Hanya Kamu Hidupku - Bab 476 Sudah Malam, Tinggal Saja

“Kamu menggertakku,” kata Pani dengan suara serak.

Sumi menyipitkan mata dan melonggarkan tekanan pada rahang gigi. Bibir hangatnya beralih dari pipi Pani ke telinga Pani, mendesis di telinga Pani, “Iya, aku memang mau menggertakmu.”

Pani menahan untuk tidak berbicara.

Sumi mencium telinga Pani beberapa saat, pada akhirnya melepaskannya.

Dia bangun dari tubuh Pani, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku dan melemparkannya ke Pani.

Kemudian dia mengangkat kelopak mata dan menatapnya dengan mendalam selama beberapa detik sebelum bangkit dan pergi.

Pani memperhatikan Sumi berjalan keluar dari ruangan, memoncongkan mulut sambil mengambil apa yang dilemparkan Sumi padanya, lalu bangun untuk duduk di tempat tidur.

Pani menatap barang yang ada di tangannya dengan ekspresi bingung.

Sekumpulan kunci?

Untuk apa Sumi memberi kunci padanya?

Tengah berpikir.

Telepon bergetar dua kali di meja samping tempat tidur.

Pani mengulurkan tangannya dan mengambil ponsel.

Melihat pesan itu dikirim oleh orang yang baru saja meninggalkan kamarnya, alis Pani berdenyut, mengklik pesan tersebut.

“Itu adalah kunci tempat tinggalku yang sekarang.” Ditambah lampiran alamat lengkap rumahnya.

Wajah Pani perlahan menjadi panas, menatap kunci di tangannya.

Ternyata itu adalah kunci rumah Sumi... Sumi memberinya...

Pani menghela napas ringan.

Pada saat ini, pesan Sumi masuk lagi.

“Datang saja ketika kamu bosan atau merindukanku.”

“……” Siapa yang merindukannya?!

Pipi Pani merona bagai mengunakan bedak merah yang berlapis-lapis.

……

Saat Sumi keluar dari kamar Pani, dia bertemu dengan Sandy di ruang tamu.

Sumi agak menyipitkan mata saat melihat Sandy, “Apakah Keluarga Wilman memiliki tradisi berjaga malam untuk menyambut tahun baru?”

Sandy agak canggung, mendekati Sumi, “Sudah mau pulang?”

Sumi mengangguk ringan.

“Ini sudah sangat malam, kenapa kamu tidak tinggal dan pulang esok pagi saja?” Sandy memandang Sumi dan menawar dengan sungguh hati-hati dalam pemilihan kata.

“Tinggal?” Sumi mengangkat alis, “Bagaimana aku bisa tinggal?”

“Tentu saja……”

Saat Sandy mengatakan ini, matanya sudah tertuju ke arah kamar Pani.

“Paman, aku selalu mecari kesempatan untuk membicarakan satu hal denganmu.” Sumi tidak memberinya kesempatan untuk melanjutkan kata-katanya, dia agak meningkatkan volume suara untuk menginterupsinya.

Sandy terhenti, menatap Sumi dengan bingung, “Sumi, ada apa?”

Sumi menilik Sandy dengan tatapan yang mendalam dan penuh makna, “Keluarga Wilman pastinya memiliki aturan keluarga yang ketat sehingga dapat membimbing Pani menjadi seorang gadis yang menghargai dan mencintai diri sendiri. Apa yang kusukai dari Pani adalah kemuliaan dan kebijaksanaannya.”

Sandy, “….”

Melihat ekspresi canggung Sandy, Sumi mengangguk padanya, lalu pun pergi.

Pandangan Sandy bergerak sesuai arah kepergian Sumi, ekspresi wajahnya agak malu.

…….

Pada hari pertama tahun baru, Pani berziarah ke pemakaman Tinaya sehabis sarapan.

Pani berjongkok di depan batu nisan Tinaya, mengunakan tisu untuk menyeka debu yang menutupi foto Tinaya di batu nisan dengan hati-hati.

Tinaya meninggal pada usia 20-an tahun. Jadi, foto Tinaya di batu nisan ini tampak kegadisan, terlihat muda dan penuh vitalitas.

Pani terus menatap foto Tinaya sambil menyeka debu dari foto itu, lalu menempatkan bunga di tengah, kemudian bersujud di depan batu nisan.

Pani sangat merindukan Tinaya, meskipun dirinya baru berusia tiga tahun saat Tinaya meninggal, dia bahkan tidak memiliki sedikit pun memori tentang Tinaya di benaknya.

Tapi, dia tetap sangat merindukan Tinaya !

“Ibu, aku baik-baik saja. Aku sangat bahagia setiap hari. Aku tahu bahwa keinginan terbesar ibu adalah aku dapat hidup bahagia setiap hari. Jadi, ibu tenang saja, aku akan hidup lebih bahagia dan lebih gembira pada hari-hari mendatang. Tapi, terkadang aku merindukanmu... “ Terkadang aku akan mengeluh mengapa kamu tidak berusaha keras untuk hidup demi aku.

Ujung jari Pani yang dilekatkannya di foto Tinaya agak bergetar, dia bergumam dengan serak, “Aku juga ingin berbaring manja di pelukanmu ketika aku lelah...”

Pani menatap wajah muda Tinaya sambil membayangkan riwayat hidupnya semasa hidup.

Dia tidak bisa menahan untuk melibatkan diri dalam pengalaman hidup itu.

Namun, jika dia adalah Tinaya, dia tidak akan pernah membuat dirinya berada di sisi yang begitu terpojok demi pria yang mencintai wanita lain, apalagi... membawa diri ke akhiran yang tragis!

Dalam pandangannya, Tinaya tentu saja adalah korban, tetapi jika dia lebih berani dan lebih tabah, maka akhir yang menunggu dia pasti bukan akhir yang sedemikian menyedihkan!

Kelemahannya yang memberi kesempatan pada Sandy dan Reta untuk menyakitinya lagi dan lagi!

Tapi dia tidak akan, dia tidak akan pernah!

…….

Ayah Tinaya Zhao telah meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Setelah kematian ibu Tinaya, Keluarga Zhao dikelola oleh Vimaya Zhao, putri dari istri kedua ayah Tinaya Zhao, Liaoran.

Agaknya karena khawatir keberadaan Pani akan mengancam hak waris Vimaya, jadi istri kedua kakek Pani tidak menyukai Pani, sehingga hubungan Pani dengan kakeknya berangsur menjadi asing, hubungan dengan Vimaya dan ibunya juga tidak begitu baik.

Terkadang Pani berpikir.

Bukan tidak masuk akal bahwa Troy menyebutnya orang aneh.

Lihatlah dia, kecuali Ellen, pada dasarnya dia selalu sendirian.

Entah itu hubungan dengan keluarga, hubungan antara teman, ataupun hubungan antara teman sekolah, semuanya berantakan!

Dilihat dari hubungan-hubungan itu, kehidupannya memang kelihatan kacau.

Oleh karena itu, Pani hanya berdiam di rumah selama tahun baru, atau mencari pekerjaan paruh waktu. Tidak ada kesibukan bersilaturahmi ke kerabat atau teman.

Ketika Pani berpikir bahwa tahun ini tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Liaoran datang bersama Vimaya, suaminya Remon Hu dan putrinya Pataya Zhao.

Liaoran dan rombongannya datang pada siang hari ketiga tahun baru, Pani tidak menemukan pekerjaan paruh waktu, dia sedang berada di kamar dan mengerjakan soal-soal.

Awalnya, Pani tidak tahu bahwa Liaoran dan rombongannya datang, Yumari yang bergegas ke kamar nya untuk memberitahunya.

Karena Sandy tidak berada di rumah, maka Reta yang menerima tamu.

Yumari khawatir Reta tidak akan memberikan kesan yang baik kepada keluarga Liaoran, jadi dia bergegas datang mencari Pani.

Bagaimanapun, Yumari pernah menjadi pengasuh keluarga Zhao, dia selalu merindukan keluarga Zhao.

Pani dapat mengabaikan Liaoran dan yang lainnya, tapi dia tidak bisa mengabaikan perasaan Yumari, jadi dia merapikan barangnya dan pergi ke ruang tamu.

Ketika Pani tiba di ruang tamu, dia melihat Reta duduk di sofa utama dengan sikap ibu rumah tangga yang angkuh, sudut mulutnya menggantung senyuman hina yang mudah ditemukan, memandang Liaoran dan tiga orang lainnya dengan alis terangkat.

Pani mengumpat dalam hati, lalu mengulurkan tangan untuk membentuk senyuman pada bibir, kemudian berjalan menuju ruang tamu, “Nenek, paman, bibi dan adik sepupu.”

Terdengar suara "sukacita" dari Pani.

Semua orang di ruang tamu menoleh ke Pani.

Reta melirik Pani, ia menggertakkan gigi dengan keras, dasar sundal kecil!

“Pani…”

Liaoran dan tiga orang lainnya berdiri bersamaan, senyuman santai menghiasi wajah mereka.

Bagaimana mungkin senyuman itu tidak santai?

Mereka sekeluarga baru saja ditindas mati-matian oleh Reta.

“Nenek, paman, bibi dan adik sepupu, kalian jangan berdiri, ayo duduk." Ujar Pani.

“Pani.” Liaoran berjalan ke depan Pani, dia ragu-ragu sejenak, tetapi pada akhirnya tetap mengulurkan tangan dan meraih tangan Pani.

Pani sekilas melirik tangan Liaoran yang memegang tangannya, lalu ia membawa Liaoran ke sofa sambil tersenyum, berkata, “Nenek, mengapa kamu tiba-tiba datang ke sini hari ini? Kamu seharusnya meneleponku terlebih dahulu sebelum datang, supaya aku bisa mempersiapkan semuanya untuk menyambut kamu dan yang lainnya.”

“Hari ini aku membawa bibimu untuk bersilaturahmi dengan abang iparnya.” Kata Liaoran.

“Hal-hal langka selalu terjadi setiap tahun, tahun ini tidak terkecuali. Pintu keluarga Wilman belum pernah dilewati oleh kalian selama lebih dari satu dekade. Kenapa aku sangat khawatir dengan silaturahmi kalian?" Reta melihat kuku-kuku yang baru dihiasnya sambil menyindir dan tertawa.

Wajah Liaoran menjadi kaku.

Pani tidak mengatakan apa pun, seakan dia tidak mendengar kata-kata Reta sama sekali. Dia memandang Liaoran, lalu melihat Vimaya dan yang lainnya, berkata, “Nenek, apa yang ingin kalian makan? Aku akan menyuruh pengasuh untuk membuatnya.”

“Iya, beri tahu aku apa yang ingin kalian makan, aku akan membuatnya untuk kalian.” Yumari meletakkan sepiring buah-buahan yang sudah dicuci di atas meja kopi dan tersenyum sambil berkata kepada Liaoran.

Sudut pandang Liaoran melirik Reta, berkata kepada Pani dan Yumari, “Makanan yang sederhana aja.”

“Oke.” Pani memandang Yumari, “Bi, kamu saja yang mengaturnya.”

“Baik.” Jawab Yumari, lalu berjalan menuju dapur.

Reta memberi tatapan dingin pada Yumari, “Pelayan sudah bisa menjadi tuan rumah ini.”

Yumari mendengar perkataan itu saat kakinya baru saja mengentak ambang pintu dapur, langkahnya terhenti beberapa detik sebelum melangkah masuk.

Pani agak mengernyit, memelototi Reta, “Sekarang sudah beda zaman, apakah tidak terlalu kuno untuk menyebut tuan rumah dan pelayan.”

Wajah Reta memuram, memandang Pani, “Aku kuno? Bukankah Yumari adalah pelayan Keluarga Wilman? Mengapa aku tidak boleh mengkritik pelayan rumah sendiri?”

Pani menatap lurus ke arah Reta dengan tatapan dingin, perlahan-lahan berkata, “Kamu adalah seorang simpanan yang naik posisi, lalu apakah aku boleh memanggilmu simpanan saja? Lagian kamu sangat suka mengatakan seadanya.”

“Pani, kamu jangan bertingkah kasar denganku!” Reta berdiri dari sofa dan memelototi Pani. “Jika ibumu tidak mengintervensi hubunganku dan Sandy, maka tidak akan ada orang sepertimu yang menggangguku sekarang! Kata simpanan lebih cocok untuk ibumu…”

“Kamu yakin mau membahas ibuku di depanku?” Pani menatap Reta dengan tatapan seram.

Reta menahan napas, semua kata-katanya ikut tersangkut di tenggorokan. Kedua matanya memelototi Pani.

Pani menatapnya, “Jika aku jadi kamu, aku tidak akan sebodoh kamu untuk terus memprovokasiku!”

"..." Reta dendam hingga kedua matanya memerah. Tetapi, pada akhirnya dia tidak berani mengatakan kata-kata yang tersisa, menghempaskan tangan dengan marah dan pergi ke lantai dua.

Setelah Reta pergi.

Ekspresi dingin di wajah Pani menghilang dalam sekejap dan kembali normal. Dia tersenyum sambil memandang Liaoran dan yang lainnya, “Maaf, nenek, paman dan bibi, telah mempertontonkan adegan memalukan pada kalian."

Liaoran dan yang lainnya tidak pernah berpikir bahwa Pani juga merupakan karakter yang hebat!

Mereka baru mengenal dirinya setelah melihat pertengkaran antara dia dan Reta hari ini.

Melihat senyum di wajah Pani, Liaoran menggelengkan kepala, “Kita semua adalah keluarga, tidak ada malu atau tidak malu.”

“Baguslah kalau begitu. Ayo makan buah.” Pani melayani keempat orang tersebut.

Setelah kejadian barusan, siapa yang memiliki suasana hati untuk makan buah?

Liaoran menghela napas, bertukar pandang dengan Vimaya.

Vimaya agak mengangguk, menyikut Pataya yang duduk di sampingnya.

Pataya tanggap akan maksudnya, menilik Pani dan berkata, “Kak sepupu...”

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu