Hanya Kamu Hidupku - Bab 524 Pani Miliknya, Terlihat Sangat Cantik

Pesta pertunangan secara resmi dimulai pukul 8 malam, dan Pani sudah selesai berdandan sebelum pukul 5 sore.

Siera melihat Pani yang tidak bisa menyembunyikan kelelahannya meskipun dia telah didandan cantik, ketika dia merasa kasihan padanya, pada saat yang sama juga merasa bersalah.

Pada saat ini, tidak peduli tentang perasaan atau tentang kebenaran seharusnya juga tidak memaksanya, dan lanjut bertunangan.

Tapi … Siera juga tidak tega melihat anaknya sendiri kecewa, akhirnya dia pun menahan semua emosi yang timbul di dalam hatinya, berkata kepada Pani, "Pesta pertunangan pukul 8 malam, sekarang masih cukup pagi, kamu pergi istirahat ke kamar dahulu, tunggu sampai waktunya sudah hampir tiba, aku akan meminta kakak iparmu datang memanggilmu."

Pani menggelengkan kepala, "Menghabiskan beberapa jam untuk berdandan, aku takut aku akan membuat gaun di tubuhku ini menjadi kusut dan dandanan di wajahku menjadi hilang."

"Jangan khawatir tentang itu, jika pakaianmu kusut paling panggil perancang busana untuk memikirkan cara, jika dandananmu hilang juga bisa diperbaiki lagi." Siera merasa sangat kasihan, dan berkata sambil menggenggam tangan Pani.

Pani berpikir sejenak dan mengangguk, "Kalau begitu Anda ingat untuk meminta Kak Lira memanggilku tepat waktu, aku takut nanti terlambat."

Hidung Siera langsung terasa sesak, menggenggam tangan Pani dengan erat dan membawanya ke kamar, nada suaranya pun terdengar serak, "Tenang saja."

"Ya." Pani tersenyum patuh kepada Siera.

Siera ingin menangis, menahannya dengan susah payah, anak ini, benar-benar terlalu kasihan.

….

Pani berbaring di ranjang Simmons yang lembut di hotel, kedua tangan dan kakinya terlentang dengan baik, seperti dia takut menekan gaunnya saja.

Saat dia memejamkan matanya, tiba-tiba banyak gambar muncul di dalam benaknya, gambar-gambar ini sangat rumit dan tidak teratur, saling bertabrakan di dalam benaknya, saling menabrak sampai otaknya sakit.

Dia masih tidak bisa tertidur, perasaan hatinya dipenuhi dengan panggilan liar, kosong, gelisah, kacau dan sebagainya.

Dia tahu Sieran terus berdiri di samping tempat tidur menatapnya.

Jadi dia terus mencoba untuk mempertahankan nafasnya yang stabil, berusaha membuat dirinya terlihat seperti telah terlelap, bahkan dirinya sendiri juga merasa sedikit menyedihkan dengan berpura-pura tenang seperti ini.

Sekitar lima menit.

Terdengar suara gemerisik di dalam kamar, dan itu adalah suara langkah kaki Siera yang meninggalkan ruangan.

Kreek.

Suara pintu ditutup dengan hati-hati.

Pani mengerutkan kening dengan tenang, merentangkan tubuhnya, membiarkan nafasnya terus menabrak di dadanya, dan dengan cepat berfluktuasi.

Dia melepaskan semua emosinya, dia pikir otaknya akan meledak dan dadanya sudah akan robek, tetapi itu semua tidak terjadi, dia hanya berada di titik kritis yang tinggi dan perlahan-lahan menjadi tenang.

Pikiran kacau yang ada di benaknya meluap sedikit demi sedikit dan hanya menyisakan gema terakhir.

"Pani, aku mencintaimu."

"Aku telah bersalah, Pani."

Sudut mata Pani yang kering sedikit melembab, dan lipstick oranye di bibirnya tampak memudar dalam sekejap, meninggalkan sentuhan pucat.

Dalam tulang setiap orang, mungkin semuanya membawa jejak keburukan.

Hanya karena disembunyikan begitu dalam, sehingga tidak dapat dirasakan dengan mudah.

Sama seperti Pani.

Dia selalu merasa bahwa dia berani untuk mencintai dan membenci, bebas dan mudah, mampu menerima dan mampu melepaskan, dua kata bertindak murahan ini tidak mungkin dapat diterapkan pada dirinya sendiri seumur hidup.

Tetapi pada saat itu.

Pani tidak tahu bahwa dia akan bertemu dengan seorang pria bernama Sumi!

Tidak tahu dirinya bisa sangat mencintai seorang pria yang bernama Sumi itu!

Sumi seperti kunci untuk membuka dasar yang tersembunyi di balik tulang Pani, setiap kali bertemu dengannya, dia selalu tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, bertindak murahan lagi dan lagi!

Pani sangat membenci dirinya sendiri, membenci dirinya yang bisa-bisanya goyah, bisa-bisanya kasihan, bisa-bisanya, masih ingin percaya padanya!

Dia pikir bahwa kesalahan yang dibuat Sumi adalah batas terakhir yang bisa diterimanya.

Tapi tanpa diduga, dia masih ingin memaafkan ….

Hanya karena dia pertama kali mengatakan padanya, dia mencintainya!

Meskipun dalam hati Pani sudah tidak lagi berani mempercayai kata-katanya dengan mudah, tidak lagi berani percaya dengan cintanya ….

Bertemu dengan Sumi.

Pani terkejut, dan sudah tidak tahu di mana batas kesabarannya!

Sehingga dia pun merasa sedih, putus asa, jijik dan benci pada dirinya sendiri!

….

Pani istirahat di kamar tidak lama, Siera, Samoa dan Sumail pergi menyambut Keluarga Nulu dan Keluarga Nora, karena pesta pertunangan Sumi dihadiri oleh kerabat yang datang dari berbagai tempat, dan hanya meninggalkan Lira di ruang tamu hotel untuk menjaga Pani.

Tidak lama setelah Siera mereka bertiga pergi, Sumi pun datang.

Lira meliriknya dari atas sampai ke bawah, melihatnya yang mengemasi dirinya dengan cermat, lalu berkata, "Pani sedang beristirahat di kamar, apa kamu ingin mencarinya?"

Sumi melirik Lira sekilas, "Aku pergi melihatnya."

"Pergilah. Jangan berisik, tampaknya Pani telah tertidur, jangan sampai membangunkannya." Kata Lira.

Sumi mengangguk pelan dan berjalan menuju kamar tidur.

Lira terus mengamati Sumi yang masuk ke dalam kamar, baru kemudian memutar lehernya, menarik kembali pandangannya, lalu mengambil majalah mode dan beristirahat di sofa sambil melihat majalah itu.

….

Sumi berjalan ke tepi tempat tidur dan duduk di tepi tempat tidur dengan gerakan pelan, mengulurkan tangan dengan lembut memegang tangan Pani yang sedikit tergenggam, menatapnya dengan tatapan yang dalam.

Gaun pertunangan yang dikenakan oleh Pani dibuat oleh perancang busana terkenal di Italia, secara keseluruhan gaun terlihat klasik, tanpa tali, dengan sulaman yang menjadi pokok utama, berwarna nude, benang sulaman adalah benang emas tipis, bagian bawah yang dirancang sederhana dan tipis, dan garis keseluruhannya terlihat halus dan elegan.

Terlihat tidak rumit, dan rancangannya tampak biasa, tetapi sangat terlihat mewah dan elegan.

Meskipun pada saat ini Pani sedang berbaring, tetapi Sumi merasa Pani terlihat sangat cantik.

Sumi perlahan meremas tangan Pani dengan erat, menatap Pani untuk waktu yang lama, lalu membungkuk dan mencium dengan lembut di telinganya, "Kamu sangat cantik!"

Bulu mata Pani bergetar, tapi Sumi tidak menyadarinya.

….

Sumi keluar dari kamar Pani dan Lira sedang menjawab teleponnya.

Tatapan keduanya saling bertemu sejenak, lalu Sumi pun pergi.

Lira melihat Sumi keluar, dan ketika dia menarik pandangannya, dengan tidak enak hati menyarankan kepada orang yang di telepon itu, "Masih ada waktu sebelum pesta dimulai, atau kalian mencari tempat untuk tinggal sebentar?"

Tidak tahu apa yang dikatakan orang itu.

Lira berpikir sejenak, "… baiklah, aku akan mengirimkan nomor kamarnya, jika kalian telah tiba bisa langsung datang ke sini."

Lira mengakhiri panggilannya.

Dan memegang ponselnya sambil berpikir sejenak, dia mengerutkan bibir lalu mengirimkan nomor kamar.

Melihat bahwa pesan telah berhasil dikirim.

Lira menyentuh dagunya, menyipitkan matanya dan berkata pada dirinya sendiri, "Seharusnya tidak masalah?"

Tidak sampai dua puluh menit setelah pesan dikirim, bel pintu pun berdering.

Lira bangkit berdiri, berjalan ke arah pintu kamar, matanya melihat ke door viewer dan baru mengulurkan tangan untuk membuka pintu.

Melihat orang-orang yang berdiri di depan pintu, Lira memandang salah satu dari mereka dan berkata, "Sudah tiba, silahkan masuk."

Beberapa orang pun masuk ke dalam.

"Eh, dimana kakak sepupuku?" kata seseorang.

Lira tertegun, menatap orang itu, "Kakak sepupu?"

"Kak Lira, dia adalah adik sepupunya Pani, bernama Pataya." Kata Linsan dengan lembut sambil memegang tangan Lira.

Lira tidak tahu apa yang terjadi di antara Pataya dan Pani, ketika mendengar Linsan berkata Pataya adalah adik sepupunya Pani, dia pun tersenyum dan berkata, "Ternyata adik sepupunya Pani. Halo, namaku Lira."

Melihat tangan Lira yang terulur, Pataya dengan cepat menjabat tangannya, matanya bersinar melihat Lira, "Aku dengan kata Kak Linsan, Anda adalah istri kakaknya Tuan Nulu. Sangat senang berkenalan denganmu."

"Aku juga merasa senang. Mari duduk di ruang tamu." Lira membawa Linsan dan yang lainnya berjalan ke ruang tamu.

Ketika Linsan berjalan menuju ruang tamu, pandangannya sedikit bergerak ke arah kamar tidur, dan sudut mulutnya bergerak dengan lembut, "Kak Lira, apa Pani tidak ada di ruangan ini?"

"Pani sedang beristirahat di kamar, kita berbicara di ruang tamu dengan tenang, ya?" kata Lira dengan tersenyum memandang beberapa orang.

"Oh." Linsan mengangguk dan duduk di sofa.

"Ingin minum apa?"

Lira juga menghargai identitas Pataya sebagai adik sepupunya Pani, sehingga kata-kata dan perbuatannya sangat menghargai Pataya, menatapnya dan berkata.

Pataya melirik tangan Lira yang masih memegang tangannya, berkata, "Aku tidak pemilih, aku minum apa yang ada, air putih juga boleh."

"Kalau begitu aku pesankan kamu segelas jus saja, kalian para gadis pasti suka minum jus."

Kata Lira dan melihat ke arah Linsan, Tanjing bertiga, "Bagaimana dengan kalian?"

"Aku air putih saja sudah cukup." Kata Linsan.

"Aku punya kopi saja, akhir-akhir ini terus lembur kerja cukup melelahkan." Kata Tanjing sambil memijat lehernya.

Linsan meliriknya sekilas dengan tatapan kasihan.

Tanjing tersenyum padanya.

"Aku juga minum kopi saja." Kata Yuki.

Lira pun menelepon meminta petugas hotel mengantarkan jus dan kopi.

Lira cukup akrab dengan Linsan, dia juga khawatir jika yang lain merasa sungkan, sehingga dia meminta Linsan untuk bantu membawa suasana.

Juga tidak ingin Lira terlalu khawatir.

Selain Tanjing yang benar-benar lelah dan tidak berbicara, Linsan, Pataya dan Yuki juga merasa sedikit linglung, mereka yang duduk di sofa dan hanya terus meminum jus, kopi dan airnya masing-masing, dalam waktu yang lama tidak ada orang yang berbicara.

Lira mengangkat alisnya, merasa tidak nyaman di sana dan pada akhirnya pun bisa merasa sedikit bebas.

"Kak Lira, sudah jam tujuh!"

Begitu jarum menunjukkan pukul tujuh, Pataya tiba-tiba menatap Lira dan berkata dengan keras.

Lira terkejut dan menatap Pataya dengan bingung, "Jadi kenapa?"

Linsan bertiga juga menatap Pataya.

Pataya merasa canggung sejenak dan tertawa, "Pesta dimulai pukul delapan, aku sedang berpikir apakah harus memanggil kakak sepupu sekarang, agar nanti tidak terburu-buru."

Lira menatap Pataya, "Tidak apa-apa, biarkan Pani istirahat sebentar lagi."

"… apa tidak takut terlambat?" kata Pataya.

"Takut apa?" Lira tertawa, "Bahkan jika sudah terlambat, mereka juga harus menunggu. Lagi pula, Pani yang paling berkuasa."

Emosi Pataya langsung menurun dan tersenyum kepada Lira.

Linsan melihat Lira, kedua matanya berkedip ringan.

Awalnya Lira berharap Pani beristirahat sepuluh sampai dua puluh menit lagi, tidak menyangka malah Pani yang bangun sendiri.

Mendengar suara pintu kamar yang dibuka, alis Linsan bergetar ringan dan segera menoleh.

Lira dan yang lainnya juga ikut melihat ke sana.

Pani berdiri di pintu, melihat Linsan dan yang lainnya, ekspresinya tetap datar.

Ketika melihat Pani, Lira bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya, "Apa kami telah mengganggumu?"

Pani mengalihkan pandangannya dan menatap Lira, "Tidak."

Lira menghela nafas dan berdiri di depan Pani, membantunya merapikan gaun dan berbisik, "Jangan gugup, Sumi telah berkata, kamu hanya perlu muncul beberapa menit saja."

"Aku tidak gugup." Kata Pani sambil menatap Lira.

Lira tersenyum kepadanya, "Hebat sekali."

Pani menatapnya dan berusaha untuk menarik sudut bibirnya.

Lira sedikit mengerutkan alisnya dan mengulurkan tangan untuk merapikan rambut di dahi Pani, "Kelak, kita adalah satu keluarga."

"… Apa rambutku berantakan?" Pani terhenti selama dua detik dan malah bertanya.

Lira dengan cermat memperhatikan rambutnya Pani, tersenyum dan menggelengkan kepala, "Tidak berantakan, sangat cantik."

"Baguslah kalau begitu." Kata Pani lembut dengan menurunkan bulu matanya.

"Ayo." Lira menggandeng tangan Pani dan membawanya ke ruang tamu.

Ada beberapa orang sedang duduk di ruang tamu, mereka terus menatap Pani sejak dia keluar dari kamar.

Pada saat ini melihatnya datang mendekat, tatapan yang tertuju di wajahnya semakin terdiam.

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu