Hanya Kamu Hidupku - Bab 382 Kamu Pria Tua Apanya Yang Luar Biasa

Sebelumnya hanya hati Ellen yang sakit, tetapi sekarang tiba-tiba jantung, hati, limpa, paru-paru, dan ginjalnya ikut sakit mendengar mereka!

“Besok adalah hari ulang tahun paman ketiga, sekarang malah tidak bisa menghubunginya. Aku harus bagaimana ini?” Ellen memanyunkan bibirnya, air matanya menetes sambil menatap Sumi dan lainnya.

“Besok ulang tahun William?” tanya Sumi mengerutkan keningnya.

Ellen menatap Sumi, dia pun berkata dengan suara seraknya, “Paman Sumi, kelihatannya kamu benar-benar sudah tua sekarang ya? kemampuan mengingatmu sudah turun drastis! Dua hari lalu, aku baru saja menghubungi kalian, menyuruh kalian datang ke vila untuk makan bersama dan menemani paman ketiga merayakan ulang tahunnya.”

Sumi yang dikatai tua pun hanya bisa membelalakkan matanya dan tidak bicara lagi.

“Ellen, kamu jangan menangis lagi, juga jangan terlalu cemas. Mungkin saja besok William pulang.” Kata Samir cuek.

Ellen menatap Samir dengan tatapan marah, “Kakak kelima, ingatanmu sepertinya juga cukup buruk ya? Aku bukannya baru saja bilang, paman ketiga sedang marah denganku. Hari ini, dia memutuskan pergi ke luar kota jelas karena memang sengaja melakukannya. Karena memang disengaja, jadi mana mungkin besok dia pulang?”

“Mungkin saja....”

“Sudahlah, Ini adalah kesalahanku menyuruh kalian datang kesini..”Ellen pun mengusap asal-asalan matanya dengan serbet, lalu mengambil tasnya dan berdiri dari bangkunya. Lalu berjalan keluar tanpa menoleh sedikitpun, meninggalkan bayangan sedih dan kasian ke Sumi dan yang lainnya.

Sumi dan yang lainnya yang melihat ini, malah tidak bangkit dan mencoba mengejarnya. Mereka hanya duduk dengan tenang di bangkunya masing-masing.

Setelah Ellen pergi, Frans perlahan mengeluarkan ponselnya lalu melirik licik ke Sumi dan yang lainnya. Alis dewa tua itu terangkat, lalu memencet sebuah nomer.

Lalu telepon itu dengan cepat dijawab.

Frans menyalakan loudspeakernya lalu tertawa dan berkata, “Aku sekarang semakin tidak sabar menanti besok.”

Tiada ada suara di sana.

Sumi dan yang lain pun ikut tertawa.

.....

Sore hari, Ketika Suno menjemput Keyhan, Tino dan Nino di sekolah, Hansen tiba-tiba muncul, dan menjemput ketiga anak itu ke rumah tua.

Ketika Suno memberitahu kabar ini ke Ellen, Ellen hanya mengira Hansen sedang merindukan Tino dan Nino saja, dia tidak berpikir macam-macam.

Makan malam tidak ada anak-anak, hanya Ellen, Louis dan Nurima yang makan dengan sangat tenag.

Lewat jam sembilan malam, Ellen sudah menelepon William lebih dari ratusan kali, tapi tetap saja ponsel William dalam kondisi dimatikan.

Jika Ellen awalnya panik, cemas dan sedih, tapi kalau sekarang, hanya tersisa dirinya yang tersudut dan marah.

Bahkan jikapun Ellen melakukan kesalahan, dia bersedia minta maaf dan juga bersedia menjelaskan semuanya.

Tapi William, tidak hanya tidak memberinya kesempatan menjelaskan, malah sebaliknya dia malah pergi perjalanan bisnis sebelum Ellen sudah memfokuskan diri dan pikirannya untuk menyiapkan kejutan besar di hari ulang tahunnya, dia sengaja menghindari dan bersembunyi dari Ellen, hal ini membuat Ellen sangat cemas dan sedih. Apalagi, dia sama sekali tidak bisa menghubungi William.

Ellen sekarang sangat marah dan tersudut.

“William, kamu pria tua, apa luar biasanya coba! Terserah kamu saja! Aku tidak percaya kamu bisa menghindar dan bersembunyi dariku seumur hidup!”

Ellen memeluk bantal William dan menggigitnya dengan sangat marah lalu berkata, “Kamu ahli sembunyi, iyakan? Aku beritahu kamu ya, nanti kalau kamu pulang, aku akan membawa Tino, Nino, Keyhan dan anak di dalam perutku keluar meninggalkan rumah ini di depan hadapanmu, dan tidak akan mau lagi kembali kesini! Tunggu saja, tunggu sajaaaaaa!”

Tok tok

“Ellen?”

Terdengar suara Nurima dari balik pintu kamar.

Ellen pun langsung diam, lalu memiringkan kepalanya memeriksa depan pintu.

Ellen mengedipkan matanya, dia pun segera duduk di ranjangnya, lalu merapikan ranjang yang berantakan itu dengan segera. Lalu berjalan ke depan pintu dan membuka pintunya, dia pun membelalakkan kedua matanya dan menatap Nurima yang berdiri di depan pintu dengan baju piyamanya, “Nenek.”

Nurima melirik ke kamar, tersenyum lalu menarik tangan Ellen dan berkata dengan lembutnya, “William ada perjalanan bisnis dan tidak di rumah, malam ini kamu temani nenek tidur semalam ya?”

Ellen mengeratkan bibirnya lalu mengangguk.

“Sini.” Nurima tersenyum, lalu menarik Ellen keluar dan menggandengnya ke arah kamarnya sendiri, “Nenek sudah lama sekali tidak tidur denganmu.”

Ellen meletakkan tangannya yang lain ke lengan Nurima, lalu memandangi wajah tua Nurima dan berkata dengan lembut, “Nenek, jika kamu tidak merasa aku menyebalkan, kedepannya kamu bisa datang kesini saja, aku akan menemanimu tidur bersama.”

“Hari ini karena tidak ada William, jadi aku berani menarikmu tidur bersamaku. Tapi jika William di rumah, nenek ya tidak berani dan tidak mungkin tidak tahu diri merebutmu dari William.” Kata Nurima bercanda.

Ellen menarik bibirnya.

Dia awalnya mengira malam ini akan jadi malam gelapnya lagi dimana dia akan bolak-balik di ranjang karena sulit dan tidak bisa tidur.

Tidak menyangka akan tidur bersama dengan Nurima, nenek dan cucu itu pun saling mengobrol, tidak lama kemudian, Ellen pun tertidur.

Dan tidak terbangun tengah tidurnya.

Hingga langit cerah kembali, dan Nurima sudah bangun cukup lama, tapi Ellen baru saja bangun.

Ellen berbaring terdiam di ranjang, menatap kamar itu sebentar lalu dia baru ingat kalau dia kemarin malam tidur bersama Nurima.

Ellen mengulurkan tangannya dan mengelus keningnya, membuka mulut dan menarik nafas sedalam-dalamnya.

....

Ellen kembali ke kamarnya sendiri, mandi dan merapikan diri, lalu mengambil ponsel menelepon William. Tanpa diduga, dia mendengar lagi suara pengingat dingin yang mengatakan kalau ponsel William masih dalam keadaan mati

Ellen kali ini menutup telepon dengan tenangnya, karena ‘sudah mati rasa’!

Sepertinya seseorang sudah bertekad untuk mengadakan ‘Gempa bumi dahsyat’ dengannya.

Apalagi saat ini Ellen sedang mengandung, William tidak ingin Ellen menghubunginya, Jika Ellen di bawah kondisi tidak akan pernah bisa menemukannya, maka kecemasan, kekhawatiran serta tidak tenangnya, apa akan bisa merubah sesuatu?

.....

Ellen turun ke lantai bawah, dengan tenangnya sarapan pagi bersama Louis dan Nurima. Anehnya Louis dan Nurima sama sekali tidak membahas William, Louis juga tidak lagi membicarakan mengenai mengundang Sumo dan yang lainnya untuk menemani merayakan ulang tahun William.

Semuanya seperti seolah hari ini bukanlah ulang tahun William.

Selesai sarapan pagi, Ellen pergi ke ruang kerja untuk membaca buku, ketika melihat bangku kantor yang biasanya ada seseorang duduk di sana mengurusi segala urusan kantor, hatinya terasa sedikit sesak. Buku yang dibaca di depan matanya sekarang, sebentar terlihat buram, sebentar terlihat jelas.

Dia pun memaksakan diri membacanya sepuluh menitan lebih, Ellen benar-benar sudah tidak bisa bertahan lagi. dia pun melemparkan buku ke sofa sebagai bentuk pelepasan marahnya. Dia mengangkat dan membungkukkan kakinya di sofa lalu memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya ke kakinya, bergumam dengan suara serak nya, “Aku tidak sedih, aku sedikitpun tidak sedih, tidaakkk sedihhhhh...”

Tok, tok, tok

Ellen memiringkan kepalanya yang bersandar di kakinya ke arah pintu ruangan itu, kedua matanya tampak merah sembab.

Tok tok tok

“Ellen, cepat kemari..”

Suara Louis

Ellen mengerutkan keningnya lalu mengangkat kepalanya dari kakinya, menatap bingung ke arah pintu, “Ibu, ada apa?”

“Paman Sumi datang, dia membawa banyak orang.” Kata Louis.

Paman Sumi bawa banyak orang?

Ellen menurunkan kakinya lalu mengusap-usap matanya dengan tangannya, mengusap matanya yang merah dan basah, lalu berjalan menuju pintu.

Setibanya di depan pintu dan baru saja membuka pinntu, Louis langsung mengulurkan tangannya dan menarik Ellen berjalan turun dari tangga.

Ellen, “.....”

....

Di lantai bawah.

Ellen memandangi kerumunan orang yang dibawa oleh Sumi, dia pun menarik nafas lalu berkata, “Paman Sumi, ramai-ramai apa lagi ini?”

Hari ini, Sumi mengenakan setelan jas kantor warna biru gelap dengan kemeja putih dan dasi kupu-kupu hitam. Rambut pendeknya juga telah dirapikan dengan khusus. Dia duduk di sofa dan tampak tampan dan elegan.

Mendengar kebingungan Ellen, Sumi menjentikkan jari rampingnya di pegangan sofa dua kali dan berkata, "Paman Sumimu ini akan mengenalkan kerabat, kamu temani paman Sumimu ini pergi ya.”

“Hah?” Ellen tercengang.

Sumi memunculkan senyum yang seolah bisa membalikkan dunia ke Ellen, lalu dia menjentikkan lagi jarinya lalu berkata kepada semuanya, “Ayo mari mulai!”

Mendengar jentikan jari Sumi ini, sudut bibir Ellen terangkat lalu ketika mau membuka mulut dan mengatakan sesuatu, Di kedua sisi samping tubuh Ellen tiba-tiba ada dua lengan yang menariknya keluar, lalu menariknya naik ke lantai atas.

“Sini sini sini!”

Suara Darmi yang sangat antusias.

Ellen : Exo me?!

....

Ellen, seperti boneka kayu tarik benang yang telah digerakkan dengan benang selama hampir dua jam, dan akhirnya dibawa ke bawah dan ditempatkan di depan Sumi.

Ellen mengerutkan keningnya dengan erat lalu menatap Sumi: Aku merasa seperti aku dalam pemilihan putri saja!

Sekarang bulan Juli.sudat musim panas.

Dan gaun yang dikenakan Ellen, tidak rugi kalau itu buatan dan karya dari designer internasional yang terkenal. Ketika dikenakan di tubuh Ellen, memperlihatkan seorang nona muda yang tidak biasa, aura yang begitu anggun dan terhormat dan menyiratkan seksi yang tersembunyi.

“Cantik sekali!” kata Sumi lalu menurunkan kakinya, berdiri lalu tersenyum dengan anggunnya menatap Ellen.

Di belakang Ellen, rambutnya dikeriting di kedua sisi pelipisnya, dia mengerutkan kening dan berkata, "Paman Sumi, apa yang mau kamu lakukan dengan mendandaniku seperti ini?"

“Bukannya barusan tadi aku sudah bilang ya, Paman Sumimu ini mau mengenalkan kerabat.” Tutur Sumi melengkungkan bibirnya.

Ellen memandangi Sumi, lalu memandangi dirinya sendiri, menggumam dengan suara pelan, “Mengenalkan kerabat memang harusnya dandan sampai seresmi ini ya? Sebenarnya mau mengenalkan siapa sih sampai begitu resminya dan sepertinya begitu penting?”

Sumi hanya tersenyum dan tidak mengatakan apapun.

Ellen bingung, dia melihat ke Louis dan Nurima.

Louis lebih mending, hanya tersenyum dan tidak terlihat ada yang aneh.

Sedangkan tatapan mata Nurima ke dirinya sungguh terlalu rumit, bahkan dalam tatapan matanya itu seolah tersembunyi sesuatu.

Ellen menghela nafas lalu melangkahkan kaki berjalan ke arah Nurima.

Tapi, Sumi malah mengulurkan tangannya dan menarik lengan Ellen.

Ellen terkejut, dia mengangkat pandangan matanya menatap Sumi.

Alis Sumi terangkat, lalu berkata, “Sudah waktunya, kita harus pergi.”

Ellen, “.....”

*

Hotel British, ruang aktivitas VIP di belakang panggung.

Ellen dibawa ke belakang panggung oleh Sumi dan dia terkejut karena melihat orang tua Sumi juga ada di sana.

" Kakek Nulu , Nenek Nulu ..." Ellen melangkah maju, berdiri perlahan di depan ibu paman Sumi, Siera .

Siera tersenyum lembut dan meraih tangan Ellen dengan penuh kasih sayang, "Lihatlah kamu ini, membuat anak ini terkejut saja.”

Ellen berkedip bingung, " Nenek Nulu , kamu dan Kakek Nulu apa juga sedang menemani Paman Sumi untuk mengenalkan kerabat?"

Siera melirik Sumi dengan lembut lalu berkata dengan lembut, "Sepertinya begitu."

“ Nenek Nulu kerabat seperti apa yang dikenalkan kalian?” Ellen benar-benar sangat bingung sekarang.

“Kamu akan tahu nanti.” Ayah paman Sumi, Samoa Nulu tersenyum.

Ellen menatap Sumi, Siera dan yang lainnya, dia seolah mau meledak karena penasaran.

Dulu dia sama sekali tidak tahu kalau ternyata Paman Sumi, Nenek Nulu mereka semua bisa membuat orang jadi sangat penasaran!

Di saat inilah, ada seseorang yang mengetuk pintu lalu berjalan masuk ke dalam, “ Tuan Nulu , semua orang sudah berkumpul, silahkan menurut anda kapan bisa kesana?”

Alis Sumi terangkat senang, tidak menjawab langsung pertanyaan orang itu, dan dia malah melirik ke Ellen, lalu berkata, “Ellen apa kamu sudah siap?”

Ellen bingung, “Ka, kalian yang memperkenalkan kerabat, aku masih harus, masih harus mempersiapkan apa memangnya?”

Begitu ucapan ini keluar, membuat Sumi, Siera , Samoa Nulu tidak bisa menahan tawanya.

Ellen menggigit bibirnya, wajahnya penuh dengan kebingungan.

Sumi pun mengulurkan tangannya ke depan Ellen.

Ellen melihat tangan yang begitu ramping dan bersih itu, tanpa sadar dia pun menghela nafas panjang.

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu