Hanya Kamu Hidupku - Bab 154 Kucing Rakus

Hansen menggerakkan mulutnya, anak bodoh ini ada mendengar apa yang dibicarakan?

William terdiam, Hansen jadi tenang.

Berpikir terus, kenapa Ellen bisa menyukai lelaki yang lebih tua 12 tahun dari dia?

William dan Hansen mereka tidak bicara, didalam mobil hanya kedengaran suara roda melintas dijalan saja.

Tidak tahu melewati berapa lama, William menutupkan mata sedikit, membuka kelopak mata pelan dan melihat Hansen yang duduk dibelakang melalui spion mobil. Melihat alisnya yang kerut, menggigit bibir, selagi memikirkan sesuatu, bulu mata yang hitam yang menurun kebawah, dan tidak bicara, diam-diam meyetir dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Setelah lewat 20 menit, mobil memasuki pintu gerbang villa.

"William, antar aku pulang saja."Hansen tiba-tiba melihat ke William dan bicara.

William dengan pandangan mata dingin, melihat Hansen melalui spion mobil, "sudah sampai."

Suasana hati Hansen tiba-tiba tidak gembira, melihat ke William, menghelakan nafas, "Tidak mau pergi, antar aku pulang rumah lama saja."

Mata William mengedip sekilas, menatap ke Hansen beberapa saat, mengangguk.

Akhirnya, William memutar balik stir mobil, melaju melewati pintu pagar rumah.

...........

Dari rumah lama ke Coral Pavilion, William menghabiskan satu jam.

Akan tetapi dari Coral Paviliion ke rumah itu cukup lama, William hanya memerlukan setengah jam.

Mobil berhenti di depan pintu rumah lama, Willam melepaskan sabuk pengaman mobil, berjalan menuju ke tempat duduk belakang membuka pintu belakang, mengulurkan satu tangan.

Hansen melihat ke tangannya, menangkal tangannya, "aku bukan tua sampai keluar mobilpun perlu bantuan."

William mengerut alis, mundur disisi samping.

Turun dari mobil, mata William tertuju pada pintu depan rumah, tidak tergesa-gesa masuk ke rumah.

Berdiri di samping mobil, Hansen diam sesaat, mengangkat kepala melihat William, suara rendah, "Tunggu Ellen habis ujian, baru memberitahu dia, aku mengetahui masalah dia dan lelaki itu, minta dia bawa lelaki itu ke rumah lama ketemu aku."

William melihat dia dengan kaget.

Disekitar Hansen dipenuhi dengan udara yang tertekan, menatap ke William, "Apa yang dipilih Ellen, aku menghormati keputusannya, dan mengerti sepenuhnya."

"......."pengertian ini datang begitu cepat?

Hansen menghelakan nafasnya panjang, sedikit menyipitkan mata, berjalan selangkah demi langkah menuju ke pintu besar rumah.

William melihat bayangan belakangnya, merasakan langkah di lantai, setiap langkah begitu berat.

Mata William menyusut erat,

Tiba-tiba, sesampai pintu depan Hansen berhenti.

Alis mata William bergetar sedikit, menatap kepadanya.

Hansen membalikkan badannya, menatap ke William, mengerut alis, "Lelaki itu sangat hebat?"

William, "............"

"Bertanya padamu." Hansen menanya dengan suara yang rendah dan tidak sabar.

"............Ehn." terkecuali kata ‘Ehn’ William tidak tahu harus bicara apa?

Hansen masih menahan alisnya, sebentar kemudian, bicara, "Kalau dibanding sama kamu?"

Muka William kaku sebentar, "hampir sama"

hampir sama?

Hansen dengan reaksi tidak percaya menatap ke William.

Baguslah.

Walaupun terkadang dia tidak cocok dengan cucunya, tetapi tetap harus diakui, di hatinya, cucu yang ini selalu terunggul di segi apapun.

Tidak peduli karena alasan "dimata kekasih terlihat hebat". Dimata Hansen, di dunia ini yang bisa sebanding dengannya atau lebih unggul dari dia, sedikit, lebih dari sedikit.

Hansen mengedipkan matanya, "benarkah?"

"....100 persen benar 1000 persen pasti." William menjawab tanpa perubahan muka.

"....." Hansen diam sejenak, menganggukkan kepala, tanpa bicara, membalikkan badan berjalan menuju ke dalam.

William melihat bayangan belakangnya, mata hitam, sampai bayangan Hansen memasuki pintu rumah, William berjalan menuju ke mobilnya, buka pintu mobil dan duduk di dalam.

Menarik sabuk pengaman, mengikatnya, telepon yang terletak di dashboard mobil berdering.

Alis mata kanan William bergetar, melihat ke telepon.

Pandangan ke layar telepon sesaat, pandangan mata yang dingin

memancarkan sedikit kelembutan.

William menggerakkan bibir pelan, menerima telepon, mendengarkannya.

"Paman ketiga, kamu pulang malam ini?"

Pertanyaan Ellen aneh.

Sebenarnya dia mengetahui biarpun seberapa malam, William tetap pulang.

Dia meneleponnya sebenarnya mau tanya kapan dia pulang, karena waktu sekarang sudah jam sepuluh lebih.

Tetapi dia takut William menyangka dia mau mengaturnya, dan dia juga mempertimbangkan kemungkinan sekarang dia bersama Louis.

Kalau diketahui mereka, mereka akan katakan dirinya kurang pengertian, dan mengikat William.

Jadi Ellen bertanya begini.

William bicara, "Em..sudah diperjalanan."

"Ow. Hehe." Ellen tertawa, "aku tidak menganggu kamu bawa mobil, hati-hati."

"Kamu tidur dulu."William bicara.

".....Aku tahu." Ellen menjawab seadanya, memutuskan telepon.

Mendengar suara sibuk dari telepon disana, William mengerutkan alis mata tidak berdaya.

Dia mengetahui gadis kecil itu tidak akan istirahat dengan patuh, William gelisah, telepon dilemparkan ke dashboard, nyalakan mancis, menyetir mobil dengan kelajuan tercepat, mobil bagaikan panah melaju keluar.

G-TR mempunyai nama "Dewa Tempur", dimodifikasi sesuai F1, kekuatan tenaga tidak perlu dikatakan.

Sehabis mengantar pulang Hansen, William tidak memikirkan yang lain, kecepatan mobil diperlambat.

Tetapi sekarang dia ingin cepat pulang, mobil dibawa cepat bagaikan terbang di jalan raya.

Tidak sampai seperempat jam, mobil sudah berada di luar pintu gerbang villa.

William memperlambat kecepatannya, membawa masuk menuju villa.

...........

Sehabis berkomunikasi dengan William ditelepon, mengetahui dia sudah di dalam perjalanan pulang, jadi Ellen mengambil baju tidur pergi mandi.

Sewaktu dia selesai, keluar dari kamar mandi, sudah nampak seseorang duduk di tempat tidurnya, satu kaki panjang diletakkan di tempat tidur, punggung berbaring di atas tempat tidur, dengan mata bersinar menatap kepadanya.

Ellen terkejut, dengan tenaga menutup matanya lalu membuka, melihat seseorang telah pulang.

Ellen dengan terkejut menghelakan dua nafas, menatap ke mata yang menatap dia, "Paman Ketiga, kamu sudah pulang berapa lama?"

"Tak lama, Sepuluh menit." William menurunkan kakinya, berdiri dari tempat tidur, berjalan menuju ke Ellen.

Ellen menggaruk kepala melihat padanya, "begitu cepat? sewaktu aku telepon, kamu sudah jalan lama?"

Dia ke kamar mandi paling lama setengah jam.

Kalau dia sudah sampai 10 menit, jadi sehabis telepon dengan dia, lewat beberapa menit dia sudah sampai rumah.

William mengulurkan tangannya ke pinggang kecil Ellen, lebih mendalam menjalar ke leher Ellen yang memancarkan bau harum sabun mandi.

Ellen menggigil sampai ke tulang punggung, muka yang putih bersih menjadi merah, kepala mundur ke belakang.

William melihat dengan penuh perhatian, hidungnya yang mancung menggosok di lehernya, "Sudah makan?"

William tidak menjawab pertanyaan Ellen, tetapi menanyainya.

Ellen seperti kucing manja mengangguk kepala, tangan yang mungil menarik ke lengan bajunya, "Hm, makan banyak."

William tidak bicara lagi, merangkul dia kepelukannya, dengan tenaga besarnya, menggendong Ellen, berjalan menuju ke tempat tidur.

Muka Ellen dengan malu menempel di dadanya, bulu mata yang lebat hitam bergetar ringan, jantung kecil di sebelah kiri berdetak-detak terus.

William dengan lembut meletakkan Ellen di tempat tidur yang lembut, dua tangan yang kuat menahan di dua sisi leher, mata kelihatan bagaikan api kobaran, menatap ke Ellen dalam jarak yang dekat.

Ditatap oleh William, tidak sampai 10 menit, Ellen sudah tidak tahan dan menyerah, muka merah merona, mengulurkan tangan merangkul leher William, dengan lembut bicara, "Paman Ketiga, aku sudah ngantuk."

William dengan suara yang serak, "Ngantuk kamu masih merangkul leher aku?"

Ellen, "........." malu bagaikan muka terbakar.

William tidak bicara lagi, dengan mata yang tajam melihat ke Ellen yang malu, setelah itu menciumnya.

Tangan Ellen yang merangkul di leher memegang erat, "Paman ketiga."

William menaikkan kelopak matanya, menatap Ellen dengan mata yang gelap.

Ellen bernafas pelan-pelan, menutup kedua matanya, memegang erat lehernya, kepala bergerak ke atas, membuka bibirnya.

William bernafas terengah-engah, mengangkat satu tangannya memegang erat kepala Ellen, membuka mulut Ellen, memperdalam ciumannya.

Karena kondisi Ellen saat ini, William hanya berani mencium, tangan pun tidak berani sembarangan, dengan patuh bersandar di ranjang, takut terjadi sesuatu yang tidak bisa diatasi.

Kira-kira 5 menit, bibir yang menempel erat dengan pelan-pelan terbuka, William dengan penuh kasih sayang menatap ke muka gadis yang merah merona, dengan suara serak bicara, "Sudahkah?"

Ellen, "........."

Mata yang berkabut tebal, menatap William dengan pandangan kosong.

William mendekatkan hidung ke Ellen, menaikkan bibir tipisnya, "Kucing Rakus".

Ellen,"............"

"Sekarang beri segini saja, nanti baru memberimu lebih banyak." William bicara.

"............"Jari Ellen bergetar, dengan muka bingung menatap ke William.

Tetapi yang didapatkan adalah ciuman di keningnya dari William.

Ellen bernapas dalam, memegang erat bahu William, "Paman Ketiga, apakah kamu ada salah paham sesuatu?"

Mata Hitam William menghindarinya, tangan menepuk ke kepala Ellen, "Besok hari Senin, bangun pagi, cepat tidur."

"Bukan, Paman Ketiga, Paman Ketiga........"

Kata Ellen belum selesai, William telah melepaskan badannya, berdiri menuju ke luar kamar.

Ellen berdiri dari tempat tidur, "Paman Ketiga, kamu dengar penjelasan aku, bukan seperti yang paman pikirkan, Paman Ketiga, Paman Ketiga........"

"Selamat Malam."

Peng-------------

Pintu kamar Ellen tertutup.

Ellen mengerutkan bibirnya, dengan sepasang mata kucing, ingin menangis.

Paman ketiga ini, apakah menganggap aku seperti wanita yang bernafsu?

"Huhu...."Ellen menutup mukanya, memalukan!/(T o T)/~~

William yang didepan pintu, dengan bulu mata yang hitam, tertawa kecil.

........

Hari senin, Gu Lihua memberi bimbingan belajar kepada Ellen di villa, melihat kondisi Ellen lebih bagus dari Minggu kemarin, Siang dan sore ujian cobaan matematika dan Inggris rata-rata di atas nilai 140.

Kondisi belajar Ellen sekarang ini, tidak perlu khawatir untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.

Gu Lihua termasuk guru yang keras, semacam walaupun kamu kerja sangat baik, diapun tidak memuji, tetapi kamu kerja salah sedikit, membuat dia tidak puas, dia bisa bilang kamu tidak pantas.

Susahnya, siang sehabis belajar, Ellen mengantar Gu Lihua keluar, Gu Lihua memuji dia, walaupun hanya 4 kata "Hari ini, bagus sekali." Ellen sudah merasakan luar biasa.

Melihat mobil Gu Lihua menjauh, Ellen dengan hati yang gembira kembali ke villa.

Tetapi kegembiraan Ellen bertahan tidak sampai satu jam, hilang tanpa bayangan.

Karena, Vania yang menganggap dia sebagai musuh, datang memperlihatkan keberadaan dia.

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu