Hanya Kamu Hidupku - Bab 481 Pani, Kamu Adalah Yang Pertama

Sumi menunggu Pani meletakkan kuncinya, lalu menggandenganya masuk.

Begitu masuk, Pani langsung melihat sandal couple yang terpajang diambang pintu.

Pani langsung menoleh kearah Sumi.

Entah Sumi memperhatikan pandangan mata Pani atau tidak, ia mengganti sandal pria, lalu membuka lemari sepatu, mengeluarkan sepasang sandal baru, uhm, cukup keren.

Ketika Pani melihatnya, ida melirik Sumi lagi.

Sumi mengulurkan tangan dan membawa tas ranselnya, berjalan menaiki tangga.

Tangga berada tidak jauh di sisi dinding sebelah kiri ambang pintu.

Pani melihat tubuh tegap Sumi yang berjalan naik ke lantai atas, berdiri diambang pintu sesaat, lalu mengulurkan tangan untuk menutup pintu, menggunakan sandal pria itu, ketika akan naik keatas, dia melirik kearah sandal wanita itu tanpa sadar.

……

Setelah naik, Pani langsung melihat Sumi berdiri di balkon dengan punggung yang membelakanginya.

Pani mengangkat bahunya dengan cangung lalu mendekat.

Berjalan ke balkon, melihat keluar balkon, hanya ada sehamparan hutan yan gelap, dibalik hutan ada lautan lepas.

Melihatnya dalam gelapnya malam cukup membuat orang terpukau.

Membayangkan melihat ini disiang hari pasti jauh lebih indah.

Tiba-tiba.

Sebuah tangan besar menggenggam pergelangan tangannya, lalu menariknya.

Pani bersandar di pagar balkon dan dirangkul dari belakang.

Bulu mata Pani bergerak sesaat, memiringkan kepala melihat pria yang berdiri dibelakangnya.

Sumi menundukkan wajahnya mengecup rambutnya, suara bass yang lembut terdengar dari sela rambutnya, “Sudah terpikirkan mau masuk universitas yang mana?”

Sejak masuk SMP Pani sudah memikirkan mau masuk universitas mana kelak.

Namun ketika Sumi menanyakannya sekarang, bulu mata Pani malah menunduk, lalu berkata, “Belum.”

Sumi merangkul erat bahunya, merangkulnya dengan begitu kuat, “Kita buat janji dulu, aku tidak ingin kita berada di kota yang terpisah.”

Pani hanya berdecak dengan pelan.

Sumi menundukkan wajahnya menatap Pani, bibit tipisnya menempel di telinganya yang putih bersih, berkata dengan lirih, “Hanya di Kota Tong, jangan harap pergi ketempat lain.”

Wajah Pani memerah, “Liat nanti.”

Sumi tersenyum, bibirnya mengecup telinganya menuruni lehernya, menggeseknya dengan ujung hidungnya.

Pani merasa malu juga tidak terbiasa, bahunya terus mengangkat dan berusaha menghindar darinya, berkata dengan wajah merah, “Paman Sumi, kamu sangat, sangat…..”

“Sangat apa?” Sumi mengangkat alisnya, menatapnya lembut sambil merangkulnya.

“……. Genit.” Pani menutpi wajahnya dengan malu, ketika mengatakan kata itu, ia menggigit bibir bawahnya perlahan.

Sumi tercengang, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Pani yang hangat sambil menahan tawa.

Pani merasa sangat malu, ia menyikutnya dengan malu, “Minggir ah.”

Sumi mengangkat kepala, merangkulnya dan memutar tubuhnya untuk menghadap kearahnya.

Pani menatapnya dengan tersipu, ia menarik nafas sambil menundukkan kepala, kedua tangannya mencengkram kain roknya.

Sumi menahannya di pagar balkon, tubuhnya kekar dan tegap menempel di tubuhnya yang lemah, menundukkan kepala, kedua matanya terlihat begitu dalam ketika menatapnya, ia berkata dengan suara serak yang lirih, “Menghadapi wanita yang disukai, kalau aku masih bisa mempertahankan sikap gentlemanku, itu hanya akan membuktikan satu hal, yaitu aku masih kurang mencintai wanita ini. Sebaliknya, ketika aku melihat wanita ini langsung tidak sanggup menahan diri untuk mendekatinya, dan lebih dekat lagi, maka itu membuktikan…. Aku sangat mencintai wanita ini, menginginkannya.”

Angin yang berhembus dari hutan jelas-jelas begitu dingin dan menusuk, namun Pani malah merasa sekujur tubuhnya terasa panas, mengangkat mata untuk menatap mata Sumi yang begitu jernih, nafasnya terlihat begitu rapat.

Tanpa sadar, Pani menggenggam erat kedua sisi baju Sumi.

Sumi menatapnya dengan serius, kepalanya menunduk, “Pani, kamu adalah yang pertama.”

Pani merasa saat ini otaknya bagaikan dicengkram oleh sebuah tangan besar dan dilempar keluar.

Dlam pandangannya, selain wajah tampan pria dihadapannya yang semakin mendekat, sama sekali tidak bisa melihat yang lainnya, pikirannya lebih tidak bisa digunakan.

Sumi menatap wajah kecil Pani yang merona dan matanya yang perlahan menyipit, ida harus mengakui kalau detik ini dia tidak sanggup mengendalikan perasaan yang melonjak dalam hatinya.

Tangannya memegang wajah kecilnya, perlahan turun ke dagunya, ibu jari perlahan mengusap bibir merahnya yang sedikit terbuka.

Sumi menarik nafas, mengangkat dagunya, menundukkan kepalanya untuk menggapai bibir yang sudah lama ia inginkan.

Namun…..

“Aaa, Oh My God…….”

Terdengar suara jeritan wanita yang terdengar dari depan.

Tubuh Pani langsung membatu, ia reflek menarik diri, lalu mendorong Sumi dengan wajah memerah karena malu.

Wajah tampan Sumi langsung berubah menyeramkan bagaikan langit mendung sebelum bagai datang, urat di keningnya muncul, satu tangannya menggenggam erat tangan Pani, satu sisi menoleh dengan garang, memelototi wanita yang sudah merusak acaranya dan sekarang sedang menutup wajahnnya sambil menjerit, “ Lira Gu !!!”

“Oh oh, maaf maaf, aku tidak sengaja, bukan sengaja……” Lira Gu lanjut berkata dengan tergesa-gesa.

Sumi hanya memelototinya dengan kesal.

Setelah terdengar suara naik tangga, tiba-tiba muncul sesosok pria di ujung tangga.

Ekspresi wajah Lira Gu langsung berubah, ia langsung masuk dalam pelukan pria itu dan mengadu, “ Sumail, kamu lihat Sumi, aku sudah bilang aku tidak sengaja, dia masih memelototiku, cepat tegur dia.”

Sumi, “….”

Pani, “…….”

Sumail Nulu memeluk Lira Gu, menepuk punggungnya dengan lembut, lalu menatap Sumi dengan alis mengkerut, “Kamu lihat kamu sudah membuat kakak iparmu ketakutan seperti apa? Masih tidak ingin mengatakan sesuatu.”

Sumi menarik nafas panjang, berusaha menetralkan perasaannya yang penuh amarah, namun wajahnya tetap terlihat tegas, menatap Sumail Nulu dan Lira Gu, “Kalian masuk ke rumah orang lain tidak perlu menekan bel dulu?”

“Apakah ini rumah orang lain? Ini adalah rumah adik kandungku!” Sumail berkata.

“…….. rumah adik kandung sendiri jadi tidak perlu memencet bel? sayang sekali padahal kamu adalah rektor universitas hukum!” Sumi mendengus.

“Aku tidak mau pencet kamu mau apa!” Sumail berkata.

Sumi, “… kalau bukan karena kamu adalah kakakku, aku pasti akan menuntutmu sampai celana dalam saja tidak bisa kamu pakai!”

Sumail tersenyum mencibir, “Tidak sopan!”

Sumi menatap mereka dengan dingin, “Kalian keluar dulu!”

Sumail dan Lira Gu melirik ke belekang Sumi, keduanya memberikan senyum penuh maksud kepada Sumi baru berjalan menuruni tangga sambil merangkul.

Melihat Sumail dan Lira Gu sudah turun, Sumi memejamkan matanya perlahan, lalu menarik keluar gadis yang bersembunyi dibelakangnya.

Pani merasa sangat canggung, ia merasa kepalanya hampir tidak bisa diangkat.

Apa-apaan ini?!

Sumi melihat wajah Pani yang merah seperti kepiting rebus, dalam hati menghela nafas dan berkata, “Itu adalah kakakku dan kakak iparku, tidak perlu merasa canggung.”

Bicara memang gampang!

pani berkata dalam hati.

……

Ruang tamu lantai bawah.

Awalnya Pai tidak ingin turun, namun Sumi memaksanya turun.

Dan akibatnya setelah Pani turun, tatapan Sumail dan Lira Gu bagaikan scanner yang menyapu dirinya dari ujung ke ujung.

Tiba-tiba Pani merasa kalau dirinya sekarang bukan sedang berada di rumah Sumi, melainkan sedang berada di kebun biinatang dan dia yang menjadi objek wisata!

“Sudah cukup lihatnya?” Sumi melirik Sumail dan Lira Gu, nadanya terdengar begitu datar.

Sumail dan Lira Gu berdehem bersamaan, lalu mengalihkan pandangan mereka dari Pani, selanjutnya melihat kearah Sumi, seolah berkata, “Kenapa kamu masih diam saja, cepat perkenalkan.”

Sumi mengangkat alisnya, menatap Pani yang duduk diampingnya sambil menundukkan kepalanya dan terlihat canggung, dia berkata sambil tersenyum, “Pani.”

Pani mengangkat kepala menatap Sumi, mengira ia sedang memanggilnya.

Ketika dia mengangkat kepala, Sumail dan Lira Gu langsung melihat kearahnya, saat ini Pani baru mengerti, Sumi hanya sedang memperkenalkannya, bukan memanggilnya.

Pani langsung berkeringat.

“Hai.” Sumail berusaha membuat dirinya terlihat lebih lembut, ia berkata kearah Pani, “Namaku Sumail, aku adalah kakak dari orang yang ingin menuntutku sampai tidak bisa mengenakan celana dalam disisimu.”

Sudah sampai disini, Pani merasa tidak perlu merasa canggung lagi, ia menjadi lebih terbuka, berharap semua cepat berlalu.

Dia membulatkan tekad.

Pani mengalihkan pandangannya kearah Sumail, “Hai.”

Sumail memang benar-benar kakak Sumi, wajah keduanya memiliki kemiripan sampai 70 %, namun Sumail jauh lebih kurus dan lembut dari Sumi sehingga terlihat lebih terpelajar.

“Tidak perlu sungkan, kita sepantaran. Lain kali kamu bisa memanggilku dengan sebutan kakak.” Sumail terlihat begitu terpelajar, namun sifatnya begitu santai.

Begitu mendengar kata ‘sepantaran’, wajah Pani langsung memerah, dia tersenyum pada Sumail, “Baik.”

“Pani……”

Lira Gu menatap Pani dengan mata berbinar, “Namamu sangat enak didengar.”

Bagaimana cara dia meresponnya?

Pani melihat kearah Lira Gu, hanya tersenyum dengan sopan.

Lira Gu memiringkan kepalanya, “Namaku Lira Gu, merupakan kakak ipar dari pengacara terkenal yang berada disampingmu yang memanggil langsung namaku. Kamu bisa memanggilku向晚 atau kakak ipar, namun jangan memanggilku dengan nama plus margay a, karena…..”

Lira Gu mengerjapkan mata pada Pani, “Aku akan mengira kamu tidak suka padaku, atau tersinggung olehku.”

Pani dibuat tersenyum sambil mengetatkan bibir oleh ucapannya, ia mengangguk pelan, “Aku mengerti.”

Mendengar apa yang dikatakan Pani, Lira Gu menatap Sumi sambil mendengus, “Sumi, begitu dibandingkan dengan Pani, kamu jadi jauh lebih menyebalkan daripada Pani!”

“Terima kasih karena tidak menyukaiku!” Sumi berkata dengan tidak perduli.

“…. Apa-apaan?” Lira Gu kesal sampai tertawa, “Kakakmu sering bilang aku adalah wanita tercantik didunia, aku menyukainya merupakan keberuntungan yang ia kumpulkan selama tiga kehidupan!”

Wajah Sumail yang tampan langsung merah seketika, ia menutup mulutnya sambil terbatuk ringan.

Begitu Pani melihatnya, ia langsung mengangkat alisnya.

“Kakakku itu terpaksa, masa kamu tidak bisa melihatnya?” kata Sumi sambil melirik Sumail.

Lira Gu tidak puas, sehingga ia langsung melirik kearah Sumail, “Suamiku, katakan, kamu itu terpaksa, atau memang kamu yang mau karena memiliki perasaan padaku?”

“… Uhuk uhuk, tentu saja karena aku memiliki perasaan padamu.” Kata Sumail.

“Kak, kamu tidak bisa lebih terpaksa lagi yah ketika mengatakannya? Kakak ipar begitu pintar, hanya dengan satu lirikkan saja sudah bisa melihat kebohonganmu.” Sumi berkata dengan santai.

“Cari perkara yah kamu!” Sumail memelototi Sumi.

Awalnya Lira Gu tidak menyadarinya, namun ucapan Sumi ‘kakak ipar begitu pintar’.

Membuat Lira Gu tidak ingin mengakui kalau dia tidak tidak pintar, sehingga menatap Sumail dengan wajah terluka dan berkata dengan sedih, “Aku sungguh tidak menyangka kamu adalah orang yang seperti itu!”

Sumail, “…….”

Pani melihat Sumail Nulu dan Lira Gu sungguh merasa ingin tertawa.

Novel Terkait

Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu