Hanya Kamu Hidupku - Bab 121 Tidak Tega

Ketika kedua tangannya merangkul erat, Ellen seolah merasa ada aliran listrik yang begitu kuat menyerang jantungnya, hatinya terasa tergelitik, namun juga terasa begitu rumit dan berat.

“Ada hal apa yang ingin kau beritahukan padaku, hm?” suara William terdengar begitu rendah, nadanya perlahan naik karena penasaran.

Ellen menundukkan wajah melihatnya, mengangguk perlahan, “Hm.”

William mengangkat kepala, matanya yang dingin malah terlihat begitu jernih, bibir tipisnya sedikit terangkat, dirinya terasa begitu lembut, “Tahan lagi dua bulan, setelah ujian akhir selesai, aku akan membawamu ke Moskow untuk liburan dan refreshing.”

Satu lengannya mengangkat, merangkul leher William, hidungnya mendekat, perlahan menggesekkan hidungnya tanpa mengatakan apapun.

William merangkul pinggangnya semakin erat, membawanya semakin dekat dalam pelukannya, megangkat perlahan dagunya, mengunci bibir kecilnya yang merona.

Ellen menarik nafas ringan, lalu memejamkan matanya.

William memegang tangannya dan mengkatnya, membiarkannya merangkul lehernya dengan kedua tangannya, lalu tangannya perlahan menahan belakang kepala Ellen, tiba-tiba mendekapnya dengan semakin erat, menciuminya lebih dalam.

Bulu mata Ellen yang menunduk bergetar semakin hebat, ketika ia mencium dengan semakin dalam, ia menurunkan satu tangannya, diletakkan di atas dadanya yang kenyal dan naik turun, jarinya membuka kancing kemejanya dengan sedikit bergetar.

Mata William terlihat sayu, membuka resleting seragam Ellen dengan cepat, lalu membuka jaket seragam dia dengan mudah.

Sekarang sudah mendekati musim hujan, sehingga dia tidak mengenakan pakaian setebal musim hujan.

Dibalik jaket Ellen hanya mengenakan kemeja putih lengan panjang, William melihat kearah dadanya yang menonjol keluar, matanya agak memerah, ketika dia membuka kancing kemeja Ellen, tangan kecil Ellen menjalar masuk kedalam pakaiannya, ia langsung menggendongnya menuju ranjang di kamar.

Lalu.

Tepat ketika William akan meletakkan Ellen diranjang, bersiap membuka kemeja sekolahnya, gerakan tangan kecil yang menyentuh tubuhnya tiba-tiba berhenti.

Kulit William terasa mengetat, matanya yang terasa panas menatap Ellen dengan tatapan yang penuh rasa tidak puas, seolah menyalahkannya karena tidak melanjutkannya.

Wajah Ellen terasa begitu panas, kedua tangannya mengangkat lagi untuk merangkul lehernya, lalu berkata dengan lemah, “Paman Ketiga, aku harus kembali ke kamar untuk mengerjakan PR.”

“……..” celana saja sudah dibuka, sekarang kamu bilang mau mengerjakan PR?! Wajah William terlihat begitu tegang, keringat mengucur dari pelipisnya,tatapannya yang dingin seolah ingin menelan Ellen sekarang juga.

Ellen mengetatkan bibirnya, berkata, “Paman Ketiga harus memahamiku, ini merupakan masa khusus, aku setiap hari harus menjaga stamina juga pikiranku agar tetap semangat, kamu tentunya tidak ingin aku karena…. Hm, malah menjadi tidak segar ketika bangun keesokan harinya, bahkan tidak bisa bangun bukan?”

“Sudah memancing lalu tidak bertanggungjawab, apakah semudah itu?” William menggertakkan gigi dan berkata dengan begitu kejam.

“…. Aku mana memancing?” Ellen mengerutkan bibirnya, berkata dengan wajah innocent.

Membuka kancing bajunya, mengeluarkan kemejanya dari balik ikat pinggangnya, bahkan sembarangan menyentuh tubuhnya, apakah ini tidak termasuk memancing?

William mencubit pinggang Ellen dengan kesal, lalu menerkamnya bagaikan harimau yang mengamuk, menggigit bibir Ellen dengan keras.

“Sakit.” Ellen mengkerutkan alisnya dengan wajah kasihan, kedua tangannya mencengkram erat punggung leher William, berbicara dengan suara yang bergetar, “Paman Ketiga, Sssstt,, sakit banget, jangan gigit lagi, aku salah, aku salah, aku tidak berani lagi, lain kali tidak akan berani lagi…”

William berhenti, matanya yang hitam memandangi Ellen, suaranya yang serak dan seksi bergema, “Hanya satu kali.”

Mata Ellen langsung bersinar, “Paman Ketiga, didunia ini, kamulah yang paling baik padaku.”

Satu kalimat saja sudah bisa menumbangkan William sampai ke dasar hati yang terdalam, mengangkat alis, lalu berbalik dan berbaring disamping Ellen, satu tangannya ia angkat untuk diletakkan diatas matanya, bibirnya sedikit terbuka dan menghembuskan nafas panjang melalui mulutnya.

Ellen memiringkan kepalanya melihat ekpresi William yang begitu menderita, hatinya tergerak, merasa tidak tega padanya.

Melihat bagian yang berada dibawah ban pinggangnya, mata Ellen berkedip tidak berhenti bagaikan api, perlahan bangun dan duduk diatas ranjang, menundukkan kepala melihat William sesaat, tiba-tiba tangannya ia julurkan kearah William.

Suara resleting celana yang diturunkan membuat William terkejut, tiba-tiba membuka lengan yang berada diatas matanya, pandangannya mengarah ke gadis yang duduk disampingnya dengan wajah memerah.

Ellen sangat malu, bahkan mata pun tidak berani melihat kearah tangannya, jantungnya berdegup sangat kencang seolah rusak fungsinya.

“Ellen….” Suara William yang serak dan ringan terdengar penuh dengan kenikmatan.

Ellen memejamkan mata, memalingkan wajahnya kesamping, rasaya hampir menyemburkan api.

Entah sudah berapa lama berlangsung, tangan Ellen sudah pegal setengah mati, namun seseorang tetap…….. ia mengetatkan rahang, wajah Ellen begitu memerah, membuka kedua matanya untuk melirik kearah tangannya, hanya satu lirikan, Ellen segera memejamkan matanya kembali.

Hanya merasa jantungnya berdegub semakin kencang!

Ellen meninggalkan kamar William setelah 40 menitan berlalu, berjalan kearah kamarnya dengan cepat sambil menundukkan wajahnya, berjalan lurus kearah kamar mandi, membuka keran air, meletakkan tangannya dibawah air yang mengalir dan mencucinya.

Selama mencuci tangannya, Ellen sampai merasa tidak enak hati melihat tangannya.

Totalnya ia mencuci sebanyak 3 kali, akhirnya Ellen punya keberanian untuk melihat kearah tangannya sendiri.

Wajah Ellen yang berdiri didepan westafel begitu merah, kedua telinganya sampai ikut memerah, ia menatap dirinya dalam cermin beberapa menit, Ellen mengangkat tangan menepuk wajahnya, lalu menghela nafas beberapa kali, baru berjalan keluar dari kamar mandi.

Baru duduk sebentar diatas ranjangnya, Ellen tiba-tiba teringat sesuatu, lalu mengangkat alisnya, dan berjalan kearah pintu dengan tergesa-gesa.

Turun ke lantai bawah dengan cepat, mengambil tas yang ia letakkan diatas sofa, lalu berlari kembali ke lantai atas dengan cepat, masuk kedalam kamarnya.

Ia mengunci pintu kamarnya dengan hati-hati, Ellen meletakkan tasnya diatas meja belajarnya dan membukanya, melihat kantung putih yang berisi testpack masih berada disana, perlahan dia menghela nafas lega.

Tepat ketika ia ingin menutup tasnya, terdengar suara dari arah pintu.

Ellen panic, ia langsung menutup tasnya dengan cepat dan melemparnya ke lantai, melihat kearah pintu dengan mata membelalak kearah pintu.

“Ellen.”

Suara William yang serak terdengar dari balik pintu kamar.

Ellen berusaha berkata dengan tenang, “Paman Ketiga, aku sedang mengerjakan PR, ada apa?”

Setelah beberapa detik, suaranya terdengar kembali, “Tidak apa, kamu kerjakanlah.”

“Hm.” Ellen menjawab dengan suara sedikit kencang.

“Jangan mengerjakan terlalu malam, istirahatlah lebih awal, mengerti?” William berkata dengan lembut.

“………. Aku mengerti. Paman Ketiga, kamu juga istirahatlah lebih awal.”

“Baiklah.”

Terdengar senyuman dari suara William.

Ellen malah menahan nafas, sampai mendengar langkahnya menjauh, ia memejamkan matanya, menghela nafas panjang, lalu duduk dengan lemas dikursi belajarnya.

……

Malam ini, Ellen mengira dia tidak akan bisa tertidur karena merasa begitu berdebar, namun tidak menyangka setelah berbaring di ranjang langsung tertidur, bahkan tidur sampai pagi, kalau bukan karena Darmi membangunkannya untuk sarapan, mungkin hanya alarm saja tidak cukup untuk membangunkannya.

Setelah Darmi membangunkannya, langsung meninggalkan kamar Ellen.

Ellen duduk di samping ranjang dengan perasaan masih mengambang, bulu matanya yang lebat bergetar sesaat, lalu melihat kearah tas di meja belajarnya perlahan.

Ketika pandangannya jatuh diatas tasnya, tiba-tiba Ellen seperti disuntikkan sebatang darah ayam saja, langsung melompat turun dari atas ranjang, lalu mengunci pintu kamar dengan cepat, lalu membawa tasnya masuk ke dalam kamar mandi.

……

Dilantai bawah, Darmi mengangkat kepalanya melihat kearah kamar Ellen yang berada dilantai atas dengan wajah cemas, lalu bergumam dengan terheran, “Sudah setenagh jam, kenapa nona masih belum turun juga? Jangan-jangan tidur lagi?”

Sebenarnya Darmi juga menyadari keanehan Ellen belakangan ini.

Misalnya tidur yang tidak pernah terasa cukup.

Juga misalnya, jelas-jelas dia yang memintanya memasak sup ayam, namun begitu sudah dimasakkan malah komplain tidak enak, hanya diletakkan disamping tidak diminum.

Minumannya untuk sarapan juga berdasarkan permintaannya, susu segar yang biasa dia minum malah diganti dengan jus.

Darmi sebenarnya tidak berpikir kearah dia hamil.

Karena menurutnya, Willam tidak mungkin tega menghamili Ellen disaat ujian kelulusan SMA seperti sekarang ini, William sangat berhati-hati, kalau dia tidak menginginkan maka Ellen tidak akan hamil.

Setelah menunggu beberapa menit Ellen masih belum juga turun, Darmi khawatir dia akan terlambat, lalu bersiap untuk naik ke atas.

Cttak!

Langkah kaki Darmi belum maju, sudah terdengar suara pintu lantai atas yang terbuka.

Darmi dan William yang duduk disofa ruang tamu menoleh bersamaan.

Melihat Ellen yang berpakaian rapi, menggendong tas sekolah turun kebawah dengan kecepatan gigi 5.

“Paman Ketiga, Bibi Darmi.” Ellen memanggil dengan suara yang begitu jernih dan renyah, suasana hatinya juga terasa sangat baik.

Darmi tercengang, namun melihat Ellen yang begitu bersemangat ia malah begitu senang, “Cepat sarapan ke ruang makan, kalau tidak nanti terlambat.”

“Ok.” Ellen tersenyum.

Darmi tersenyum, berbalik lalu berjalan menuju kearah dapur.

William meletakkan Koran ditangannya, wajahnya yang dingin terlihat begitu lembut, tatapannya lurus memandang Ellen, “Masih begini pagi sudah begitu senang, jarang-jarang banget.”

“Apanya yang jarang? Setiap hari juga aku segembira ini! Pagi hari itu sangat indah, merupakan awal sebuah harapan.” Ellen meletakkan tasnya diatas sofa sambil menjulurkan lidah kearah William, lalu berjalan dengan setengah melompat ke ruang makan.

William menundukkan wajahnya sambil tersenyum, beberapa menit kemudian ia juga bangkit dari sofa dan mneyusu ke ruang makan.

Ketika William berjalan masuk ke ruang makan, Ellen sudah sedang menggrogoti sandwich veggienya, melihat William, berkata dengan mulut yang penuh, “Paman Ketiga, sandwich yang dibuat oleh Bibi Darmi semakin lama semakin enak, mau coba tidak?”

William menggeleng.

“Paman Ketiga, kamu setiap pagi minum kopi, tidak baik untuk lambung.” Ellen melihatnya duduk disamping meja kerja, mengangkat kopi dan mneyeruputnya, berkata sambil mengkerutkan alis.

William menyeruput kopinya, ketika meletakkannya, mengangkat alis, lalu berkata dengan lembut pada Ellen, “Kelihatannya suasana hatimu hari ini benar-benar sedang baik ya, sampai sempat untuk memperhatikan lambung paman ketigamu ini.”

Wajah Ellen memanas, lalu memiringkan bibirnya, “Bicaranya seolah aku tidak pernah memperhatikanmu saja. Aku juga pernah membuatkanmu sup penghilang ambuk loh! Huh!”

“Hee.” William dibuat tertawa oleh sikap Ellen yang kekanakan, tatapannya terhadap Ellen juga menjadi semakin lembut, bahkan sampai bisa membuat orang yang melihatnya mati karena iri.

Ellen melihat senyum yang mengembang dibibirnya, bulu matanya yang panjang bergetar dan menunduk.

Entah karena terpengaruh oleh suasana hati Ellen yang baik atau bukan.

Setelah sarapan, William sendiri yang mengajukan diri untuk mengantar Ellen berangkat sekolah.

Ellen merasa begitu senang, “Paman Ketiga, matahari hari ini terbit dari barat ya?”

Senyum tetap menggantung indah dibibir William, begitu mendengar ucapan ini, ia hanya mengelus lembut kepala Ellen, berjalan kesamping sofa, lalu ingin membawakan tas Ellen.

“Aku bawa sendiri!”

namun tangan William belum menbyentuh tasnya, Ellen sudah bergegas.

Gerakan tangan William terhenti, alisnya sedikit mengkerut, menundukkan wajahnya menatap Ellen.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu