Hanya Kamu Hidupku - Bab 634 Paman Nulu, Cepat Datang

Sumi pergi pada pukul enam dan hampri jam sebelas baru kembali ke rumah sakit.

Pada pukul setengah dua belas, William Dilsen datang untuk menjemput Ellen Nie pulang.

Setelah melepas mantel, Sumi melonggarkan dasinya dan duduk di samping ranjang pasien.

Pada saat dia duduk, dia menggenggam tangan Pani dan berkata dengan lembut : "Apakah kamu lapar? Apakah kamu ingin membeli cemilan malam? ”

Pani menggelengkan kepalanya.

Sumi mengangkat alisnya dan kemudian menundukkan kepalanya untuk mencium Pani .

Pani mengaitkan bibirnya, lalu membelai leher Sumi dan berkata : "Semalam kamu tidak beristirahat sama sekali dan hari ini kamu harus menjagaku dan juga mengurusi urusanmu, kamu pasti sangat lelah, bukan? ”

"Tidak lelah. ” Sumi menyandarkan kepalanya di pundak Pani dengan ringan, dan hidung mancungnya bergesekan dengan wajah Pani .

Pani memeluk kepalanya dan berkata : "Maukah kamu kembali untuk beristirahat malam ini? ”

Sumi mengerutkan keningnya dan berkata : "Tidak. ”

"Kalau begitu, maukah kita meminta rumah sakit untuk menambahkan satu ranjang lagi agar kamu dapat beristirahat? ” Pani menundukkan kepalanya dan menatap wajah tampan Sumi yang kelelahan dengan kasihan.

"Aku adalah seorang pria, kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. ” Sumi menegakkan tubuhnya dan memegang tangan Pani . Lalu, dia melihat ke jari kelilingking kanan Pani yang sudah tidak bengkak lagi, dan kemudian bangkit dan berkata : "Tidurlah, aku akan pergi untuk mandi sejenak. ”

"Baik. ”

Sumi pergi ke kamar mandi.

Ketika dia keluar, Pani masih menatapnya dengan sepasang matanya yang jernih.

Sumi mengatupkan bibirnya dan duduk di sebelahnya. Dia baru saja mencuci wajahnya sehingga masih ada tetesan air di wajahnya, dan itu membuat wajahnya terlihat sedikit kusut dan lesuh.

"Apakah kamu merasa sakit pada bagian tubuhmu? ” Sumi mengerutkan keningnya.

Badannya baik-baik saja, tetapi dia merasa nyeri di bagian pinggangnya.

Pani berkata seperti itu di dalam hati, tetapi mulutnya berkata : "Aku baik-baik saja. ”

Sumi menatapnya dengan tatapan dalam.

"Tolong bantu aku untuk bergeser sedikit ke samping. ” Pani berkata dengan suara kecil.

"? ”

"Temani aku tidur. ” Pani menatapnya dan berkata dengan suara kecil.

Tempat tidurnya cukup besar untuk dua orang.

Tetapi Sumi khawatir dia akan menekannya. Dia berpikir sejenak dan kemudian menggelengkan kepalanya, "Tidak. . . ”

"Aku telah menanyakan kepada dokter tentang cedera di pinggangku. Butuh setidaknya satu atau dua bulan untuk pulih. Apakah kamu ingin berpisah ranjang denganku selama satu sampai dua bulan? ” Pani menyela.

Mata Sumi bersinar.

Pani melihat kilatan amarah di matanya, dia pun berkata dengan lembut : "Jika kamu tidak ingin kembali untuk beristirahat, maka temani aku tidur di ranjang pasien ini. ”

"Baik, aku akan menemanimu. ” Kata Sumi.

Kemudian, Sumi memindahkan Pani ke sisi ranjang pasien secara perlahan, lalu berbaring di sampingnya dan memegang erat tangannya.

"Tidurlah. ” Pani menatapnya dan berkata.

"Baik. ” Sumi memajukan kepalanya untuk mencium pelipisnya, lalu berkata : "Aku di sini. ”

Hati Pani menjadi tenang dan dia pun memejamkan matanya.

Sumi mengulurkan tangannya dan mematikan lampu kamar pasien. Dia menatap wajah Pani dalam kegelapan dan hatinya selalu merasa sakit hati setiap melihatnya.

Semakin lama bersama dengannya, Sumi semakin merasa bahwa dirinya tidak pantas baginya, dan itu membuatnya semakin kasihan padanya dan merasa bersalah padanya!

Pani sudah terbiasa berjuang untuk tetap kuat. Dan dia mengira bahwa dirinya dapat membuatnya menurunkan karakternya yang kuat itu dan berubah menjadi lembut, dan mempercayakannya semua padanya.

Tetapi ternyata tidak.

Dia percaya akan perasaannya, tetapi dia sudah terbiasa menghadapi segala hal sendirian.

Dia peduli akan perasaannya, tetapi dia tidak membiarkan dirinya menjadi penakut.

Dia selalu menjadi orang yang insecure, memakai baju besi tebal seperti seorang tentara kecil.

Dia tahu betapa Pani takut akan hal ini, tetapi dia tidak meneteskan air matanya di hadapan semua orang.

Dia menyembunyikan semua ketakutan dan keluhannya pada dirinya sendiri. Dia mencoba untuk menenangkan semua orang yang mengkhawatirkannya, tetapi dia tidak pernah menunjukkan ketakutannya di hadapan semua orang.

Dia berusaha yang terbaik untuk tetap kuat!

Di dalam kegelapan, wajah Sumi terlihat tertekan dan juga berusaha untuk menahannya.

Hatinya seperti ada seribu luka yang membuatnya sangat sakit sampai membuat nafasnya terasa berat.

Tiba-tiba.

Tangan Pani yang ada di telapak tangannya gemetaran.

Sumi terkejut dan langsung membungkuk untuk melihatnya.

Dia mendengar Pani terengah-engah, "Paman Nulu, cepat kemari, sangat sakit. . . ”

Sumi gemetaran, nafasnya seolah-olah terpisahkan dari hidungnya dengan sebuah pisau yang tajam sehingga membuatnya kesulitan bernafas.

"Apakah aku sangat menyebalkan? ”

"Kenapa mereka memukuliku? Sangat kejam. . . ”

"Kenapa tidak menyukaiku? ”

"Aku sangat menyebalkan, pasti. . . ”

"Ah. . . paman Nulu! ”

Setelah menjerit kesakitan, Pani tiba-tiba membuka matanya, matanya memerah dan bergetar hebat.

"Aku di sini. Pani, aku di sini. ”

Sumi memeluk kepala Pani, dia mendekatkan wajahnya dengan wajah kecilnya yang berkeringat, lalu berkata : "Jangan takut, jangan takut. . . ”

Beberapa detik kemudian.

Pani baru menghelakan nafasnya dan tersadar.

Karena sakit setelah menelan dengan tenggorokannya yang kering, ujung bulu mata Pani pun ada tetesan air. Kemudian, dia menarik nafas dalam-dalam sambil memegang ibu jari Sumi, lalu berkata dengan suara serak, "Aku baik-baik saja paman Nulu. ”

Sumi menggertakkan giginya dan matanya memerah. Dia memegangi kepala Pani dan terus-menerus mencium rambutnya, lalu berkata : "Pani, aku berjanji itu tidak akan terjadi lagi. ”

Pani membuka mulutnya dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia tidak sanggup untuk mengatakannya. Jadi pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa.

. . . . .

Setelah rawat inap di rumah sakit selama empat hari, memar di wajah dan tubuh Pani sudah jauh membaik. Setidaknya, sudah dapat terlihat kecantikan asli di wajahnya dan bukan. . . kepala babi!

Tepat setelah pukul delapan pagi, Siera dan Samoa Sulu datang membawa Lian Nulu.

Si bocah terus menangis, sepertinya dia merindukan ibunya.

Anehnya, dalam perjalanan ke rumah sakit, Lian masih terus menangis. Tetapi ketika sampai di kamar pasien, dan begitu dia mendekati Pani, bocah itu menggigit kepalan tangannya dan bergegas menyampiri Pani .

Pani dengan penuh kelembutan membelai tetesan air di bulu mata bocah itu, lalu berkata : "Ibu juga merindukanmu sayang. ”

"Yaya. . . ” Lian menghentakkan kedua kakinya dan tertawa.

Pani merasa terhibur dan beberapa orang lainnya juga ikut tertawa.

Suasananya terasa hangat dan harmonis.

Dan pada saat itulah.

Terdengar suara ketukan pintu yang datang pada waktu yang tidak tepat.

Pani dan beberapa orang lainnya melihat ke arah luar dan mulut mereka masih tampak tertawa.

Tetapi ketika mereka melihat orang yang muncul di depan pintu, senyuman di wajah mereka pun menghilang.

"Wa. . . ”

Kemudian, seruan nyaring itu memenuhi seluruh ruang pasien.

Pani terkejut dan langsung menggenggam tangan Lian, lalu menghiburnya dengan berkata : "Ada apa sayang? Ibu di sini bersamamu. ”

"Wa. . . wa. . . ” Lian menggigit kepala tangannya dan menatap Pani sambil menangis.

Pani hanya merasa sakit di tubuhnya, dia tidak memperdulikan apapun dan langsung membungkuk untuk menggendong Lian.

Badannya yang baru saja bergerak langsung merasakan semburan rasa sakit dari pinggang.

Wajah Pani menjadi pucat karena kesakitan dan pada akhirnya dia pun kembali bersandar di tempat tidurnya.

"Wa. . . ”

"Ai. . . ”

Siera bergegas melangkah maju, lalu memegang Pani secara perlahan dan kemudian berkata : "Luka di pinggangmu. . . jangan banyak gerak. ”

Pani menghela nafas dan menatap Lian yang dibawa pergi oleh Samoa Sulu dengan cemas.

"Wa. . . ” Lian masih menangis.

Siera juga pergi untuk menghiburnya, tetapi juga tidak berhenti menangis.

Pani merasa sakit hati dan ingin berjuang untuk bangkit lagi.

Sumi melangkah maju, memegang lengan Pani dengan satu tangan dan tidak membiarkannya untuk bangkit. Lalu dia menatap ke luar pintu dengan dingin dan berkata : "Keluar! ”

Orang yang datang, ". . . ” Dia tidak menyangka!

"Apakah kamu tidak mendengarnya? Aku memintamu untuk pergi! ”

Sumi berkata.

"Sumi. . . ”

"Keluar! ”

Linsan menatap wajah Sumi dengan tercengang. Kekejaman di matanya membuatnya gemetaran.

Dia tidak pernah menyangka bahwa Sumi akan berbicara padanya seperti ini! Dia benar-benar tidak menyangka!

Wajah Linsan memucat dan mulutnya berkedut.

Iya.

Dia sudah melakukan hal itu, jadi apa lagi yang tidak bisa dia lakukan terhadapnya!

Linsan menegakkan tubuhnya sambil memandang Sumi dan berkata : "Aku menunggumu di luar! ”

Setelah selesai berbicara, Linsan berbalik dan keluar.

Hal aneh terjadi lagi.

Dalam waktu beberapa detik, Lian berhenti menangis lagi dan kemudian dia mengepalkan tangannya ke Siera dan Samoa.

Samoa Sulu dan Siera, ". . . ”

Pani, ". . . ”

. . . . .

"Dasar kamu. . . nenek bahkan tidak tahu harus tertawa atau tidak. ”

Setelah beberapa menit pun, setiap Siera melihat Lian, dia tetap tidak bisa menahan tawanya.

Lian bukanlah anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jadi dia berpikir bahwa Lian pasti sengaja!

Samoa Sulu juga senang, tetapi lebih tenang.

Tetapi di dalam hati dia berpikir, keturunan Keluarga Nulu sudah semakin kuat.

Anak kecil yang baru berumur beberapa bulan saja sudah mulai licik.

Ketika dia dewasa, dia pasti akan lebih licik lagi!

Baik, baik, haha. . .

Pani memandang Lian yang sedang berbaring di sampingnya, lalu dengan lembut menyentuh wajahnya yang tembem dengan jari telunjuknya dan berkata dalam hati, "Nak, ketika kamu sudah dewasa, jangan ikuti karakter ayahmu. Kamu harus menjadi seorang pria yang gagah dan baik, ya? ”

"Yayayi. . . ” tangan Lian mengarah ke wajah Pani dan kedua matanya yang hitam dan cerah menatap Pani .

Pani menghela nafas dan menjulurkan satu jarinya ke genggaman Lian. Lian segera meraihna dan berseru dengan gembira.

Pani merasa terhibur dan senang, "Kamu. . . ”

Samoa Sulu berdiri di samping tempat tidur, memandang Pani dan Lian, lalu berkata : "Pergilah, lagipula tetap harus diselesaikan. ”

Mendengar perkataannya, Pani tidak melihat ke Samoa Sulu karena dia tahu bahwa perkataan ini bukan untuk dirinya, tetapi untuk seseorang.

Siera menatap Samoa Sulu dan tidak berkata apa-apa.

Sumi menatap Pani dan tidak mengatakan apa-apa.

Dia tidak berbicara, Samoa Sulu juga tidak mengatakannya lagi.

Untuk sementara waktu, hanya ada suara Pani yang menghibur Lian di ruang pasien.

Tidak tahu setelah berapa lama.

Sumi duduk di samping tempat tidur, lalu meraih tangan Pani dan menggenggamnya

Suhu di tangannya membuat bulu mata Pani gemetaran, suara hiburannya untuk Lian juga perlahan menghilang.

Untuk sementara waktu, Pani tidak berbicara. Lian juga menatap Pani dengan ekspresi wajahnya yang imut, seolah-olah dia heran mengapa Pani tiba-tiba tidak berbicara.

Samoa dan Siera juga memandang Pani tanpa berkata apa-apa.

Pani melirik Samoa dan Siera, dan kemudian menghela nafas di dalam hatinya. Lalu dia melihat kearah Sumi dan berkata : "Dilihat dari sikapnya, sepertinya ada masalah. Jika kamu tidak keluar untuk menemuinya, mungkin dia tidak akan pergi. Jadi lebih baik kamu keluar dan temui dia. ” Tidak perlu mengkhawatirkanku.

Kalimat terakhir tidak diucapkan Pani .

Jika dia mengatakannya, jelas terlihat bahwa dia keberatan. Dan semakin dia peduli padanya, maka dia semakin tidak ingin keluar.

Novel Terkait

My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu