Hanya Kamu Hidupku - Bab 330 Hanya Ada Kamu Dalam Hati

Vania mengangguk dengan kuat, namun ada pandangan yang begitu dingin dalam matanya yang terpejam.

Siang keesokan harinya, Ellen tetap pergi makan bersama Yuhan, ketika mereka berdua berjalan keluar dari gedung penerbit, mereka sedang membicarakan masalah Yuhan yang akan mengundurkan diri.

Siapa yang menyangka baru berjalan keluar dari gedung, sudah melihat Louis yang sedang berdiri didepan gedung sambil bersandar di mobil, dan pandangannya menatap kearahnya lurus.

Ellen tercengang, menatap Louis dengan wajah sangat terkejut.

Setelah Yuhan selesai bicara melihat Ellen tidak menjawab, malah menghentikan langkah, ia juga menghentikan langkah dengan murung dan menatapnya, “Agnes, ada apa?”

Ellen mengerjapkan matanya, menarik pandangannya dari Louis, lalu berjalan kedepan Yuhan sambil mengetatkan bibirnya, “Kepala direksi, ada anggota keluargaku yang datang, sepertinya aku tidak bisa makan siang denganmu hari ini/”

“Keluarga?” Yuhan melihat kesekeliling dengan bingung, lalu melihat Louis, “Apakah orang tua itu?”

“En.” Ellen mengangguk.

Yuhan melepaskan lengan Ellen yang ia gandeng, “Tidak apa, pergilah, aku makan dimana saja bisa.”

“Maaf ya Kepala direksi.” Ellen meminta maaf.

“Sama aku masih bicara seperti itu.” Yuhan tersenyum padanya, lalu melihat kearah Louis, baru berbalik dan pergi.

Ellen juga segera merubah arah langkahnya, berjalan kearah Louis dengan cepat, “Ma, kenapa bisa ada disini?”

Begitu Louis mendengar Ellen memanggilnya ‘ma’, alisnya langsung mengkerut begitu erat, berkata, “Ayo, makan bersama.”

“…….. baiklah.” Ada sedikit rasa aneh yang terlukis diwajah Ellen, lalu berkata sambil tersenyum.

……

Didekat gedung penulis ada restoran yang menjual makanan khas Minnan, setelah selesai memesan makanan, pelayan mengantarkan teh yang dipesan, Ellen menuangkan teh untuk Louis.

Louis hanya menatap Ellen dengan datar, ketika dia meletakkan teh, lalu kembali ke tempat duduk lagi, ia berkata, “Tahu kamu masih hidup, aku sungguh merasa senang.”

Ellen menggigit bibir bawahnya perlahan, kedua matanya yang jernih menatap Louis, “Bisa bertemu dengan anda lagi, aku juga sangat senang, sangat, hangat.”

“Hangat?” Ellen mengangguk, “Didalam hatiku, aku selalu memandangmu sebagai keluargaku yang terdekat, orang tua yang paling kuhormati. Ketika kembali ke Kota Tong, melihat anda begitu sehat dan kuat, dalam lubuk hatiku yang terdalam aku benar-benar merasa senang.”

Louis menatap Ellen, setelah sesaat, berkata perlahan, “Sejak kamu kembali ke Keluarga Dilsen, bisa dikatakan sikapku padamu tidak bisa dibilang kejam dan penuh siksaan, namun juga tidak bisa dikatakan baik padamu. Bahkan tidak menyangka…….”

Ellen tersenyum padanya, “Aku masih ingat ulang tahun pertamaku di Keluarga Dilsen, hadiah ulang tahun yang anda berikan adalah sebuah boneka beruang putih yang besar, anda berkata semoga beruang putih itu bisa memberikan kehangatan padaku. Pertama kali aku mengalami menstruasi, Paman ketiga yang membawaku kembali ke rumah utama untuk berkumpul… hari itu aku mengenakan rok putih, ketika tiba di rumah utama, andalah yang pertama kali menemukan bercak darah yang ada di rokku. Anda membawaku ke kamar anda, memberikanku pengetahuan tentang hal ini padaku dengan sabar, memberitahuku hal apa yang harus kuperhatikan, menggunakan kantung air hangat untuk mengompres perutku…….”

Ketika Ellen mengatakan ini, ada bulir airmata yang menari dibola matanya, ia menatap Louis, “Dalam benakku, hanya mama yang bisa mengajarkan ini semua.”

Louis melihat mata Ellen yang mulai memerah, mendengarnya mengatakan ini semua, dia mengungkit hal kecil yang sama sekali tidak pernah dia anggap, tanpa sadar telah menyentuh bagian yang begitu lembut dalam hatinya.

Wajah Louis yang datar perlahan terlihat melembut, “Tidak menyangka kamu masih mengingat semua ini.”

“Aku tidak pernah melupakannya meski satu detik pun.” Ellen berkata.

“…….” Louis terkejut, menatap Ellen.

Ellen tersenyum padanya, matanya yang melengkung bagai bulan sabit yang indah, disusut matanya ada kilauan yang indah bagaikan bintang yang menghiasi langit.

Melihatnya yang seperti ini, hati Louis tergerak, membuat pandangan matanya menjadi kikuk.

Karena sikap dan juga apa yang dikatakan oleh Ellen, membuat suasana tanpa sadar berubah menjadi begitu baik.

Sepanjang makan siang, Ellen sangat baik dan ramah melayani Louis, ucapannya juga begitu lembut dan sopan.

Ekspresi wajah Louis terlihat datar, namun sedikit pun ucapan kasar dan emosional malah tidak bisa ia ucapkan dihadapan gadis yang begitu teliti melayani juga berkata dengan lembut padanya.

Sebaliknya, sebaliknya Ellen malah merasa seperti ini cukup nyaman.

Louis menelan ludah, ekspresi wajahnya seperti ingin membalas senyum Ellen, namun juga harus menahan rasa canggung diwajahnya.

“Ma, minum sup, tadi aku baru minum, enak sekali, sama sekali tidak asin.” Ellen segera mengambilkan satu mangkuk sup, lalu memberikannya sambil tersenyum pada Louis.

Louis melihat wajah sumringah Ellen, sama sekali tidak bisa menolak, sehingga ia menerimanya dan langsung meminumnya.

Ellen memiringkan kepalanya, menatap Louis dengan penasaran.

Louis meminum sup sambil melirik kearah Ellen, sampai rasanya wajah dia memerah.

Yang, yang benar saja!

dirinya sudah berusia setua ini, bisa-bisanya wajahnya merah karena dipandang oleh seorang gadis!

masalahnya dia juga seorang wanita… sungguh, aneh!

setelah Louis meminum supnya, ia mengambil sapu tangan dan mengelap bibirnya.

“Anda sudah menyang?” Ellen bertanya.

Kedua mata Louis berbinar, mengangguk.

Ellen lalu memanggil pelayan untuk membuat bill.

Setelah membayar makanan, Ellen bangkit berdiri dan memapah Louis.

Satu tangan Louis sudah diletakkan ditangan Ellen dan bersiap untuk berdiri, tiba-tiba ia teringat tujuannya mencari Ellen.

Louis segera menggunakan satu tangan lainnya menahan tangan Ellen yang memegang lengannya, “Tunggu.”

Mata Ellen mengerjap, menatap Louis dengan heran, “Ada apa?”

“…… kamu duduk dulu.” Louis berkata dengan ramah.

Ellen tersenyum, duduk disamping Louis, menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

Louis melihat makanan yang tersisa di meja, entah karena sungkan karena sudah makan makanan yang diberikan orang lain, atau karena hal lainnya, ia menatap Ellen, ucapan yang bermaksud mengintrogasi malah tidak bisa ia ucapkan.

Ellen hanya menatap Louis dengan tenang, setelah 10 detik lebih Louis masih tetap tidak bicara, bulu matanya yang panjang menunduk, lalu berkata dengan senyum yang lembut, “Ma, apakah ada yang ingin anda katakan padaku?”

Bibir Louis sedikit terangkat, menatap Ellen, lalu mengangguk pelan.

“Katakanlah, aku akan mendengarkan.” Ellen berkata.

Louis menatap Ellen cukup lama, ia harus membangun kesiapan hatinya baru bisa berucap, “…. Ellen, disini ada sebuah rekaman video, coba kamu lihat dulu.”

“Video? Video apa?” Ellen bingung.

Louis mengetatkan bibir, membuka tas dan mengeluarkan ponsel, membuka kunci layar, lalu memberikannya kehadapan Ellen.

Pandangan Ellen beralih ke layar ponsel.

Ketika melihat yang berada dalam video itu adalah dia dan BIntang, langsung ada pandangan dingin dalam sinar matanya.

Video yang berdurasi tidak sampai satu menit, Ellen tidak melihatnya sampai habis, mengangkat wajahnya melihat Louis yang menatapnya dengan tatapan penuh tanya, mengetatkan bibir dan berkata dengan tenang, “Ma, apapun yang ingin diketahui tanyakanlah.”

Louis melihat Ellen dengan teliti.

Ekspresi wajah Ellen begitu tenang, tatapan matanya begitu jernih dan jujur, sama sekali tidak terlihat menghindar atau ada sesuatu yang ditutupi.

Louis mengkerutkan alis, “Ellen, sekarang kamu adalah istri William, bagaimana sikap William terhadapmu aku tidak perlu mengatakannya iya kan?”

“Didunia ini tidak akan bisa menemukan pria kedua yang bisa lebih baik padaku selain dia.” Ellen berkata dengan serius.

Louis mengangguk, “Dalam hati William hanya ada kamu, sehingga aku berharap, kamu bisa tulus pada William, jangan mengecewakannya.”

“Aku sangat mencintainya.” Ellen tidak langsung merasa malu hanya karena Louis adalah mama kandung William, melainkan langsung bicara dengan jujur apa adanya, “”Seumur hidupku hanya ada dia!”

alis Louis malah mengkerut semakin erat, “Ellen, kamu bisa mengatakan ini, aku sangat senang. Hanya dengan demikian, kamu baru bisa sepadan dengan cinta yang diberikan William.”

Setelah mengatakan sampai disini, Louis sedikit menghentikan ucapannya, lalu melanjutkan sambil menatap Ellen, “Bintang sekarang sudah bersama dengan Vania, mereka berdua adalah calon suami istri. Aku tahu dulu kamu dan Bintang sempat…….”

“Tidak.”

Ellen tiba-tiba memotong ucapan Louis.

Louis tersentak, menatap Ellen dengan bingung, “Apa maksudmu?”

Mata Ellen begitu jernih, “Aku dan Bintang sama sekali tidak bernah berpacaran.”

“Tapi………”

“Sebelum aku berusia 18 tahun, Paman ketiga hanyalah paman ketiga, merupakan orang tuaku, keluarga yang paling dekat denganku, aku tidak pernah berpikir suatu hari nanti kami akan menjadi suami istri.”

Ellen menggenggam tangan Louis sambil tersenyum, berkata dengan lirih, “Sehingga ketika aku tahu paman ketiga dia…… punya maksudh seperti itu padaku, aku sangat terkejut, juga sangat takut, aku hanya bisa menghindar. Tapi……..”

Ellen hanya bisa menarik nafas berkata pada Louis, “Bagaimana sifat putra anda, anda tahu degan jeals. Bagaimana mungkin ia membiarkanku menghindar.”

Mengenai bagaimana sifat William, Louis tahu dengan pasti.

“Aku adalah putri asuh di Keluarga Dilsen, dimata dunia, hubungan kami adalah keponakan dan paman. Kalau sampai orang lain tahu aku berpacaran dengan pamanku sendiri, aku sama sekali tidak berani membayangkan apa akibat yang menungguku diluar sana! Tidak perlu memikirkan hal yang tidak berani kubayangkan. Bahkan kalian juga kakek saja aku tidak tahu harus bagaimana menghadapai kalian. Karena dimata kalian, hubungan kami juga hanya sebatas paman dan keponakan.”

“Seluruh pikiranku terus dipenuhi pikiran, apa yang harus kulakukan agar aku bisa menarik diri dari hubungan ini dan kembali ke hubungan paman dan keponakan itu.”

Ellen bicara sampai disini, menatap Louis dengan wajah yang sedikit memerah, “Akhirnya aku mendapat sebuah ide. Meminta BIntang berpura-pura menjadi pacarku.”

Mata Louis sedikit membelalak.

“Meskipun kedudukan Keluarga Hamid tidak sebanding dengan Keluarga Dilsen di Kota Tong, namun tidak bisa dipandang rendah juga. Bintang sudah mendapatkan penghargaan diusia mudanya, banyak orang yang memujinya. Sehingga aku berpikir, kalau pacarku adalah Bintang, maka aku akan bisa lolos dari kakek dengan mudah. Asalkan kakek setuju dengan Bintang, maka paman pasti akan mempertimbangkan Keluarga Hamid, mempertimbangkan kakek, sehingga tidak akan bersikeras menentang.”

“Aku berpikir, setelah paman ketiga melihatku bersama dengan Bintang, mungkin saja lama kelamaan dia akan melepaskanku, dan merestui. Kalau masih belum juga, saat ujian akhir aku akan mengambil ujian dan sekolah diluar kota, sampai paman ketiga sudah tidak memikirkan masalah kami lagi, berkeluarga, aku baru akan kembali kesini. Dan ketika itu akan mengatakan pada kakek kalau aku dan Bintang tidak cocok sehingga kami memutuskan untuk berpisah.”

Dalam hati Ellen menghela, “Namun progress belum sempat berjalan. Aku sudah panic, memutuskan rencana ini dengan perasaan yang begitu tergesa-gesa, hasilnya malah sebaliknya, bukannya membuat paman ketiga melepaskanku, malah menyulut amarahnya……..”

Mungkin Ellen memang sudah memutuskan untuk berterus terang pada Louis, sehingga semua hal ia ceritakan tanpa ada yang ia tutupi, semua ia ceritakan apa adanya dihadapan Louis.

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu