Hanya Kamu Hidupku - Bab 164 Ladang Subur Jangan Diberikan Kepada Orang Lain

Lebih baik, dia tidak berusaha berkata sesuatu, tetapi semua yang dibebaninya lewat bibir tipis, dia mencium ke bibir Ellen.

Di kamar rumah sakit mereka berdua tidak memperhatikan, dari celah pintu, terlewat sesosok bayangan hitam.

Akhirnya, William tidak memperbolehkan Ellen menjenguk Hansen, setelah Ellen ketiduran, dia sendiri berjalan menuju ke kamar sebelah.

Sewaktu William memasuki kamar Hansen, Hansen lagi menutup matanya beristirahat, Louis duduk dikursi sebelah tempat tidur, Gerald dan Vania duduk di sofa kamar rumah sakit.

Louis bertiga melihat William berjalan ke dalam, terkecuali Gerald, Louis dan Vania berdiri, menatap ke dia.

Tatapan William dingin, melihat kepada tiga orang tersebut, berkata, "aku mau bicara dengan kakek pribadi."

"William, bagaimana Ellen? masih baik? Louis berjalan ke depan William, dengan pandangan mata penuh perhatian.”

Mendengar dia menyebutkan nama Ellen, muka William menjadi dingin kaku, dengan mata sedikit tertutup, tanpa menjawabnya.

Louis, "................" hati sedikit sedih.

Walaupun dia tidak bisa menerima pemikiran Ellen terhadap William, tetapi sewaktu di rumah lama, Ellen tanpa memikirkkan sesuatu langsung berdiri dihadapan William sewaktu asbak dilemparkan, boleh dikatakan, membuat dia tersentuh.

"kakak Ketiga, apa yang akan kamu bicarakan dengan kakek? "Vania mengerutkan kening, menatap William keheranan.”

William berjalan menuju ke tempat tidur tanpa melihat Vania, mata tertuju ke Hansen yang berbaring di tempat tidur dengan bibir lurus, berkata, "tutup pintu sewaktu keluar."

"kakak Ketiga......"

"Vania."

Reaksi Louis tidak rileks, dia menggelengkan kepala kepada Vania.

Vania menggigit bibirnya, dengan sedikit kemarahan, membalikkan badannya menuju ke jalan luar kamar.

Louis menghelakan nafas dengan diam, menatap ke William, dan menuju kejalan luar juga.

Melihat Louis dan Vania keluar, Gerald berdiri dari sofa, sebelum meninggalkan tempat itu, berkata kepada William, "Sekarang kakek masih lemah, berbicara agak proporsional.”

William tidak menanggapinya.

Setelah Gerald keluar, pintu ditutupnya, dikamar hanya Hansen dan William, William berkata, "Kakek, aku serius."

Setelah kata keluar dari mulutnya.

Radian gelombang dada Hansen kelihatan bertambah besar.

William melirik ke tangan Hansen yang terkepal, bibir tipis ringan, "Aku cinta Ellen!"

"Bajingan!"

Hansen menggertakkan gigi dan mengeluarkan kata ini.

Tetapi dia tidak membuka mata, muka yang menahan marah dan merah.

"......"William keningnya tenggelam dalam kerutan, melihat ke muka Hansen yang marah, "Tiada orang yang menyayangi dia daripadaku, kecuali aku sendiri, aku tidak akan menyerahkannya kepada siapapun."

"Jadi kamu melakukan hal seperti itu yang menghancurkan kemanusiaan? William, kamu melihat pertumbuhan Ellen dari mulai kecil, kamu tega melakukannya terhadap Ellen!"

Hansen berkata satu persatu dengan suara serak, nada suaranya tersimpan perasaan kekacauan, tetapi kebanyakan, adalah menyalahkan.

"Ya."

Dari pertama dia tidak percaya Ellen menggoda William.

Karena pertumbuhan gadis kecil ini dalam perllndungannya, sifatnya, dia sangat jelas.

Dia tidak akan melakukan hal yang sembarangan ini, kalaupun Ellen menyukainya, dia akan memperhatikan identitas mereka berdua, dia tidak akan melebihi batasnya.

Jadi, walaupun mereka ada hubungan yang melebihi batas, itu pasti William yang mulai.......tidak, dipaksa!

Sekarang dia terpikir, apa yang dibicarakannya, Ellen menyukai lelaki yang lebih tua 12 tahun, dan lelaki itu sangat unggul dalam segi apapun, sempurna, Ellen menyukai orang seperti itu, hati nuraninya tidak nyaman, kemarahan tidak bisa dipadamkan.

Melakukan kejahatan?

William menurunkan alis matanya, menatap ke Hansen yang selalu menutup matanya dalam pembicaraan mereka, terdiam sejenak, baru berkata pelan-pelan, "Kamu menyukai Ellen, kita biarkan dia tinggal bersama kita saja?"

William mengubah pikiran berkata kepada Hansen: "Ladang subur jangan diberikan kepada orang luar!”

Hansen marah tak karuan, membukakan matanya, dengan kemarahan menatap kepada William, "William, Apakah kamu adalah maniak?!"

"ladang subur jangan diberikan kepada orang luar? apa ini?”

Ellen adalah keponakannya, walaupun tidak mempunyai hubungan darah, tapi dia melihat pertumbuhannya dari kecil.

Sekarang kamu mempunyai pemikiran yang mengerikan terhadap gadis kecil ini, masih berani berkata "Ladang subur jangan diberikan kepada orang luar?!”

Dulu dia menyangka pemikiran Gerald dan Vania ada masalah.

Sekarang dia malah merasakan dibanding dengan William, mereka berdua adalah dukun kecil ketemu dukun besar!

"William, aku memberitahukan kamu, mulai hari ini, kamu harus menjauhkan dengan Ellen, Kalau aku melihat kamu, aku, aku sangat menyesal kenapa sewaktu kamu lahir aku tidak mencekik mati kamu!" Hansen marah, emosional sewaktu berbicara, menyebabkan seluruh tubuh kegemataran kuat.

Bibir William lurus tipis, menatap ke Hansen.

Memikirkan, saat ini kalau dia memberitahukan lelaki ini, dia dan Ellen telah terima surat nikah, dan, Ellen telah mengandung anaknya.....apakah dia bisa menerimanya?!

Mata William setengah tertutup, akhirnya memutuskan untuk menunda dua hari lagi baru memberitahukannya.

Yang pasti.

Setelah mengetahui berita yang menghebohkan bagaikan bom, pertanda mentalnya masih lemah.

Kalau William masih tidak memperdulikan semuanya, memberitahukan dua kasus ini kepadanya, diperkirakan Hansen tidak bisa bertahan hidupnya.

Bagaimananpun, dibanding dengan hubungan yang melebihi hubungan paman keponakan, nikah dan hamil, lebih menghebohkan.

Kalau William memberitahukannya kepada Hansen saat ini, kemungkinan besar efek samping yang lebih menakutkan.

Diam sejenak, William melihat ke Hansen, "Kamu istirahat yang cukup."

Habis berkata, William meninggalkan kamar rumah sakit.

"Kamu mau kemana?"

Hansen menatap kepadanya dengan berhati-hati.

Tubuh Hansen bergetar dikit, melihat ke Hansen, "Ellen masih tidur disebelah kamar."

Artinya, dia sekarang mau balik ke kamar Ellen untuk menemaninya.

Mendengar kata "tidur", tatapan Hansen dengan perasaan sakit hati yang mendalam, diam selama beberapa detik, menatap ke William, "Tak perlu kamu pura-pura baik! di rumah sakit Ellen masih ada aku."

William mengerutkan kening, sekilas melihat ke Hansen, menutup erat bibir, akhirnya tanpa berkata apa, berjalan menuju ke pintu kamar.

Hansen menatapnya, "Apakah kamu dengar?"

William tidak menjawabnya.

"William......."

krit----------------

Pintu kamar terbuka, Tubuh Willam yang tinggi diikuti dengan bayangannya menghilang di hadapan Hansen.

Hansen menghelakan nafas, dia berusaha sekuatnya untuk duduk, tanpa memperdulikan banyak, satu tangan membuka jarum suntikan infus, satu tangan yang lain memegang punggung tangan, turun dari tempat tidur, dengan muka masam berjalan menuju keluar pintu.

"Papa....."

Louir berjalan ke pintu depan, melihat Hansen dengan muka hijau berjalan menuju keluar, tiba-tiba terkejut.

Hansen masih belum sempat memakai sepatunya, karena masih belum menukar baju rumah sakit, sekarang dia masih memakai baju rumah, celana lebih longgar, langkahnya mengeluarkan suara angin, kelihatan sedikit segar.

Sebenarnya, Hansen juga dipaksa oleh William.

Saat ini, biar bagaimanapun dia tidak akan memberi waktu untuk William dan Ellen berduaan, dengan semangat yang besar, tubuh dan hati yang capek tidak jelas kelihatannya.

"Papa. kamu mau ngapain?" Louis gelisah.

Hansen tidak berkata, dengan semangat besar berjalan menuju ke luar.

Louis dengan gelisah memegang tangan, mengikutinya.

Hansen berjalan masuk menuju ke kamar Ellen.

William melihat Hansen masuk ke dalam, kening berkerut seperti bergaris, melihat ke Hansen.

Hansen berjalan menujunya, mengeserkan William, "menantuku, cepat suruh orang memindahkan tempat tidur ke sini, aku mau tinggal sekamar sama Ellen."

Louis, "....."

Muka William hitam, melihat ke Hansen.

Hansen menyipitkan mata, menatap ke William, dengan sikap yang tegas.

"Papa, Kamu...."

"Apakah sekarang kata-kataku sudah tidak ada gunanya?" Hansen dengan suara tegas.

Louis, "........"

Diam-diam menginjak kaki, akhirnya melakukan sesuai perintahnya.

Tidak lama, Louis sudah berkomunikasi dengan rumah sakit, tempat tidur yang dikamar Hansen dipindahkan ke kamar Ellen.

Tuan kakek baru saja duduk diatasnya, membiarkan perawat memberi infus, duduk sandar di tempat tidur, dengan dua mata yang tajam menatap ke William.

William yang berdiri ditengah tempat Ellen dan Hansen, kening kerut labih ketat.

"Papa, Kamu ngapain?"

Louis melihat Hansen menatap ke William terus, bagaikan mau menelannya, dengan berkerut kening berkata dengan suara kecil.

Dilihat olehnya.

Kasus ini kesalahan bukan di William, tapi Ellen.

Hansen tidak menyalahkan Ellen malahan memerahi ke William, membuat dia kurang mengerti.

Tidak hanya dia yang tidak mengerti, paru-paru Vania juga ditahan sampai mau meledak!

Ini namanya kasus apa? kesalahan adalah Ellen, Kakek tidak mau mengusir Ellen, malahan pindahkan tempat tidur ke kamar perempuan ini dan tinggal sekamar dengannya, Sebenarnya apa yang dipikirkan?

Saat ini Hansen dimata Vania, hanya tertinggal 3 kata; Orang Tua bodoh!

"Kalian semua pergi saja! "Hansen dengan muka tegas, melihat ke semua orang di kamar, dan berkata.

".....papa. "louis tidak berdaya.

Hansen menyipitkan matanya, "tubuhmu kurang sehat, pulang istirahat saja."

"Aku pergi kamu bagaimana?" Louis berkata.

"Jangan peduli aku, takkan mati.”

"....."

"Kakek, apa yang kamu pikirkan?Vania tidak tahan dan berjalan ke depan” melihat Hansen dan berkata.

Hansen memiringkan mata dan melihatnya, dengan suara rendah ‘hm’ tanpa berkata.

Vania, "......"

"Kakek, kamu sekarang sudah tahu aku tidak berbohong atas masalah Ellen, kenapa kamu terhadap aku masih........"

"Tidak berbohong? kalian tidak suka dengan dia! kalian menanyakan kepadanya baik-baik.”

Hansen marah dan menunjuk ke William, "Apakah Ellen yang menggodanya, atau dia ada pemilkiran lain terhadap Ellen? Ellen gadis 18 tahun, dosa penggoda paman kalian berikan kepada Ellen, apakah dia bisa menerimanya? ketemu masalah ini, kalian melepaskan diri tanpa bersalah, kalian memang orang yang pandai.”

Louis mengerutkan kening, "Papa, kenapa kamu ada pemikiran begitu terhadap William? William adalah cucu kandung kamu, apakah kamu tidak mengetahui perilakunya? masalah ini memang Ellen........."

"Aku sudah berkata, aku yang memaksa Ellen."

Tidak menunggu Louis menghabiskan pembicaraannya, William sudah memutuskan kata-katanya, berkata dingin.

"Sudah saat begini, kamu masih melindungi......"

"Apakah aku seperti berbohong untuk melindungi Ellen?"

William menatap serius ke Louis, berkata pelan-pelan.

Louis , ".............."

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu