Hanya Kamu Hidupku - Bab 412 Paman Ketiga Tidak Akan Tega Menyakitimu

William menyipitkan matanya, kedua jari panjangnya mencubit dagu Ellen, menunduk dan menciumnya, pupil hitamnya melihat mata besar Ellen yang jernih, dengan suara serak berkata, "Aku selalu melihatmu dengan terang-terangan!"

Ellen tersenyum di dalam bibir William, "Tidak tau malu."

William melepaskan dagunya, telapaknya mengelus sebelah sisi wajahnya, bulu matanya yang hitam dan lentik, serius sekali menciumnya.

Ellen menarik nafas pelan, kedua lengannya naik dengan kaku, memeluk leher William, bernafas pelan, "Bagaimana penyelidikan masalah Vania?"

William mengerutkan keningnya, membuka matanya melihat Ellen, menyipitkan matanya.

"......Kenapa?" Ellen mengedipkan matanya, jari lembutnya membelai leher belakang William, bertanya dengan suara pelan.

William menundukkan matanya, melihat bibir Ellen yang lembut, sesekali mengecup, suara seraknya berkata, "Kamu tidak akan ingin tau."

Ellen melihat William dengan curiga.

William mengangkat matanya, menatap wajah Ellen yang kebingungan.

Ellen menarik nafas dalam, melepaskan pautan mereka, kepalanya miring ke samping, melihatnya dengan mencari tau, "Aku ingin tau, kamu beritahu padaku."

"Yakin tidak?"

William melihat punggung Ellen, tangan besarnya membelai rambut panjang Ellen, bertanya dengan lembut.

Ellen mengangguk pelan.

William merapatkan bibirnya, "Papanya Venus dan kakaknya, Zaenab pagi ini mengakui kesalahan dan bunuh diri di kantor polisi. Semuanya sudah mati."

Ellen menahan nafasnya, matanya membesar, "Apa?"

Zaenab......sudah mati?

William membelai wajah Ellen yang sedikit kaku, bibir tipisnya menempel pada bawah telinga Ellen, menggendongnya pergi ke lantai dua, "Damar dan Zaenab mengakui bekerja sama menculik Vania, awalnya berencana menunggu tanggal 10 Agustus baru dilepaskan. Setelah tanggal 10 lewat, saat mereka berencana melepaskan Vania, tiba-tiba terpikir kalau melepaskan Vania langsung, memang bisa menghindar dari 10 Agustus ini, tapi masih ada tanggal 10 September, 10 Oktober. Mereka tidak mungkin terus menggunakan cara penculikan untuk menghalangi Vania dan Bintang menikah. Jadi akhirnya, mereka memilih untuk menghancurkan Vania."

".......Menghancurkan?" Ellen melihat William dengan kaget.

Apa yang sudah dilalui Vania, William tidak memberitahu Ellen, karena terlalu sadis.

Jadi sampai sekarang ellen tidak tau apa yang sudah dilalui Vania.

Jadi perkataan William sekarang, Ellen juga hanya mengerti setengah saja.

William melihat mata Ellen, tidak menjawab.

Jantung Ellen yang terkejut berdetak kencang, "Maksudmu, ini semua hanya dilakukan oleh Damar dan Zaenab saja, tidak ada hubungannya dengan Venus bukan?"

William menggendong Ellen masuk ke ruang kerja di lantai dua, mendudukkannya di sofa, lalu dia berjalan ke kursi di depan meja kerja, pupil hitamnya menatap Ellen yang penuh kebingungan yang sedang melihatnya, "Tampaknya sejauh ini, iya."

"Apakah kamu percaya?"

Ellen mengerutkan keningnya, tanpa alasan dia menjadi kesal, bertanya pada William.

William merapatkan bibir tipisnya, melihat Ellen tanpa berbicara.

Wajah mungil Ellen menjadi dingin, tapi bukan untuk William, "Damar melakukan hal yang keji seperti itu, meskipun mati juga tidak bisa membayar dosanya! Tapi Zaenab......"

Ellen memandang William, "Dulu waktu aku bekerja di Yuk Gosip, beberapa kali ada berhubungan dengan Zaenab. Zaenab sangat polos dan baik, mungkin dia sedikit sinis, tapi aku erasa dia bukan orang yang akan merencanakan hal semacam ini."

"Jangan melihat orang dari tampilan luarnya." William menundukkan pandangannya, membuka sebuah dokumen.

"Meskipun tidak boleh melihat orang dari tampilan luarnya, tapi seleraku melihat orang tidak akan salah sekali!" Ellen mengerutkan keningnya dan berkata.

William tak bersuara.

Ellen menggertakkan giginya, sedikit marah melihat William yang sedang serius membaca dokumennya, "Paman ketiga, hal ini tidak sesederhana ini! Jelas sekali Zaenab menerima hukuman untuk orang lain! Aku bisa melihat, aku tidak percaya kamu tidak bisa melihatnya!"

"Akhirnya mengakui kalau dirimu tidak begitu pintar?"

William akhirnya membuka suara.

Hanya saja maksud perkataannya membuat Ellen tersedak, sampai wajahnya merah, dengan kesal melihat William.

Kedua mata William berpindah dari dokumen, baru menatap Ellen, lalu berubah sedikit serius, menganalisis masalah ini dengan Ellen, dan juga sikap dan rencananya, "Damar dan Zaenab terus bersikeras mengatakan bahwa mereka berdua yang melakukannya, di dalam kantor polisi juga ada catatan pernyataan mereka, Sedangkan bukti yang kita miliki sekarang hanya Damar dan Zaenab. Tapi sekarang mereka sudah mati, tidak bisa membuktikan kebenaran. Jadi selanjutnya kita harus mencari bukti baru, membuktikan kalau Venus adalah dalang di balik semua ini. Kalau tidak, meskipun kita semua yakin kalau Venus yang melakukan semua ini, tapi kita juga tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya."

Sebenarnya masalah Vania hilang dari awal tidak merepotkan polisi, mungkin sekarang diurus, tidak begitu mengikat kaki tangan dan tidak dibatasi.

Juga mungkin saja.

Kalau keluarga Rinoa dan keluarga Hamid tidak ada hubungan kerabat, mungkin segalanya akan menjadi lebih mudah.

Tapi Venus melakukan kesalahan benar adanya, meskipun dia berhasil melewati interogasi kali ini.

Orang yang berbuat jahat pasti akan mendapatkan hukuman.

Cepat lambat bukti baru pasti akan muncul, celah Venus juga akan terbongkar suatu saat.

Bukankah ada peribahasa: Roda selalu berputar, baik atau jahat akan ada balasannya!

"Jadi, sekarang kita hanya bisa menunggu?" Tanya Ellen.

William berkata demikian, Ellen juga mengerti, masalah ini sudah berkembang menjadi seperti ini, tidak boleh buru-buru.

Sebenarnya dia juga merasa masalah ini lebih cocok diselesaikan dengan prosedur hukum.

Bagaimana juga, tidak peduli siapapun, juga tidak akan menempatkan keinginan dirinya sendiri pada hukum.

Hanya saja, dalam hati Ellen merasa panik tanpa alasan.

Di dalam hatinya Zaenab mungkin saja sepenuhnya tak bersalah, tapi dia malah berakhir seperti itu, terlalu parah.

Siapa yang melakukan, dialah yang mendapatkan balasan.

Harusnya orang yang mendapatkan ini semua adalah Venus!

Kenapa harus membuat orang lain menggantikannya untuk mendapatkan ini semua?!

"Tenanglah, kakak keempatmu dan paman Sumi sudah sedang menyelidiki bukti bahwa Venus bersalah, Venus tidak akan bebas diluar berlama-lama." William menyipitkan matanya, berkata dengan suara berat.

Ellen melihatnya, mengambil nafas dalam membuat emosi dirinya sedikit membaik, dengan suara rendah berkata, "Bagaimana Vania? Apakah masih di ICU?"

Mata William sedikit menghindar, "Ehn."

Ellen mengerutkan keningnya, "Tidak tau kenapa, setelah kejadian ini, kebencianku kepada Vania tidak besar lagi."

Seberkas kesantaian melintas di mata William, melihat Ellen.

Ellen merapatkan bibirnya, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi, berdiri, "Paman ketiga, kamu bekerjalah, aku tidak mengganggumu lagi."

William menaikkan alisnya, "Kemari."

"Untuk apa?" Wajah Ellen tiba-tiba memerah.

"Kemari." William menjulurkan tangan ke arahnya.

Bulu mata Ellen yang panjang terkulai, dengan diam menggigit bibir bawahnya, dengan lambat berjalan kesana.

Setelah berjalan ke sebelah William, entah kenapa wajah Ellen menjadi merah sekali.

William menggeser kursinya, berhadapan dengan Ellen, kedua kaki panjangnya terbuka, "Duduk."

Ellen dengan malu memiringkna kepalanya, mata besarnya melirik kaki panjangnya, pura-pura bertanya, "Duduk dimana?"

Mata William tersenyum, "Heng."

Leher panjang Ellen menjadi merah, meskipun perutnya sudah besar tetap saja duduk di pahanya yang keras, "Kamu rilekskan sedikit, tidak nyaman duduk seperti ini."

"Baik."

William menahan senyumannya, merilekskan otot pahanya.

Mata Ellen yang besar dan jernih melirik William, "Untuk apa menyuruhku kemari?"

Satu tangan William diletakkan di perut Ellen, sebelah tangannya lagi memeluk pinggangnya, wajah tampannya mendekati lehernya dengan pelan, menghirup aroma disana, "Tau tidak apa hal yang paling aku tunggu?"

Ellen menaruh jarinya di kepala William, sebentar-bentar mencengkram rambutnya, dengan tidak penasaran melihatnya berkata, "Apa?"

"Yaitu anak kecil ini bisa cepat keluar dari perutmu." William mencium lehernya, tulang selangkanya, lalu menurun dengan pelan.

Ellen tidak berhenti menarik nafas, "Ini baru 5 bulan lebih, belum 6 bulan, kamu ingin dia lebih cepat keluar?"

William mengangkat rok Ellen, tanpa penghalang mencium perutnya yang bulat.

Ellen menarik nafas, sebelah tangannya sedikit mengepal, melihat William, "Paman ketiga, sudah cukup."

William mengangkat kepalanya, mencium Ellen, tangan yang berada di perutnya juga turun ke bawah."

"Paman ketiga......" Ellen berteriak kaget di bibirnya.

William memeluknya erat, menciumnya lebih dalam, menatap pupil Ellen yang hitam lamat-lamat, saat ini cerah sekali, dengan rendah berkata, "Percaya kepada paman ketiga, paman ketiga tidak akan tega menyakitimu, tenang."

Ellen melihat matanya yang sedalam samudra, badan yang kaku akhirnya menjadi rileks.

"Gadis pintar." William tersenyum dengan lembut mengecup wajahnya.

Ellen tidak bisa meninggalkan ruang kerja, waktu makan malam sudah mau sampai, William juga tidak buru-buru menyelesaikan pekerjaan kantornya. Lalu setelahnya memeluk Ellen duduk di sofa, denyut jantung yang tenang.

Beberapa waktu ini, mereka berdua tidak berbicara, tapi tidak membuat suasana dingin, malah menjadi sangat hangat dan baik.

Malam hari setelah makan malam, William pergi ke ruang kerja.

Ellen di bawah menemani Keyhan, Nino, dan Tino, sampai ketiga bocah ini pergi ke ruangan bermain di lantai tiga, dia baru bangkit menuju ke lantai dua, membuka laptop, dan video call dengan Pani.

Saat wajah Pani muncul di layar.

Mata bulan Ellen melihat Pani.

Sepertinya Pani sibuk sekali, di depan laptopnya ada buku yang sangat tebal, sebelah tangannya sambil membolak-balikkan buku sambil berkata, "Keluar bekerja baru menyadari bahwa tidak ada gunanya aku kuliah, banyak sekali yang tidak aku mengerti, aku sekarang sedang belajar ulang bahasa Francis, benar-benar hidup susah! Ellen, kamu ceritakan kamu punya, jangan khawatir aku tidak bisa fokus."

Pani berkata sampai sini, mengangkat kepalanya dan tersenyum kepada Ellen.

Ellen melihat wajah Pani dengan jelas sekali.

Ellen menarik nafas diam-diam, menjulurkan tangan menutupi layar, "Pani, kamu tau tidak wechat ada fungsi khusus?"

".......Fungsi khusus?" Pani tidak mengangkat kepala, "Fungsi khusus apa?"

"Fungsi khusus membuat kurus." Ellen mengerutkan keningnya.

"Apa sih." Pani tertawa, masih belum menyadari apa yang sedang dibicarakan Ellen.

Ellen melihat wajah Pani, berhenti beberapa detik, lalu berkata, "Pani, kamu berdiri dulu, aku mau lihat."

Mendengar itu.

Tangan Pani yang membolak-balikkan tangan langsung berhenti, mengangkat kepala melihat Ellen, ekspresinya sedikit gugup, menyeringai berkata, "Ada apa?"

"Kamu jangan tanya dulu, berdiri." Kata Ellen.

Pani terdiam melihat Ellen, menjilat bibir bawahnya, berkata, "Tidak mau."

Ellen tercengang.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu