Hanya Kamu Hidupku - Bab 130 Aku Tahu Kamu Paling Sayang Kepadaku

Alis Darmi bergerak menjadi mengerut, dia tidak mengerti suasana yang beredar di antara kedua orang ini, akhirnya Darmi pun masuk ke dalam dapur setelah menghela nafas panjang.

Ellen yang berada di kamar lantai atas merasa semakin sedih dan frustrasi setelah berpikir kembali.

Akhirnya Ellen mengeluarkan ponselnya dari tas untuk menelpon ke Pani dan curhat kepadanya, kalau tidak dirinya benar-benar bisa meledak nanti!

Tidak menyangka, setelah mengaktifkan ponsel, Ellen meliahat pesan teks dari Pani.

Ellen menekan tombol membaca dengan alis terangkat.

Setelah membaca pesan teks, Ellen memutar matanya dengan wajah tidak tahu barus berkata apa.

Orang bodoh ini yang memberi tahu William bahwa Ellen pergi ke rumah sakit, dia bahkan salah paham Ellen mau mengugurkan anaknya, dimanakah otak orang ini?

Ellen tiba-tiba tidak ingin menelpon orang bodoh ini lagi!

Ellen menghela nafas panjang dan memegang perutnya sendiri, rasa kesepian menjadi semakin berat, Ellen merasa dirinya sudah tidak memiliki teman baik ataupun orang yang bisa mengerti dia lagi di dunia ini. (Anak kecil yang berada di perut: "Mama, aku mengerti kamu, kamu cepat melahirkan aku saja")

..................

Dalam beberapa hari selanjutnya, Ellen tidak membahas tentang masalah ujian nasional lagi, Ellen menuruti kata-kata William terus berada di rumah tanpa pergi kemana pun, bahkan Ellen menggunakan mau menjaga kandungan sebagai alasan untuk menolak William yang ingin membawa dia keluar makan makanan enak.

Tidak hanya begitu, penurutan dan kediaman Ellen pada hari-hari ini juga melebihi pengenalan William terhadapnya.

Tingkat penurutan Ellen sudah hampir tiba di tingkat dia akan melakukan apa pun yang diminta oleh William, kemudian Ellen juga tidak akan melakukan hal yang dilarang oleh William.

Kalau William meminta Ellen belok kanan, dia tidak akan belok ke kiri, Ellen bahkan terlihat seperti patung penurut.

Pada awalnya William merasa lumayan senang, tetapi semakin ke belakang William pun semakin merasa ada sesuatu yang aneh.

William sudah jarang melihat Ellen tertawa, Ellen lebih sering diam dan sama sekali tidak memiliki keaktifan yang biasanya dimiliki oleh gadis berusia 18 tahun, malahan Ellen terlihat sedikit membosankan dan sedih.

Setelah merasakan keanehan Ellen, William pun memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari ini.

William menemani Ellen sarapan pagi, pada saat Ellen berkata mau pergi tidur lagi untuk 'menjaga kandungan', William melarangnya untuk pertama kali dan membawa Ellen pergi jalan santai di taman bunga.

Seperti biasa, Ellen tidak membantah dan menuruti kata-kata William.

Mereka berdua saling berpegangan tangan.... Lebih tepatnya adalah William memegang tangan Ellen dan Ellen tidak menolak peganganya.

William diam, Ellen juga tidak berbicara, suasana terasa agak aneh.

Akhirnya.

William mengerutkan alisnya dan berhenti berjalan.

Ellen melamun sejenak sebelum ikut berhenti dan menatap ke William dengan mata besarnya yang dipenuhi oleh tatapan tidak mengerti yang terlihat agak gelap.

William melepaskan tangan Ellen dan menghadap ke Ellen, dia meletakkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan menatap ke Ellen dengan tatapan tajam dan serius, "Siapa membuat kamu tidak senang?"

"Tidak ada" Ellen menjawab sambil mempertahankan ekspresi tadi.

"Kamu marah kepadaku?" William berkata dengan nada suara berat.

Ellen menggelengkan kepalanya.

"Coba senyum" William tiba-tiba berkata setelah menatap Ellen beberapa detik.

"............" Sudut mulut Ellen bergetar, William mengira Ellen adalah robot yang pasti menuruti perintahnya?

William menyipitkan matanya, "Bukannya kamu mau menuruti aku, kenapa tidak senyum?"

Ellen menjilat bibirnya dan berkata, "Kamu menyuruh orang lain tertawa untuk kamu saja, aku tidak bisa, aku kembali dulu!"

Setelah berkata, Ellen berputar balik badannya dengan mulut menggembang.

"Berkata dengan jelas, aku menyuruh siapa senyum untukku?"

William menahan lengan Ellen dan menarik dia kembali lagi.

Ellen menjadi agak emosian, baik, beberapa hari ini dia memang lagi emosian, cuman Ellen pendam saja.

Ellen menoleh ke William, "Terserah kamu suka menyuruh siapa, yang penting aku tidak bisa!"

"Bukannya beberapa hari ini kamu sangat penurut? Suruh kamu senyum saja bisa membuat kamu emosian sampai begitu?" William berkata dengan suara dingin.

"Aku emosian? Kamu yang mencari masalah tanpa alasan, tinggi hati dan keras kepala, suka mengambil keputusan sendiri!" Satu kalimat Ellen ini menyatakan 4 'kesalahan besar' William.

Mencari masalah tanpa alasan, tinggi hati, keras kepala, suka mengambil keputusan sendiri!

William menyipitkan matanya, "Aku suka mengambil keputusan sendiri?"

"Benar" Ellen menjawab dengan suara besar, matanya bahkan sudah memerah, sepertinya dia sudah mencapai titik melampiaskan emosi, tubuh kecilnya sampai ikut bergetar juga.

William yang menyadari hal ini melepaskan tangan Ellen dan menatap Ellen dengan tatapan dalam tanpa berkata apa pun.

Sebenarnya William juga hanya ingin membuat Ellen mengatakan masalah-masalah yang dia sedang pendam di dalam hati, kalau tidak William tidak tahu masalah apa yang membuat Ellen sedih.

"Kalau kamu tidak suka mengambil keputusan sendiri, kamu tidak akan melarang aku ikut ujian nasional. Apakah kamu tahu aku menganggap ujian kali ini seberapa penting? Demi belajar aku sudah berapa lama tidak pernah tidur tanpa alarm"

Berkata sampai sini, Ellen merasa semakin sedih.

Ellen masih bisa tidur cukup pada akhir pekan semester kemarin, tetapi hal ini tidak pernah terjadi lagi setelah memasuki semester ini, Ellen akan merasa sangat bersalah kalau dia tidur agak lama karena belum belajar, benar-benar sudah cukup!

Ellen belajar begitu lama setiap hari, satu kata William sudah bisa membuat dia tidak mengikuti ujian itu, orang ini benar-benar terlalu keras kepala!

"Bukannya kamu menginginkan boneka yang penurut? Sekarang aku kan sudah menuruti semua kata-katamu, kamu mau aku menjaga kandungan di rumah, aku langsung di rumah saja tanpa keluar kemana pun, aku akan keluar setelah melahirkan, apakah itu pun tidak boleh? Kamu berkata jangan melakukan ini karena tidak bagus, aku pun tidak melakukannya lagi, kamu berkata makan ini bagus, aku makan itu juga, kamu mau aku jam berapa tidur aku pun jam berapa tidur, kamu mau aku menemani kamu jalan santai aku juga sudah temani, kamu masih mau aku bagaimana? Kamu masih tidak puas ya? Kalau begitu, kamu pergi mencari orang lain yang bisa membuat kamu puas saja!"

Ellen mengeluh sambil menyeka air matanya.

Mendengar kata-kata Ellen, tatapan dingin William muncul pemikiran yang dalam, tetapi setelah mendengar sampai belakang, tatapannya menjadi dingin lagi, dia menatap ke Ellen dengan serius, "Ellen Nie, kalau berani kamu mencoba untuk menyuruh aku mencari orang lain sekali lagi, aku akan mengupas kulitmu!"

"Kamu kupas saja!"

Biasanya, kalau Ellen sudah mencapai titik puncak kemarahan atau sedih, Ellen tidak takut pada William.

Akhirnya dia pun menjawab William dengan suara besar pada saat mendengar kata-kata William.

Alis William yang tampan membentuk kerutan yang dalam, dia menghampiri Ellen tanpa meragu dan melingkari leher Ellen sebelum menundukkan kepalanya dan menutupi bibir Ellen.

"Uh....... Jangan, jangan mencium aku.......... pergi, pergi mencium orang yang bisa membuat kamu puas, ah.........."

Sebelum sempat selesai berbicara, lidah Ellen digigit dengan kuat oleh William, rasa sakit membuat wajah Ellen mulai bergetar.

William melingkari pinggang Ellen dengan satu tangan menggunakan tenaga yang kuat, seolah-olah ingin memutuskan pinggang Ellen.

Mata Ellen terus berkedip dan air matanya sudah mau mengalir.

Ellen hanya merasa bibir William itu terasa seperti sebuah alat, alat tersebut membuat bibirnya terasa sakit seperti kulitnya mulai mengupas.

Ellen menarik nafas dan mulai menendang lantai dengan kuat karena rasa sakit yang luar biasa.

Tetapi Ellen tidak bisa berhasil mendorong William.

Perasaan sakit, sedih dan tidak berdaya campur menjadi satu dan membuat air mata Ellen mulai mengalir.

Setelah merasakan cairan asin, gerakan William baru berhenti, dia melepaskan Ellen dan menatap ke penampilan Ellen yang kesakitan sampai wajahnya mengerut dan sesak nafas.

Ellen mengulurkan tangannya untuk menutupi mulutnya dan melirik ke William dengan marah.

Alis William mengerut, tenggorokannya dia bergerak naik turun dan William mengangkat tangannya mencoba untuk menyeka air mata Ellen.

Siapa tahu, Ellen menoleh ke samping sebelum tangan William sempat menyentuh wajahnya.

Gerakan William berhenti, dia menjilat bibirnya dan langsung berputar wajah Ellen menghadap ke dirinya.

Menatap ke wajah William yang tampan, Ellen langsung menangis dengan suara besar kali ini.

Mengapa manusia bisa bersikap tinggi hati sampai begitu?

Atau wajah Ellen terlihat seperti bakpao?

"Uhuh..........."

Ellen merasa dirinya tidak akan bisa membuat keputusan apa pun pada kehidupan ini, benar-benar terlalu sedih!

William, ".............."

Alisnya membentuk kerutan yang semakin dalam.

William melepaskan pegangannya di pinggang Ellen, dia menggunakan kedua tangan untuk mengelus wajah Ellen dan mulai menyeka air mata Ellen tanpa bersuara.

Ellen menangis dengan sedih sambil menatap ke William dengan tubuh bergetar.

Melihat air mata Ellen yang terus mengalir, jantung William mengerat, dia berhenti gerakannya dan melihat ke mata Ellen, "Jangan menangis lagi"

Di kondisi seperti ini, Ellen mana bisa berhenti menangis sekarang?

Dia sudah pendam beberapa hari, mana cukup kalau dia cuman nangis sebentar?

Ellen menarik nafas dan terus menangsi tanpa berbicara.

William menarik nafas sebelum menghela secara perlahan, kemudian dia memeluk Ellen dan meletakkan dagunya di atas kepala Ellen.

Setelah beberapa saat, Ellen mendengar suara William yang lembut, "Aku akan mengaturnya"

"............" Suara tangisan Ellen berhenti sejenak, tubuhnya yang bergetar juga terasa kaku.

Wiliam melihat ke bawah dan menyadari telinga kecil Ellen bergerak tegak.

William memasang ekspresi tidak berdaya dan mengelus bagian belakang Ellen sebelum memegang bahunya dan melepaskan Ellen dari pelukannya, kemudian menatap ke Ellen dengan tatapan menyerah yang tidak berdaya, "Agar kamu bisa mengikuti ujian nasional"

Mata kucing Ellen yang dibasahi oleh air mata menjadi membesar.

Karena gerakan ini, air mata yang berada di dalam mata Ellen pun mengalir keluar.

Ellen sibuk menyeka air matanya sambil menatap ke William dengan tatapan gugup dan antisipasi, "Benar?"

William mengangguk.

"..............." Wajah kecil Ellen yang memiliki bekas air mata langsung terlhat terang, seolah-olah baru saja baru memakai bedak mutiara.

Melihat ekspresi Ellen yang senang sampai tidak bisa berbicara, William menghela sebuah nafas lagi dari dalam hati.

Kehidupan William sudah bisa dibilang akan berada di tangan gadis ini!

Gadis ini merupakan titik nyawanya!

Asal gadis ini sembarang menangis di depannya, Wiliam sudah memberikan nyawanya kepada gadis ini!

Selain tidak berdaya, tatapan William yang menatap ke Ellen juga dipenuhi oleh kelembutan dan keikhlasan.

"Paman ketiga, aku tahu kamu itu paling sayang kepada aku!"

Ellen tiba-tiba meloncat dan memeluk leher William.

Gerakan Ellen ini membuat William terkejut sampai langsung melingkari pinggang Ellen, keringat dingin bahkan langsung membasahi tubuh William.

Pada saat kedua kaki Ellen melingkari pinggang William, William menepuk kaki Ellen dengan ekspresi gelap, "Ellen, kulit kamu gatal lagi ya?"

"Hehe" Ellen tertawa dan melepaskan leher William untuk mencubit telinganya dengan senyuman seperti anak kecil.

Alis William masih mengerut karena masih merasa terkejut pada gerakan Ellen tadi, akhirnya William tetap memasang ekspresi gelap ketika Ellen senyum kepadanya.

Ellen juga tidak marah, melihat ekspresi William, Ellen memegang wajah William dengan senyuman sebelum mencium bibirnya.

Sementara bagian belakang tubuh William pun mulai gemetaran.

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu