. " Pluto tersenyum dan mengangguk, "Ayo adakan. "

“Mama, bagaimana menurutmu?” Venus bertanya kepada Vima.

Melihat bahwa Venus sangat antusias menyambut Ellen, Vima tidak mungkin mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal, dia mengangguk dengan lembut.

Venus tertawa, "Kalau begitu aku akan memanggil dua bibi sekarang, mereka harus hadir di malam hari ini. "

“Anak ini, senang sekali memiliki seorang adik perempuan. ” Pluto tersenyum sambil memandang Venus.

Venus mengerjapkan mata terhadap Pluto dan tersenyum kepada Ellen, lalu mengeluarkan ponselnya dan menelpon keluarga Hamid dan Xina.

Ellen mengerutkan keningnya dengan ringan ketika Venus menelpon dengan "semangat kebahagiaan", dan awan gelap yang menyelubungi hatinya semakin pekat dan kusam.

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu