Hanya Kamu Hidupku - Bab 352 Kondisi Kritis

Setelah mengangkat tidak lama, muncul wajah Pani yang polos dan segar di layar.

“Sedang apa?” Pani memakai kacamata frame hitam bulat, rambut panjangnya terurai didepan dadanya, bertanya pada Ellen sambil menopang pipinya dengan malas-malasan.

“Baca buku.” Ellen mengangkat buku dan memperlihatkan padanya.

Pani membuka mata dan melihat buku yang diperlihatkan Ellen dengan serius, lalu menatap Ellen dengan penasaran, “Untuk apa kamu membaca buku finansial?”

“Tidak perlu tahu.” Ellen berkata dengan angkuh.

“Cih~~”

pani memutar bola matanya.

Ellen tersenyum, “Hari ini tidak kerja?”

Setelah berpikir sejenak, “Libur.”

“Kenapa?” Ellen melihat kearah Pani.

“Kembali ke sekolah untuk menyelesaikan skripsi. Kali ini aku benar-benar mau lulus.” Pani meletakkan tangan di pelipisnya, menggeleng sambil menghela nafas.

“Namun melihat gayamu tidak terlihat seperti ingin lulus?” Ellen membuka permen asam yang ada dimeja, lalu memasukkannya ke mulut.

Pani melihat ini, juga menjulurkan tangannya kesamping, mengambil satu bungkus permen asam, memasukkan jarinya dan mengambil satu butir untuk dimakan.

Ellen mengerjapkan mata, menatap Pani, terlihat sedikit aneh, “Seingatku ketika SMA kamu paling tidak suka makan jajanan yang asam? Sekarang seleranya sudah berubah?”

Pani tersentak, matanya menatap Ellen lurus, setelah beberapa detik, menelan ludah lalu berkata, “Iya, tiba-tiba merasa permen asam lumayan enak juga.”

Ellen mengetatkan bibir.

Bulu mata Pani bergetar, tangannya mendorong bungkusan permen asam sampai posisi yang tidak terlihat oleh kamera baru berhenti, bola matanya mengamati Ellen dari kanan ke kiri, “Oh iya, aku ingin bertanya padamu, Tino Nino dan bayi dalam perutmu baik-baik saja kan?”

“Hm, semua baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir. Malah kamu yang seorang diri di KotaYu, kamu harus menjaga dirimu baik-baik.” Ellen berkata padnaya tanpa merasa ada yang aneh.

Kedua mata Pani sedikit berkaca, melihat Ellen sambil agak mengangguk.

……

Ketika pihak rumah sakit mengabari penyakit Gerald yang parah, Ellen sekeluarga sedang menonton tv bersama dengan senang, anak-anak berlarian di ruang tamu dengan senang, sementara Hansen masih berpikir kalau kebahagiaan hanya sebatas ini saja.

Begitu menerima berita ini, Hansen dan William segera pergi ke rumah sakit. Sementara Ellen tidak dibiarkan ikut.

……

RS Yihe, kamar pasien.

Gerald berbaring diranjang dengan tubuh yang kurus kering, karena terlalu kurus, mulutnya sampai tidak bisa tertutup.

Lengan yang terbalut oleh baju pasien yang kebesaran, karena bahannya yang tipis, terlihat begitu kasihan.

Ketika Hansen dan William tiba di rumah sakit, dokter menjelaskan kondisi pasien pada Hansen dan William.

Namun Gerald tiba-tiba meronta dengan emosional diatas ranjang.

Dokter terkejut, segera menstabilkan infus yang ada dilengannya, berkata dengan panic : “Tuan Dilsen, kamu sekarang tidak boleh terlalu emosional. Apa yang kamu butuhkan?”

“Uhm…uhm…”

Bola mata Gerald menonjol, merag bagai darah, membelalak kearah William dengan panic.

Dokter terkejut dan melihat kearah William.

Wajah William langsung menjadi tegas dan dingin sambil berjalan mendekat.

Hansen menyusul.

“Wi, William…..”

Gerald memegang ujung baju William dengan tergesa-gesa, suaranya tersendat dan terlihat kritis.

William menundukkan wajahnya menatap Gerald, tubuhnya menunduk dan menggenggam tangan Gerald dengan erat.

Hansen melihat Gerald yang sekarang seperti ini, rasanya sedih sampai kelopak matanya memerah.

“Tuan Dilsen, kamu harus tenang.” Dokter berkata ketika melihat Gerald yang begitu emosional sampai nafasnya terengah-engah.

“William, William…..”

Gerald hanya terus menatap William.

William menatap dengan dalam, setelah terdiam sesaat, ia berkata, “Aku tidak akan pergi, tenanglah sedikit, ingin mengatakan apa katakanlah pelan-pelan.”

Gerald menarik nafas dengan kuat, setelah beberapa detik, baru berkata dengan serak, “Aku, aku mohon, lepas, lepaskan Vania, lepaskan dia….. meskipun aku mati, juga akan berterima kasih padamu……”

Mata Hansen terpejam, air mata mengalir dari sudut matanya yang keriput.

William mengepalkan tangannya dengan erat, menatap Gerald yang disiksa penyakit sampai tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah lagi, kalau mengatakan tidak ada yang ia rasakan, sungguh membohongi diri sendiri.

Yang sekarang terbaring di ranjang pasien ini bukan orang lain, melainkan ayah kandungnya!

terlebih lagi.

Dia sekarang adalah ayah dari 4 orang anak juga!

“Kalau tahu akan begini, dulu tidak seharusnya terlalu memanjakan dan memaklumi semua yang dia lakukan.” Suara William terdengar begitu tenang.

Gerald mencengkram sudut baju William, kepalanya terangkat dari bantalnya, wajahnya merah, menatap William dengan wajah penuh penderitaan, “Ini adalah, permintaaku, sebelum mati, satu-satunya, satu-satunya harapan…. Wil, William, kamu tidak bisa mengabulkannya? Kamu, kamu berharap, berharap aku mati tidak tenang?”

Ada urat darah yang muncul sekejap disudut mata William, tatapannya yang dalam melirik Gerald.

“Aku berharap, sebelum aku mati bisa bertemu dengan Vania.”

……

Hari ini Hansen menjaga Gerald di rumah sakit, William kembali ke Villa Pavilion Coral ketika sudah larut malam.

Saat ini, Ellen sudah tertidur.

Sebenarnya ia ingin menunggu William pulang, namun mengingat kondisi Gerald sekarang, kemungkinan dia akan sulit meninggalkan rumah sakit.

Dan ketika hamil dia sangat mudah mengantuk, Ellen hanya bisa bertahan sebentar lalu tertidur.

William berjalan ke kamar, melepaskan jasnya lalu berbaring disamping Ellen dibatasi oleh selimut, mengulurkan lengan dan memeluknya dengan ringan, menatapnya dari belakang sampai pagi tiba.

Keesokan paginya ketika Ellen bangun, William sudah berangkat.

Bahkan Ellen tidak tahu kalau William kembali semalam.

……

Berjarak cukup jauh dari pusat kota, rumah tingkat bernuansa tua yang berada di pinggir Kota Tong.

Sekarang yang duduk disini, kebanyakan orang tua dan lansia berusia sekitar 40 tahunan, para anak muda sudah meninggalkan tempat ini da pergi ke pusat kota.

Total ada 9 lantai.

Di belokan tangga lantai 8 ke lantai 9 berdiri pagar besi mirip pagar yang ada di sel tahanan.

Kriett………

Pintu besi terbuka, langkah yang berat melangkah turun dari lantai 9.

Di rumah tingkat seperti ini, setiap lantainya hanya di tinggali oleh 2 keluarga.

Dan lantai 9 terkuni selama cukup lama, para tetangga yang tinggal disekitar sana sampai mengira lantai 9 tidak ada yang meninggali.

Berdiri di depan salah satu pintu kamar.

Seorang pria mengeluarkan dua batang kunci dari kantungnya, satu batang kunci pagar besi paling luar, satu lagi untuk membuka pintu kamar.

Pria itu berjalan dengan pelan, membuka dua lapis pintu, tanpa ragu berjalan masuk.

Rumah model tua seluas 150 m2, selain ranjang didalamnya, tidak ada yang lain lagi.

Dan kamar ini tidak dibangun pembatas ruangan apapun.

Pria berjalan sampai diambang pintu, terdengar suara yang begitu serak.

“Kalian sebenarnya mau mengurungku sampai kapan?”

Langkah pria yang terus maju tidak berhenti, begitu tegas dan pelan.

“Aku harus melakukan apa agar kalian bersedia melepaskanku?”

Jendela dalam kamar tertutup horden kain berwarna hitam, sedikit cahaya pun tidak bisa masuk.

Dan sekarang, dari celah pintu yang terbuka ada secercah cahaya yang masuk, dan itu merupakan satu-satunya sumber cahaya dalam ruangan ini.

“Dengan bantuan cahaya ini, bisa terlihat seorang wanita yang terduduk di lantai dengan rambut berantakan dan pakaian yang juga berantakan.

“Harus kukatakan berapa kali, kakak ketiga baru percaya padaku. Aku sungguh menyesal. Aku sudah menyuruhnya untuk jangan melakukannya.”

Suara Vania terdengar begitu putus asa dan memelas.

“Aku percaya padamu!”

William berkata dengan ringan.

Mendengar ini tubuh Vania langsung bergetar hebat, lalu mengangkat kepalanya, dari balik rambutnya yang kotor dan kusut, matanya yang tetap begitu jernih menatap William, seolah melihat cahaya harapan, bahkan hatinya yang sudah putus asa dan mati, seolah kembali hidup lagi.

“Kakak ketiga……”

Vania menatap William dengan tatapan sulit mempercayai.

Jarak William darinya hanya beberapa langkah, menatap Vania dari ketinggian, “aku percaya, kamu hanya karena kalap sesaat sehingga bisa muncul niatan untuk membunuh orang. Namun ketika kamu sadar, kamu juga langsung menghentikan niatan untuk mencelakai orang lain.”

“Kakak ketiga……”

Vania merangkak berdiri, menarik rantai di kaki dan tangannya, berladi kearah William dengan penuh harap.

William mengkerutkan dahinya, sebelum Vania berdiri kehadapannya, ia langsung menyingkir kesamping, menghindari Vania.

Vania membatu disana, airmatanya langsung mengalir turun, menatap William dengan sedih, bergumam, “Kakak ketiga……..”

“Aku datang untuk melepaskanmu.” William berkata.

Vania membelalakkan mata, berusaha melangkah maju dua langkah kehadapannya, “Kakak ketiga, kamu, apa yang kamu katakan benar? Kamu benar-benar akan melepaskanku?”

“Meskipun pada akhirnya kamu memutuskan untuk membatalkan rencanamu untuk melukai Ellen, namun kamu bisa punya niat seperti itu saja sudah cukup untuk membuatku tidak perlu bermurah hati padamu!”

William menatap Vania dengan dingin, “Kali ini bisa memberimu kesempatan, karena kamu punya seorang ayah yang selalu mengutamakanmu dalam segala hal, ayah yang selalu rela berkorban demimu meskipun harus mengorbankan nyawanya!”

mata Vania mengerut, “Ini, ayah yang memintamu untuk melakukannya, sehingga, sehingga kamu memutuskan untuk melepaskanku?”

“Kalau tidak, menurutmu ucapanku tentang tidak membiarkanmu hidup bebas seumur hidupmu itu hanya main-main?” suara William yang dingin bagaikan hewan yang berdarah dingin.

Vania menangis, “Kakak ketiga, kenapa kamu bisa begitu kejam padaku, kenapa bisa begitu tega? Aku adalah adik kandungmu………”

“Dulu aku memang menganggapmu sebagai adik kandungku. Namun akhirnya aku menyadari, kalau kamu bukan adik kandungku. Karena kamu selalu punya kemampuan untuk terus membuatku kecewa padamu, aku menyesal tidak tega padamu lebih awal!” William berkata dengan tajam.

“… Ap, apa maksudnya? Apa maksudnya bukan adik kandungmu?” Vania menatap William dengan mata yang penuh rasa takut dan bingung.

William menyipitkan matanya : “Kamu sama sekali bukan adik kandungku!”

Vania tersentak, bola matanya sampai menyempit ketika menatap William.

“Kamu adalah anak dari Gerald dan wanita lain. Merupakan anaknya diluar!”

William menatap Vania lekat, berkata dengan penuh penegasan.

Vania mencengkram dada kirinya, membungkukkan tubuhnya, wajahnya begitu pucat, airmata terus mengalir ketika ia menatap William, wajahnya tertulis ketidakpercayaan, “Kamu bohong… kamu buhong!”

William melangkah maju satu langkah.

Membuat Vania kaget sampai gemetar, mundur beberapa langkah kebelakang, menatap dengan wajah takut sambil menjaga jarak dengan William.

William bagaikan dewa maut yang begitu kejam menatap Vania, “Vania, kamu ingat baik-baik, ketika itu kakek yang membantumu menanggung semuanya, kamu baru bisa hidup dengan damai tanpa masalah selama 4 tahun. Kali ini Gerald yang menggunakan nyawanya untuk menukar kebebasanmu. Sekali lagi, mungkin sudah tidak ada lagi tameng dalam hidupmu. Sekali lagi kamu memiliki niat untuk menyentuh Ellen, meskipun hanya berpikir, begitu kutahuan olehku, aku akan membuatmu menyesal karena sudah lahir ke dunia ini.”

Vania ketakutan sampai mengangkat bahunya tinggi-tinggi, tubuhnya bergetar berhadapan dengan William.

……

Setelah Vania bebas, yang pertama kali ia temui bukanlah Gerald yang sudah kritis di rumah sakit, melainkan Bintang Hamid, karena Bintang pergi mengecek proyek sehingga tidak bisa ditemui, dia tidak langsung pergi ke rumah sakit, melainkan langsung ke rumah Bintang.

Ketika dia tiba, Mars dan Venus kebetulan baru berjalan keluar dari apartemen.

Melihat Vania yang masih muncul dihadapan mereka dengan lengkap, hati Venus seketika bagaikan membeku, langsung terpaku disana.

Novel Terkait

Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu