Hanya Kamu Hidupku - BAB 69 Legenda Cinta Pada Pandangan Pertama

Melihat dari sudut pandang Ellen, itu adalah sama.

Hansen tertawa melihat Ellen dan Bintang, semakin dilihat semakin merasa puas.

Ellen dia cantik dan pintar, dan Bintang tampan dan berbakat, mereka berdua duduk bersama, sangat cocok.

Untuk anak berumur 18 tahun memang terlalu cepat.

Tapi pihak lain memiliki nilai tinggi di semua aspek, kedua keluarga juga cocok, dia masih bisa menerimanya.

“Ellen, kalian benar-benar pacaran?”

Vania melihat Ellen, bertanya dengan rasa penasaran, tapi suaranya lebih kecil dari pada seperti biasa bertemu dengannya.

Ellen mengernyikan alis, menoleh ke Bintang yang duduk disampingnya, tidak menjawab Vania.

Melihat Ellen menghiraukan dia, Vania kali ini sangat tenang, menutup bibir, dengan hati-hati melihat Bintang.

Karena adalah siswa, Bintang memakai pakaian lebih cerah dan santai.

Memakai sweater putih yang didalamnya kemeja denim, jaket hitam yang besar dengan kancing besar, dibawahnya celana jins kasual.

Tapi Bintang wajahnya tampan, fitur halus, bersih dan tampan, postur tubuhnya kurus dan tinggi.

Jadi walaupun baju dia ini sudah sederhana, tapi dipakaikan di tubuh dia, malah terlihat bagus.

Itu adalah... ... jenis yang dia suka.

Tidak tahu apakah karena pandangannya terlalu langsung, Bintang tiba-tiba menoleh melihat dia.

Hati Vania berdetak kencang, wajahnya memerah, sibuk mengalihkan pandangan, kedua tangannya di lutut, tidak berani menatap langsung.

Mungkin bukan tidak berani, tapi malu.

Bintang hanya melirik dia sebentar, lalu menarik kembali pandangannya, dengan lembut menatap Ellen yang disebelahnya.

Wajah Ellen sedikit tegang, sangat tidak alami.

……

Makan malam sudah siap.

Kerumunan orang bergerak dari ruang tamu ke ruang makan.

Hansen duduk di tengah, Ellen duduk di sebelah kirinya, Bintang duduk di sebelah Ellen.

Gerald dan Louis serta Vania duduk di sebelah kanan Hansen.

“Bintang, jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri.” Hansen dengan ramah berkata ke Bintang.

“Benar, jangan sungkan.”

Bintang dan semua orang tidak mengeluarkan suara, tapi Vania mengeluarkan suara.

Bintang,“……”

Hansen tersenyum terganggu, melihat Vania.

Ellen juga melihat dia dengan aneh.

Dan Gerald dan Louis juga melihat ke Vania dengan aneh.

Wajah Vania terkejut, dengan takut-takut menurunkan sumpit, “Aku lupa cuci tangan, aku, aku pergi cuci.”

Melihat langkah kakinya yang gegabah meninggalkan ruang makan, Louis menaikkan alis, berbisik kepada Gerald,” Vania anak ini malam ini kenapa?”

Gerald menggeleng.

Hansen mengalihkan pandangan,berkata kepada Ellen dan Bintang,”mulai makan, mulai makan.”

Ellen melihat Bintang, “Makanlah.”

“Emm,” Mata Bintang melihat Ellen yang cantik.

Ellen menghembuskan napas dalam-dalam di dalam hatinya,lalu mengambil sumpit.

Melihat itu, Bintang juga mengikuti mengambil sumpit.

Hansen tidak bersuara memperhatikan mereka, semakin dilihat, ujung bibirnya terbuka semakin lebar.

Sekitar 10 menit kemudian.

Vania kembali ke ruang makan, duduk di samping Louis.

Louis melihat dia dengan aneh, tidak berkata apa-apa.

“Ellen.”

Suara hangat Bintang terdengar.

Vania mengangkat kepala melihat, dan saat itu melihat dia meletakkan udang yang sudah dikupas ke piring Ellen.

Bibirnya tertutup rapat, Vania menggenggam erat sumpitnya, tiba-tiba merasa hatinya tertahan.

Gerald dan Louis melihat Bintang memberikan udang kepada Ellen, alis mata mereka terangkat, dan saling pandang.

Hansenyang melihat itu tersenyum , sepertinya sangat puas dan bangga terhadap tindakan Bintang.

Disana, takutnya hanya Ellen sendiri yang merasa canggung? Ellen berpikir.

Di meja makan. Semuanya hadir, Ellen tidak bisa mengatakan apa-apa, dengan terpaksa membuka mulut, berkata kepada Bintang, “Terima kasih.”

“Kamu terlalu sungkan.” Bintang tersenyum kepadanya, kedua matanya, sepertinya sudah masuk ribuan bintang.

Mata Ellen berkedip, lalu menurunkan pandangannya.

Vania melihat senyuman Bintang, dahinya mengerut dalam, dengan keras menggigit gigi belakangnya.

……

Ajaran di rumah Dilsen, “Jangan berbicara saat makan karena bisa mengganggu pencernaan” adalah permintaan dasar.

Jadi saat sedang makan, semuanya tidak mengeluarkan suara.

Setelah selesai makan, semuanya kembali ke ruang tamu.

Pelayan mengantar buah-buahan untuk pencuci mulut.

“Bintang, makan buah.” Louis tersenyum menyapa Bintang.

Bintang mengangguk, tapi malah menusuk satu melon dan menyodorkan ke mulut Ellen.

Ellen,“……”

Apakah bisa tidak begini?! Dia merasa sangat canggung!

Hati Ellen sekarang seperti cakar kucing, berteriak ganas!

“Ellen … …”

“Aku, aku tidak suka makan melon, kamu makan saja.” Ellen mengelakkan kepalanya, melambai dan tersenyum kepada Bintang.

Gerakan Bintang berhenti sebentar, “Kamu tidak suka melon? Kalau semangka?”

Mulut Ellen terasa tegang, langsung berkata,” Aku tidak suka makan buah.”

Sekarang, giliran Bintang yang merasa canggung.

“Kamu ini bicara apa, bukankah kamu sangat menyukai buah persik? Di atas meja bukannya ada?” Hansen dengan sayang melihat Ellen, tapi kata-katanya ditujukan kepada Bintang.

Saat itu Ellen masih melihat Hansen mengedipkan matanya keBintang.

Ellen merasa malu.

“Rupanya kamu suka makan buah persik.” Mata Bintang bercahaya, seperti menemukan rahasia besar, dia melihat Ellen dengan gembira.

Belakang kepala Ellen menjadi hitam.

Khawatir Bintang akan mengambilkan lagi buah persik untuknya, Ellen duluan bergerak, mengambil sendiri 1 buah dan menggenggam di tangan.

Bintang melihat itu, tidak merasa apa-apa, hanya memandang Ellen tertawa bodoh.

Ellen, “… …” Anak ini tidak apa-apa kan!

“Aku suka makan melon.”

Vania dengan dingin menginterupsi.

Bintang terdiam, melihat Vania.

Lalu melihat Vania memelototi melon yang di pegang di tangannya.

Wajah tampan Bintang berkedut sedikit.

Wajahnya melihat Vania seperti melihat hantu.

Sebenarnya.

Ellen yang berselisih dengan Vania pun tahu kalau dia alergi dengan melon!

Sama sekali tidak bisa memakan melon!

Sepertinya otaknya bermasalah, mengatakan diri sendiri suka makan melon?

Ellen menatap Vania dengan tatapan tidak menyangka.

Setelah melihat sebentar, mata Ellen tiba-tiba berkedut, dengan cepat berbalik ke arah Bintang, matanya membesar, jangan-jangan … …

“Vania, apakah kamu tidak apa-apa?”

Setelah Louis terkejut, dia merasa khawatir, dengan cemas meraba dahi Vania, “Tidak demam.”

“… … Ma.” Vania dengan lembut menarik bajunya, matanya bergerak kesana kemari, akhirnya juga jatuh di tubuh Bintang.

Bintang mengkerutkan dahi, melihat ke Vania, “Kamu mau makan?”

Dia akhirnya berbicara dengannya!

Dia akhirnya berbicara dengannya!

Mata Vania bercahaya, menganggukkan kepala.

Bintang melihat melon yang ditangannya, membungkuk, meletakkan melon di piring di hadapannya, langsung membawa piring itu ke depan Vania.

Vania melihat melon di depannya, wajahnya tegang.

Dia pikir, dia akan menyuapinya ... ...

“Makanlah.” Bintang berkata.

Ellen menaikkan alis, melihat Vania.

Mendengar itu, wajah Vania mengeras lagi, mendongak melihat Bintang, melihat dia sedang melihat diri sendiri, seolah mendesak dia untuk makan.

Vania menutup mata, menggigit, mengulurkan tangan mengambil melon dan memasukkan ke dalam mulut.

Baru beberapa kali mengunyah, langsung di telan.

Ellen menutup mulut, matanya melebar, ingin memberikanVania acungan jempol, sangat berusaha!

Louis dan Gerald hampir saja jatuh dagunya karena terkejut, melotot ke Vania.

Hansen mengkerutkan dahi, wajahnya juga sulit di jelaskan.

……

Waktu sudah hampir pukul 10 malam, Bintang mengusulkan untuk pulang, dia pamit dengan Hansendan yang lainnya.

Hansen menyuruh Ellen mengantar Bintang keluar.

Saat itu Vania tiba-tiba melompat keluar, dengan ramah memegang pundak Ellen, dengan aneh ingin menemani dia.

Hansen mengkerutkan dahi, memberikan Vania pandangan “tidak cepat menangkap apa yang sedang terjadi”, berdeham sekali.

Louis melihat Bintang, sesuatu terasa samar-samar di hatinya.

Bagaimanapun adalah putri sendiri, bisa di mengerti!

Terhadap alasan Vania untuk menemani, Ellen tidak keberatan.

Bintang melirik Ellen, melihat Ellen tidak berkata apa-apa, dia juga tidak bisa menunjukkan apa-apa.

Lalu, Ellen dan Vania bersama, mengantar Bintang keluar dari pintu utama.

Supir sudah mengemudikan mobil di depan pintu, hanya menunggu Bintang naik ke mobil, mengantar dia pulang.

“Ellen, aku pergi dulu.” Bintang melihat Ellen, dari nadanya bisa terdengar seperti tidak rela.

Ellen mengaitkan bibir, “Hati-hati dijalan. Dan lagi, hari ini, sudah merepotkan.”

“Jangan berkata seperti itu, ini saja tidak merepotkan.” Bintang menaikkan alis, melihat Ellen.

“... ...” Ellen menutup bibir bawahnya, tidak berkata apa-apa.

Pandangan Bintang agak dalam, melihat Ellen sepertinya ada hal yang ingin dikatakan lagi, tapi karena ada Vania, tidak jadi membuka mulut, hanya berkata, “Sampai jumpa.”

“Sampai jumpa.”

Ellen menjawab.

Mata Bintang menyala, mengangguk dingin kepada Vania, lalu berjalan kedepan, masuk kedalam mobil.

“Sampai jumpa!”

Bintang duduk di bagian belakang, menurunkan jendela.

Vania tiba-tiba mengangkat tinggi tangannya melambai kepada dia, berteriak.

Bintang dan Ellen,“……”

Melihat mobil menjauh, Ellen berbalik, menyipitkan mata, menatap Vania.

Mata Vania masih tidak rela lepas dari arah mobil pergi, pandangan itu, terpesona, dan juga sedikit menyedihkan.

Ellen mengedipkan mata.

Apakah ini legenda cinta pada pandangan pertama?!

Tiba-tiba, pundak mengendur.

Ellenmerasa terganggu, melihat Vania.

Saat melihat Vania menaikkan dagunya, Ellen tertawa.

Perempuan, benar-benar merubah ekspresi wajah lebih cepat dari membalkik buku!

Vania melirik Ellen dengan arogan, menoleh dan berjalan menuju aula, seperti yang tadi dengan ramah memeluk pundak Ellen adalah orang lain.

……

Karena memakan melon, Bintang pergi belum lama, reaksi alergi Vania mulai muncul, wajah dan badannya, menjadi merah, dan lagi masih muntah.

Saat itu Louis dan Gerald sangat ketakutan.

Tengah malam menyuruh dokter keluarga datang, makan obat anti alergi, di tambah air.

Setelah lewat setengah jam, Vania sudah berhenti muntah,merah-merah di wajah dan badan mulai hilang.

Dengan keras, Ellen kembali ke kamarnya sendiri, waktu sudah larut malam.

Besok tidak sekolah, Ellen mengambil handphone ke kamar mandi, bersiap berendam sebelum tidur.

Baru saja membuat bak penuh dengan air panas, menyebar aroma bunga mawar, bersiap melepaskan baju, handphone Ellen yang di letakkan di wastafel bergetar.

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu