Hanya Kamu Hidupku - Bab 147 Aku Dan Ellen Sudah Mengurus Surat Pernikahan

Pada saat ini, William menggeserkan tatapannya dari wajah Ellen ke Hansen, "Ellen tidak akan memukul Vania tanpa alasan"

Hansen melamun sejenak dan berusaha berpikir kembali dengan alis mengerut, setelah beberapa saat dia berkata, "Kamu juga tahu personalitas Vania, mulut dia terlalu kejam, mungkin Ellen sudah tidak bisa menahan dengan kata-kata Vania, makanya dia jadi emosian dan memukulnya"

"Tidak mungkin!" William berkata.

"........." Hansen menjilat bibirnya.

"Kebencian Vania terhadap Ellen tidak lebih mengurang kemarin, kalau Ellen benaran mau memukulnya, dia tidak akan menunggu sampai hari ini" William menatap ke Hansen.

Apalagi sekarang kondisi mereka agak ribet, kalau bukan benar-benar cemas, Ellen tidak akan memukul Vania.

Ini.........

Alis Hansen menjadi semakin mengerut, setelah beberapa saat dia baru mengomel kepada diriya, "Aneh juga sih. Hari ini Vania meminta Lina untuk memasak semeja makanan enak, katanya ingin damai dengan Ellen"

Setelah itu, Hansen pun menoleh ke William lagi.

Selain hal ini, Vania sepertinya tidak melakukan apa-apa lagi.

Tatapan dingin William mengerut, "Makanan apa?"

Uhm..........

Hansen melihat ke Ellen dan berkata, "Makanan yang biasanya Ellen suka makan, kepiting, udang dan ikan penyu"

"Kepiting, ikan penyu?"

Tinju William mengerat, nada suaranya menjadi sangat berat.

"......." Hansen yang bingung pun mengangguk.

Angin gelap yang dingin bertiup di sekitar Willian, "Benar-benar terlalu kelewatan!"

Hansen menatap ke William dengan alis mengerut, ".... kenapa? Lauk-lauk itu ada masalah apa?"

"Kepiting dan ikan penyu adalah makanan yang bisa menyebabkan dingin rahim dalam, pada akhirnya menyebabkan keguguran" Samir berkata dengan dingin.

Sumi dan beberapa orang lain menatap ke Samir dengan kaget.

Samir bisa mengerti hal seperti ini juga?

Samir memasang ekspresi tidak berdaya.

Apakah dia tidak boleh peduli terhadap Ellen?

"Keguguran?" Hansen merasa bingung.

William menatap ke Hansen dengan ekspresi gelap, "Jangankan Ellen, kalau aku di sana, aku juga akan memukulnya!"

Hansen, "............." Menatap ke William dengan kaget.

Hansen merasa sangat panik, cahaya putih yang membuat orang merasa pusing pun memenuhi pikirannya.

"Kamu, jangan-jangan kamu mau berkata Ellen hamil?" Hansen menatap ke William dengan cemas.

Melihat wajah Hansen yang bergemetaran, William mengerutkan alisnya dan menjawab 'iya' setelah beberapa saat.

Hansen menarik nafas dan kedua matanya bergerak ke arah atas, seluruh tubuhnya bergerak ke belakang karena gerakan tarik nafasnya.

Sumi yang berada di jarak paling dekat dengan Hansen sibuk mengulurkan tangannya untuk memegang Hansen dengan tatapan penuh perhatian, "Kakek, apakah kamu baik-baik saja?"

"Baik? Baik?"

Hansen menarik nafasnya yang sesak, wajahnya menjadi hijau, dia melirik ke William, "Kamu, kamu..........."

"Kakek, cucu tidak ingin memberi tahu kamu begitu cepat. Awalnya aku bermaksud memberi tahu kamu semuanya setelah kamu menerima hubungan aku dengan Ellen. Tetapi sekarang, aku harus mengatakannya. Ellen sudah hamil! Selain itu, aku dan Ellen sudah mengurus surat pernikahan.........."

"Kakek!"

Sebelum William sempat selesai berkata, Hansen sudah pingsan di pelukan Sumi.

Semua orang, ".................."

Sumi menarik nafas dan melihat ke Ethan.

Ethan mengeluarkan ponselnya dan menelpon kepada Jery.

Setelah beberapa saat, Jery pun bergegas ke dalam ruangan dengan para dokter beserta perawat, kemudian Hansen pun diantar ke ruang sebelah.

Sumi dan Ethan pun mengikuti di belakang.

Sementara Samir dan Frans tetap berada di ruangan.

Frans melihat ke William.

Ekspresi William terlihat sangat berat dan dingin, sama sekali tidak memiliki kelembutan.

Frans tahu masalah kali ini benar-benar sudah memaksa William sampai cemas, kalau tidak William juga tidak akan mengatakan semuanya dalam waktu begitu cepat.

Frans menyipitkan matanya.

Dulu dia merasa hanya keluarganya yang memiliki banyak masalah, sekarang Frans merasa ternyata keluarga William juga sama.

Di dalam beberapa orang ini, kalau mau berkata beruntung, seharusnya cuman Samir sekarang.

Anak pria satu-satunya dalam 3 generasi, kesayangan dari semua anggota keluarga Moral, di keluarga Moral, Samir mau berbaring sambil berjalan pun tidak ada yang akan berkomentar, yang ada hanyalah orang yang memujinya.

Berpikir sampai sini, Frans merasa tidak adil, meminjam kesempatan mau keluar merokok, Frans pun berjalan ke belakang Samir dan menendang pantatnya.

"Ah........"

Samir yang tidak tahu apa-apa terkejut dengang gerakan Frans.

"Keluar!"

William mengerutkan alisnya dan melirik ke Samir dengan serius.

Samir menggembangkan mulutnya dengan sedih.

Akhirnya, Samir yang tiba-tiba ditendang Frans tanpa alasan kena William marah, kemudian dia memegang pantatnya dengan sedih dan keluar dari ruangan sambil berjalan pincang.

Melihat Samir berjalan keluar kamar, William melihat ke Frans yang sedang senyum dengan alis mengerut, setelah menyipitkan matanya, William menarik kembali tatapannya ke Ellen yang masih belum sadar diri.

.....................

Louis dan Rosa yang kembali setelah membeli makanan merasa agak bingun setelah melihat Samir mereka menyandar di kaca luar ruangan.

"Bibi" Samir yang melihat Louis duluan langsung berdiri dengan tegak dan menyapanya.

Setelah itu, Sumi dan orang-orang lain juga ikut menyapa Louis.

Louis mengangguk dan menghampiri mereka, "Kalian kenapa datang?"

"Datang menjenguk Ellen" Sumi berkata.

".......Oh" Ekspresi Ellen menjadi agak canggung, mau bagaimanapun, Ellen bisa masuk rumah sakit itu karena Gerald.

Rosa melihat ke Samir mereka dengan kepala menunduk, kemudian dia melihat ke Louis, "Bibi, aku pulang dulu ya"

"Baik, hati-hati di jalan ya" Louis memegang tangan Rosa.

Di jalan kembali ke sini, Rosa menerima telpon dan mendapat berita bahwa kantor cabang di luar kota mengalami sedikit masalah, sehingga Rosa harus langsung pergi mengurusnya.

Di kondisi seperti ini, Rosa dari tadi seharusnya sudah pulang.

Tetapi Rosa tetap mengantar Louis sampai rumah sakit karena tidak ingin Louis kembali ke sini.

Ketulusan Rosa sangatlah berguna untuk Louis yang memiliki suasana hati seperti ini sekarang.

Tentu saja, Louis pun menjadi semakin sayang kepada Rosa.

"Iya. Bibi, kamu sama kakek juga harus menjaga kesehatan. Aku harus keluar kota sekitar 2-3 hari, tunggu pulang aku baru datang menjenguk kamu dan kakek" Rosa berkata.

"Baik"

Louis tertawa.

Rosa mengangguk dan memberikan makanan yang dia pegang kepada Louis.

Louis menatapnya dengan senyuman, "Cepat pegi, jangan sampai telat"

"Kalau begitu aku pergi dulu ya" Sambil berkata, Rosa mengangguk kepada Samir mereka sebelum berjalan ke elevator dengan cepat.

Melihat adegan ini, Louis menghela sebuah nafas panjang di dalam hati, sepertinya masalah cabang kantor sangat darurat, kalau tidak Rosa tidak akan bersikap begitu cemas.

Karena tidak perhatian kepada Rosa, Samir mereka bersikap biasa saja terhadap kedatangan dan kepergian Rosa yang mendadak.

Setelah melihat pintu elevator yang Rosa masuk tertutup, Louis baru berputar balik badannya dan melihat ke Samir mereka, "Jangan berdiri di luar, ayo masuk semua"

"Hehe" Samir tertawa dengan kering, "Kami tidak masuk saja Bibi, takutnya menganggu Ellen istirahat. Itu, William melarang kami masuk"

Setelah berkata, pantat Samir pun ditendang lagi.

Samir melirik ke Frans, "Kamu itu sudah kecanduan ya, percaya tidak aku membunuh kamu sekarang?!"

"Kamu?" Frans memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan menatap ke Samir dengan ekspresi ingin tertawa, "Bukan aku memandang kamu rendah, tetapi aku sebagai teman baikmu benar-benar dari dalam hati merasa kamu tidak bisa. Anak kecil, aku menasehati kamu pergi melatih beberapa tahun dulu baru datang bersaing dengna aku. Mungkin tunggu aku sudah tahu kamu bisa menangi aku"

Samir pun mengangkat tangannya dan memukul ke arah Frans.

Tanpa berkedip mata, Frans mengangkat kakinya dan menendang Samir sebelum tangan Samir bisa menyentuhnya.

Samir mundur beberapa langkah dan jatuh ke lantai.

"Hahaha"

Frans tertawa tanpa merasa bersalah.

Sementara Samir merasa harga dirinya terluka, bahkan sudah tiba di tingkat tidak akan bisa sembuh.

Akhirnya, Samir pun memutuskan tidak mau berdiri lagi!

"Adik keempat, sudah ya" Sumi menjilat bibirnya dan mengulurkan tangannya untuk menarik Samir berdiri.

Melihat penampilan Samir yang menyandar di bahu Sumi, Frans tidak bisa menahan dan menepuk bahunya Samir sambil berkata, "Sudah sudah, masalah kecil saja ini, aku ada pehatikan batas"

"Sumi, aku merasa aku akan menjadi topik utama berita besok" Samir berkata dengan risau.

Sumi yang tidak bisa menahan lagi pun tertawa.

"Hahaha............"

Frans menyandar kepalanya di lengan Samir dan tertawa sampai sudah mau pingsan.

Ethan yang berdiri dari seberangan mereka bertiga pun tertawa.

Samir adalah sandiwara yang terkenal, kemana-mana pun selalu ada wartawan yang mengikutinya.

Beberapa tahun ini, berita Samir 'diganggu' oleh Frans selalu menjadi topik utama.

Karena hal ini juga, topik Samir bermusuhan dengan Frans selalu menjadi topik gosisipan para netizen.

Pada awalnya yang membuat para netizen heboh adalah wartawan melihat Samir 'dipukul' oleh Frans.

Setelah jumlah 'dipukul' menjadi semakin banyak, selain tertawa, netizen pun sangat memperhatikan hubungan kedua orang ini yang saling mencintai dan saling membunuh.

Dulu ada sementara waktu banyak orang menggosip Samir menyukai pria.

Para netizen yang berjumlah banyak tentu saja bisa membentuk kekuatan yang besar, penyebaran berita kemana-mana akhirnya pun membuat mereka berhasil mengetajhui alasan mengapa Frans selalu 'memukul' Samir.

Kemudian para netizen pun berkata Frans mencintai Samir, karena tidak bisa bersama dengannya, Frans menjadi membenci kepada Samir.

Frans memiliki penampilan yang sangat tampan, sementara Samir juga terlahir dengan cantik, jadi masa-masa itu para netizen terus meninggalkan komentar di sosial media Samir meminta dia untuk menerima Frans.

Masalah ini hampir saja membuat mereka tertawa sampai mati.

Tentu saja, selain Samir sendiri.

Sementara Frans, meskipun sudah berteman beberapa puluh tahun, mereka sampai sekarang masih belum mengerti yang Frans benar-benar peduli itu apa.

Dia sepertinya tidak peduli dengan apa pun, sepertinya peduli dengan semua hal juga.

Setelah beberapa orang ini selesai bercanda, tidak tahu sejak kapan, Louis sudah tidak berada di sana.

...........

Di dalam ruangan Ellen.

Pada saat membuka pintu, Louis menggunakan gerakan yang sangat lembut, seolah-olah takut mengejutkan William.

William menoleh ke arah pintu, pada saat melihat yang masuk adalah Louis, tatapannya pun menjadi semakin mendalam.

Louis menarik nafas dengan gugup sebelum menutup pintu dengan lembut dan meletakkan makanan di atas meja, kemudian dia melihat ke William dengan ragu, "William, kamu, apakah kamu sudah makan?"

Novel Terkait

Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu