Hanya Kamu Hidupku - Bab 617 Sumi, Kamu Parah

“Jangan banyak pikir.” Thomas menepuk bahu Linsan yang gemetaran, berbicara dengan kecepatan standar, “Bukannya aku tidak bisa mengatakannya padamu, tapi hal semacam ini adalah titik kelemahanku, aku benar-benar tidak bisa mengatakannya. "

Linsan amat sakit hati: Kamu kira aku tidak tahu apakah kamu tidak bisa mengatakannya atau tidak mau mengatakannya padaku?

“Tujuanku datang ke sini hari ini, selain perihal perjanjian perceraian, ada satu hal lain yang ingin kutanyakan kepadamu.” Thomas menarik selembar tisu dari kotak tisu di atas meja dan menyeka air mata Linsan dengan lembut. “Paman Samoa mendatangiku beberapa hari yang lalu. Dia bertanya padaku apakah kamu mengenal seseorang bernama Pataya."

Paman Samoa?

Samoa?!

Tatapan Linsan membeku, dia menatap Thomas, "Untuk apa Paman Samoa menanyakan ini?"

Thomas memandang Linsan dengan santai, "Anggota keluarga Sumi dikejutkan oleh janin Pani yang masuk dalam kondisi bahaya pada beberapa hari yang lalu. Itu menyebabkan distosia. Ibu dan anak hampir saja tidak bisa diselamatkan."

"Aku tahu. Saat itu aku berada di lokasi pameran Tanjing dan menyaksikan perilaku gila Pataya."

Linsan mengambil tisu di tangan Thomas, menurunkan kelopak dan menyeka air mata di bawah matanya, “Aku memang kenal Pataya dan kami memiliki hubungan yang lumayan baik. Namun jika diteliti lebih dalam, alasan mengapa aku bisa berteman dengan Pataya adalah karena Pani. Pani adalah sepupu Pataya, dulu aku sering berinteraksi dengan Pataya juga karena alasan ini. Aku sama sekali tidak menduga bahwa dia akan melakukan hal yang begitu buruk pada Pani. Itu terlalu mengerikan, terlalu gila."

"Iya. Jangan khawatir. Aku rasa Paman Samoa tidak bermaksud lain dalam menanyakan hal ini." Ujar Thomas.

Kelopak mata Linsan berdenyut ringan.

Firma Law Club yang sekarang diambil alih oleh Sumi, Samoa sudah mundur pada beberapa tahun yang lalu dan tidak sering berpartisipasi dalam urusan Firma Law Club.

Namun, ketenaran dan kemuliaan Samoa masih diteruskan dari mulut ke mulut di seluruh lingkaran hukum.

Selain tingkat gugatan Samoa yang luar biasa, ada satu hal lagi yang membuatnya populer, yaitu kelicikan dan kelihaiannya dalam menilai orang.

Samoa tidak pernah melakukan pekerjaan yang sia-sia, apalagi mengucapkan kata-kata yang tidak berguna. Setiap kata yang diucapkannya memiliki tujuan. Tapi orang yang tahu bahwa dia memiliki tujuan tetap saja akan terjebak dalam perangkapnya walau telah mempersiapkan pencegahan atau kewaspadaan!

Faktanya, Sumi tidak kalah dengan Samoa dalam hal ini. Tetapi bagaimanapun pengalaman Samoa lebih dalam puluhan tahun daripada Sumi. Seperti pepatah lama, garam yang dimakan Samoa lebih banyak daripada nasi yang dimakan Sumi.

Begitu juga dalam kasus ini.

Samoa bertanya kepada Thomas apakah Linsan mengenal Pataya. Itu pastinya tidak hanya sebatas bertanya tanpa maksud lain.

Hati Linsan muncul perasaan jengkel dan khawatir.

Jangan-jangan dia membocorkan sesuatu dengan tidak sengaja dan ditemukan oleh Samoa?

Thomas sekilas melihat Linsan, tatapan setenang air.

… …

Dalam sekejap mata, bulan Maret telah tiba.

Banyak hal terjadi selama setahun terakhir, sehingga Pani dan Sumi bahkan tidak bisa merayakan tahun baru setelah reuni dengan baik.

Setelah Pani melahirkan, di bawah perawatan Sumi dan Siera yang cermat, dia pulih dengan baik, tubuhnya yang kurus menjadi berisi.

Sekarang dirinya dapat dideskripsikan dengan wajah berseri, tubuh bergizi.

Bangun pagi.

Sumi berganti pakaian di ruang ganti, Pani mengikutinya dan bersandar di pintu untuk memandanginya.

Sumi melengkungkan bibir, tidak menghindar dari Pani, menanggalkan pakaian tidur dan membuangnya ke samping, menjulurkan tangan untuk mengambil celana panjang dan mengenakannya. Saat dia hendak mengambil kemeja, dia melihat Pani melangkah ke arahnya.

Sumi mengambil kemeja, menatap Pani dengan sepenuh hati, "Aku harus pergi ke pengadilan hari ini, makanya aku meninggalkanmu tadi malam. Tapi jangan khawatir, aku akan menebus kesalahan itu malam ini."

“Tidak tahu malu!” Pani tersipu.

Sumi mengulurkan dua lengan panjang yang kokoh ke dalam lengan baju.

Pani agak berjinjit untuk membantunya mengancingkan baju.

Dilayani orang, Sumi tentu sangat senang. Tangan yang bebas melingkari pinggang Pani, menjelajah masuk ke dalam baju tidur Pani. Ujung jari Pani yang berkancing bergetar, wajah merona merah, tampak cemberut, tapi tidak menghiraukan Sumi.

Pani kira Sumi hanya sekadar main, tetapi siapa tahu Sumi mendorongnya agak menjauh, kemudian membenamkan kepala tanpa malu.

Pani sangat malu sampai dia hampir saja melompat-lompat, dia memukul punggung Sumi, "Sumi, kamu parah, tidak ada obat yang bisa menyelamatkanmu!"

Sumi tidak terpengaruh. Setelah berlalu lama, dia mengangkat kepalanya dan menggigit mulut Pani, tersenyum jahat, "Manis!"

“Pergi mati!” Alis Pani nyaris terbakar!

Sumi mengelus kepala Pani, menarik tangan Pani dan meletakkannya di kemeja bagian dada yang belum dikancing, "Lanjutkan."

Pani memberinya tatapan putih, tidak beradu dengannya, lanjut mengancing baju.

Sumi menatap wajah Pani yang kemerahan, bibir yang lembut, berkata dengan suara rendah, "Hari ini kamu begitu baik padaku?"

Pani memandangnya dengan kesal, "Dibaikin masih tidak bersyukur!"

“Heh.” Sumi mencubit pipi Pani.

Pani diam-diam mengangkat sudut bibir, "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Sumi mendengus, "Aku sudah menduganya. Katakanlah!"

Mulut Pani berkedut, bintang berkilauan di matanya. Dia mengangkat bulu mata untuk melihat Sumi, bersuara rendah, "Aku mau bekerja."

"Ide bagus." Sahut Sumi.

“Jadi kamu setuju?” Pani sangat gembira, berjinjit, merangkul leher Sumi, berkata dengan senang.

Sumi memeluk pinggangnya, berkata dengan tegas, "Jangan senang dulu. Aku punya syarat."

Pani menatapnya, "Apa syaratnya?"

"Tunggu setahun kemudian!" Kata Sumi.

"..." Pani mengerutkan kening, jelas tidak senang.

Sumi menepuk pantat Pani, membungkuk, membuka laci, dan mengeluarkan dasi kepar hitam dari dalam, “Meskipun tubuhmu sudah pulih banyak, tapi belum pulih sepenuhnya. Jika kamu bekerja dengan kondisi fisikmu yang seperti ini, aku khawatir kamu tidak tahan. Jadi, kamu beristirahat di rumah selama satu tahun dulu. Setelah satu tahun, aku tidak akan melarangmu untuk bekerja!"

"Aku tidak punya masalah dengan tubuhku. Lian dijaga nenek dan bibinya, aku tidak khawatir. Sekarang aku jelas sudah boleh bekerja." Tutur Pani.

"Iya." Sumi mengangguk. Satu tangan mengambil jaket, tangan lainnya menggandeng Pani dan berjalan keluar dari ruang ganti, "Tidak ada bedanya untuk menunggu setahun, tubuhmu lebih penting."

"Paman Sumi… ..."

"Sudah, begitu saja! Dengarkan!"

"..." Apakah dia kucing atau anjing? Dengarkan apaan!

... …

Sumi berangkat ke Firma Law Club. Pani bersembunyi di kamar untuk menelepon Ellen, "Sumi adalah serigala berekor panjang yang menutupi diri dengan kulit domba yang hangat! Aku beri tahu kamu Ellen, dia selalu berbicara dengan orang dengan nada lembut dan diiringi senyuman, seolah-olah dia memiliki temperamen yang baik dan mudah diajak diskusi… ..."

"Benar! Dia memang akan berdiskusi denganku! Jika hasil diskusi kita sama, maka semua orang senang. Tetapi jika hasil diskusi tidak selaras, maka, hehe, dia yang akan menjadi pemenang! Selain itu, dia sangat menyebalkan. Dia selalu bergaya sebagai orang yang kaya akan pengalaman sosial, seakan setiap keputusannya adalah untuk kebaikanku!"

"Uhm… ... Kalau begitu kamu lebih sengsara dariku. Setidaknya Sumi masih akan berdiskusi denganku, paman ketiga bahkan tidak memberimu ruang untuk negosiasi."

"Haha..."

Pani tersenyum dan jatuh di atas ranjang, "Ellen, jangan bilang lagi. Semakin banyak kamu bilang, aku semakin merasa kamu sangat sengsara! Aku merasa lebih seimbang sekarang, terima kasih!"

TOK TOK--

Pani mendengar ketukan pintu, dia bangun dari ranjang dan menoleh ke pintu, "Siapa?"

"Aku, Snow." Kata Snow dengan suara rendah.

"Oh, masuklah!"

Usai menyahut Snow, Pani berbicara ke telepon, "Ellen, aku akan membawa Lian pergi ke rumahmu untuk menemui Si Ndut di lain hari. Itu saja, aku matikan dulu."

Snow membuka pintu dan masuk.

Setelah berinteraksi beberapa waktu bersama Pani, Snow tidak lagi takut pada Pani. Saat menghadapi Pani sendirian, ia merasa begitu nyaman hingga tidak menganggap dirinya sebagai orang luar.

“Kak Pani, aku datang lagi.” Snow bergegas kemari, duduk di samping Pani, merangkul lengannya.

Pani mengernyit dengan jijik, "Tempat tidur tuan rumah merupakan tempat yang bisa didudukimu dengan sembarangan?"

Ketika Pani berkata demikian, mata Snow berbinar, dia memandangi ranjang dengan curiga, "Kenapa tidak boleh duduk? Apakah kamu dan Tuan Sumi baru saja melakukan itu di ranjang ini tadi malam… ..."

“Snow, kurasa leher kecilmu ini minta dicekik!” Pani memberinya tatapan kosong.

Dalam hatinya berpikir, untung saja seprei diganti setiap hari!

Kalau tidak, dia benar-benar tidak berani membiarkan gadis ini masuk!

“Dasar, kamu selalu menakut-nakuti orang.” Snow menyandarkan kepalanya ke bahu Pani.

Pani mendorongnya, "Katakan, untuk apa kamu mencariku?"

Pipi Snow memerah, dia memainkan jari-jarinya, "Aku baru saja menggambar beberapa lukisan, aku tidak tahu apakah hasilnya bagus atau tidak."

“Kamu bukan mau menyuruhku untuk membantumu menilainya, bukan?” Ujar Pani.

"... Aduh, kamu salah paham." Snow mengerutkan mulutnya dengan canggung, bergumam, "Bagaimana mungkin kamu bisa menilai lukisan… ..."

"Snow… ..."

“Aku salah, aku salah!” Snow buru-buru meraih tangan Pani dan tersenyum datar, “Aku telah merendahkanmu, aku yang merendahkanmu.”

Mata Pani bergerak, dia hampir tertawa.

Menghadapi wajah kecil Snow yang "cerdas", Pani tidak bisa marah. Dia berkata, "Kamu mau aku membantumu membawanya ke Tanjing, membiarkan dia membantumu melihatnya?"

“Bolehkah?” Snow menatap Pani dengan mata bersinar.

"Tentu saja tidak boleh!" Pani menegaskan.

Snow terbengong sesaat, kekecewaan yang tidak bisa disembunyikan menyembul di wajah kecilnya yang halus. Dia mengerutkan kening dan menatap Pani dengan sedih, "Kamu memberiku harapan, kemudian mengecewakanku ..."

Pani memiringkan kepalanya untuk melihat ke arah Snow, "Bukannya aku tidak ingin membantumu, tapi hubunganku dengan Tanjing tidak sedekat yang kamu kira, paham?"

Mata Snow memerah, mulutnya cemberut, "Tapi dia mengundangmu untuk berpartisipasi dalam pameran seninya, dia mengkhawatirkanmu, dia juga membelamu! Aku jelas melihat bahwa dia sangat peduli padamu, tapi kamu malah mengaku hubunganmu dengannya tidak baik hanya untuk menolak permintaanku yang tidak seberapa. Jika idolaku tahu, entah akan betapa sedihnya dia."

Tanjing membelanya, mempedulikannya?

Adakah?!

Pani mengangkat kedua lengan ke samping, "Snow, hubunganku dan Tanjing benar-benar tidak baik. Kami bahkan bukan teman ..."

“Woo… …” Snow menutupi mulutnya sendiri dengan punggung tangan sambil menatap Pani, air mata mengalir.

Pani, "..."

"Woo ..." Snow menahan tangis, terdengar seperti isakan anak kucing, sungguh malang.

Pani menatap Snow dengan tanda tanya di wajah, "Bukan, bukan, Snow, kamu, kamu seperti ini, agak berlebihan, kamu tahu… ..."

"Woo ..." Snow menangis dengan sangat sedih.

Pani tidak bisa berkata-kata, dia membuka bibirnya dan menarik napas panjang, berkompromi, "Meskipun aku tidak bisa menunjukkan lukisanmu kepada Tanjing secara langsung, tetapi kamu bisa melakukannya sendiri."

"?"

"Aku memiliki kontak Tanjing. Jika kamu mau, aku bisa memberikannya… ..."

"Aku mau, aku mau!"

"… ..."

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu