Hanya Kamu Hidupku - Bab 139 Dia Terlalu Malu Untuk Mengatakannya

Sebelum berbalik, terdengar suara Venus yang dingin dari belakang, "Apakah Ellen, adalah Ellen Nie?"

Wajah Vima pucat, dan menoleh melihat Venus, matanya memerah, "Venus...."

"Apakah Ellen adalah anak perempuanmu?" Venus menatap Vima dengan tatapan dingin dan bertanya.

"......" Vima menatap Venus dengan ketenangan yang pura-pura, dan juga tidak panik, tapi dia juga tidak menyangkal, "Ya, dia anak perempuanku."

Bam--

Setelah Vima selesai berbicara, Venus dengan kesal membanting handphone dibawah kaki Vima.

Vima membuka matanya lebar-lebar,dan menatap kearah handphone yang rusak, tulang punggungnya bergetar.

"Pembohong! Pembohong!"

Mata Venus memerah, dan menunjuk Vima, dan sangat jelas dia tidak bisa menerima kenyataan ini, wajahnya penuh dengan kemarahan, "ketika kamu menikah dengan papa, jelas-jelas kamu mengatakan tidak mempunyai anak, tapi sekarang kamu berkata, kamu memiliki seorang anak perempuan, dan anak perempuanmu itu adalah Ellen! Pembohong!"

Bulu mata Vima bergetar dan dengan tatapan sedih melihat wajah Venus yang penuh dengan amarah, "Venus, aku tidak pernah mengatakan, bahwa aku tidak memiliki anak perempuan."

"kamu tidak pernah mengatakan, tapi papa mengatakannya! Dia mengatakan kepadaku bahwa kamu tidak memiliki anak, dan kalian menikah juga pasti tidak akan memilki anak lagi, dan aku satu-satunya anak kalian!" Venus berteriak.

Vima mengepalkan tangannya dan tidak punya pilihan untuk mendekati Venus saat ini.

Waktu itu Pluto Rinoa (ayah Venus) untuk membuat Venus menyetujui pernikahan mereka, jadi ia tidak membicarakan masalah ini, dan mengatakan kepada Venus bahwa ia tidak memiliki anak, dan bahkan mengatakan bahwa dia tidak pernah menikah sama sekali.

Dan juga berjanji padanya bahwa mereka tidak akan memiliki anak di masa depan, dia adalah anak mereka satu-satunya.

Venus perlahan melepaskan kebencian dan permusuhan padanya dan menerimanya.

Tapi dia sudah menikah dan punya anak, Pluto sudah tahu.

"Venus, tenang dan dengar aku menjelaskannya?" Vima berbisik.

"Apa yang ingin kamu jelaskan? menjelaskan bahwa Ellen adalah anak perempuanmu? atau menjelaskan, bahwa Ellen adalah orang yang paling kamu sayangi dalam hidup ini? kamu itu pembohong, kamu telah membohongi aku selama bertahun-tahun, kamu telah membohongi aku selama bertahun-tahun!"

Semakin mengakatan Venus semakin kesal, ia meraih bantal di tempat tidur dan melemparnya dilantai, lalu menarik selimut dari tempat tidur, menghempaskan buku-buku, jam alarm dan semua barang yang ada di meja samping tempat tidur, dan bergegas ke meja rias, sekali ia kesal kosmetik dam semua barang yang ada dimeja rias juga dihempaskan kelantai.

Untuk sesaat, diruangan hanya terdengar suara berjatuhan dan suara kemarahan Venus.

Temperamen buruk yang dimiliki Venus, bukanlah pertama kalinya Vima mengetahuinya.

meskipun ia sudah terbiasa dengan Venus, tapi ia masih takut akan perilakunya yang gila.

Vima berdiri kaku dipintu, ia menangis sambil melihat Venus yang melempar semua barang yang ada di dalam kamarnya.

Tenggorokannya bergetar, mulutnya tertutup tidak mampu mengeluarkan kata-kata.

"Pembohong! Vima, kamu itu adalah seorang pembohong! Ellen adalah orang terpentingmu, dan juga orang yang paling kamu sayangi, bukan? bagaimana dengan aku? dan bagaimana dengan ayahku? kami itu apa? kami itu apa? ha......"

Venus memegang kepalanya, dan berteriak dengan sangat histeris.

Air mata Vima mengalir di wajahnya, dan memohon dengan bisu, "Venus, jangan begini, bisakah kamu tenang?"

"kamu ingin aku tenang? oke, oke, aku tenang!"

Venus melangkah maju, megenggam bahu Vima, matanya menatap dengan tajam, bola matanya memerah, wajah cantiknya kini berubah menjadi mengerikan, "Kamu segera telepon Ellen, dan katakan kepadanya bahwa kamu tidak menginginkannya, dan juga katakan kepadanya bahwa kamu hanya mempunyai satu anak perempuan yaitu aku, jika kamu mengatakan kepadanya, aku akan tenang, masalah hari ini bisa aku anggap tidak pernah terjadi, aku masih bisa memperlakukan kamu seperti ibu kandung saya, telepon dia, kamu telepon dia!"

‘Venus......jangan begini....." Vima menggelengkan kepalanya, hatinya merasa sakit, bagaimana bisa ia meneleponnya, bagaimana ia menyakiti anak kandungnya sendiri? aku tidak bisa melakukannya, sampai matipun aku tidak bisa melakukannya!

"kamu telepon dia! sekarang kamu telepon dia, telepon! ha..."

"Venus, Venus......"

Teriakan terakhir Venus hanya meraung, matanya memutih,dan ia pingsan jatuh ketubuh Vima.

Vima berteriak,sibuk memegang Venus, dan menangis sambil berteriak, "Bibi Li,Bibi Li……”

Dibawah Bibi Li mendengar suara dari lantai atas, ia mendengar Vima memanggil dirinya, dan bergegas lari keatas, tetapi berlari setengah jalan, dan mendengar suara bingung Vima datang dari atas, "Panggil ambulans, panggil ambulans!"

Bibi Li terhenti, tanpa ragu-ragu memalingkan wajah dan turun kebawah lagi, mengambil gagang telepon dan menekan 120.

......

Sore hari, William kembali kerumah, dia bukan saja tidak melihat Ellen, bahkan Darmi juga tidak ada diruang tamu, William tertegun sambil berjalan keatas.

Setelah naik,William langsung menuju kekamar Ellen.

Membuka pintu dan masuk, cahaya mata jatuh tepat di tempat tidur merah muda sedikit melotot.

Bibir William berkedut, dan menutup pintu dengan pelan-pelan, kemudian perlahan-lahan menuju tempat tidur.

"paman ketiga....."

Namun sebelum William masuk, dia mendengar suara kecil Ellenyang tertawa dari kelabu tempat tidur yang berwarna merah mudah.

William mengambil langkah dalam, alisnya langsung memelintir, dan dengan sengaja ia melihat sekelompok di tempat tidur merah muda.

"Hei."

Ellen membalikan badan, melihat kearah William dan sambil tertawa.

William menghembuskan nafas, dan meringangkan langkah kakinya, dia berjalan medekatinya, membuka kelambu tempat tidur, duduk di tepi tempat tidur, menekan alisnya, menatapnya berbaring di sisi tempat tidur, dan tersenyum padanya.

"Hei."

Ellen tertawa tidak terhenti, dan tertawa sehingga William memiliki ilusi, merenungkan apa yang baru saja dia lakukan begitu lucu?

Menyipitkan matanya, William membungkukkan badannya, dua telapak tangan memegang wajah Ellen, dan menekan mulutnya yang sedang tetawa.

Ellen gemetar dengan mata lebar dan berhenti bernapas.

"Apakah ini lucu?" William menggigit bibir Ellen seperti hukuman.

Wajah Ellen memerah, merentangkan dua tangan dari selimut, memeluk leher William, mengangkat bulu matanya, dan memandangi Wiliam dengan malu-malu, dan berkata dengan getaran rendah, "Aku senang."

William mengangkat alisnya, melepas sandalnya, dan jatuh di atas Ellen. Dia mematuk bibirnya dengan lembut, “Apa yang kamu senangi?"

Ellen mengedipkan bulu matanya dan bernapas tidak teratur, "Kamu peduli padaku."

William cukup puas dengan jawaban ini.

Mata dingin yang tegas melembut dan tersenyum, William melepaskan satu tangan dari wajahnya, meregangkannya ke selimut, dan mencium bibirnya terus-menerus.

Ellen menghela nafas, Matanya menatapnya dengan basah, tubuh kecilnya perlahan bergetar.

William menggeser tenggorokannya, bibir tipisnya menempel di bibirnya, dan berkata dengan suara serak, "Tenang."

"..." Ellen segera menutup matanya, dan bulu mata hitam panjangnya menggantung tidak teratur di bawah kelopak mata.

William mencium Ellen dari bibirnya hingga ke telinga dan leher.

"paman ketiga."

Ellen berbisik padanya.

"Ha?" William mencium bahunya.

"Sakit." kata Ellen.

William berhenti sejenak, kemudian menarik tangannya kembali, wajahnya menempel erat di lehernya, terengah-engah. Ellen tidak berani bergerak, napasnya kacau.

Keduanya berbaring dan bersandar untuk sementara waktu, dan Wiliam turun dari tubuhnya, berbaring di sampingnya, dan menyelimuti dirinya ke dalam pelukannya.

Ellen masih merasakan sakit di dadanya, bulu matanya malu-malu, wajahnya menempel di dadanya yang kuat, dan dia terlalu malu untuk mengatakan apa pun.

William tidak berbicara, hanya mencium rambut dan dahinya.

"paman ketiga, mengapa kamu kembali secepat ini?"

Setelah beberapa saat, Ellen mendengus dan berkata dalam pelukannya.

William memandang dengan dingin, "Ya, tidak ada pekerjaan lagi jadi bisa kembali."

"Oh.." jawab Ellen.

William menggerakkan alisnya dan menatap Ellen, "Apakah kamu tidak ingin aku pulang secepat ini?"

Ellen mendongak, sibuk mendongak, mata terbelalak, menatap William, "Sama sekali tidak!"

William tertawa, jari-jarinya yang panjang mencubit dagunya, dan menundukkan kepalanya untuk mencium bibirnya.

Ellen takut bahwa William berpikir dia tidak ingin dirinya pulang. Ketika dia menciumnya, dia mengambil inisiatif untuk mengangkat tangannya untuk mengaitkan lehernya, dan membuka bibirnya untuk merespons.

Hal ini, William merasa romantis dan terbebani.

Ada kelembutan dan ketidakberdayaan di mata yang dingin, dan gadis kecil itu sengaja menyiksanya.

Meskipun bengkak dan sakit, William juga tidak mau mengakhiri ciuman itu.

Sampai Ellen tidak bisa bernapas dan mundur dari bibirnya, William mengerutkan matanya, dan bangun berjalan langsung ke kamar mandi.

Ellen membeku, menatap terbengong ke William.

Kenapa dia pergi ke kamar mandi setelah setiap ciuman? !! (William mengertakkan giginya: Menurutmu! Wajah polos Ellen tanpa dosa)

Hari ini, Ellen menunggu sampai pukul sepuluh malam, tapi tidak ada balasan telepon atau sms dari Vima.

......

Hari Rabu sore, setelah selesai belajar, Ellen mengantar Gu Lihua ke pintu, "Guru Gu, hati-hati dijalan."

Gu Lihua mengangguk, dan berjalan menurunin anak tangga.

Tapi, berjalan dua langkah, Gu Lihua berhenti lagi.

Ellen membeku dan menatap Gu Lihua dengan ragu,"Guru Gu, ada lagi?"

Gu Lihua berbalik dan mengerutkan kening pada Ellen.

Karena Ellen berdiri lebih tinggi, dan Gu Lihua berdiri di bawah dua langkah dan mendongak ketika dia memandangnya.

Ellen menggerakkan bibirnya, berjalan cepat, dan berdiri di depannya.

"... Ellen, waktu sudah semakin dekat dengan ujian masuk perguruan tinggi. Meskipun kamu memiliki pengetahuan yang baik dan hasil dari setiap tes juga sangat bagus, tetapi kamu tidak bisa menganggapnya enteng," kata Gu Lihua.

Ellen, "......"

"Akhir-akhir ini kondisi kamu sangat tidak bagus, sering melamun, kamu juga pasti tahu sendiri." Gu Lihua mengingatkannya

"...Ya, akhir-akhir ini aku..."

"Tidak perlu menjelaskannya padaku, kamu sesuaikan sendiri saja sudah boleh." jawab Gu Lihua.

"......" Ellen mengerut kening dan Mengangguk, "Um."

Gu Lihua tidak mengatakan apa-apa, berjalan di depan mobil, menarik pintu mobil dan masuk kedalam mobil.

Melihat Gu Lihua pergi, mata jernih Ellen ditutupi kesuraman, wajahnya suram.

"Nona, handphone kamu berbunyi."

Ellen berdiri di luar pintu sebentar, dan tiba-tiba terdengar suara Darmi.

Ellen mendengar kata-katanya, matanya yang redup berkedip, menarik napas, berbalik dan berjalan menuju rumah.

Novel Terkait

Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu