Hanya Kamu Hidupku - Bab 281 Dia Pernah Bilang Dia Mencintaiku

Alis Pani berkerut melihatnya, dia berjongkok beberapa saat lalu tersenyum kepada Nino dan Tino, dia melepaskan kedua tangan kecil mereka lalu berdiri berjalan masuk ke kamar mandi.

Sesaat setelah Pani masuk ke kamar mandi, Ellen langsung menariknya dan bertanya, “ Apa yang telah terjadi setelah aku pergi?”

Pani menatap kosong, lalu menaikan ujung bibirnya sambal berkata kepada Ellen “ Tidak ada hal spesial apa-apa yang terjadi”

“ Itu apa?” Ellen menatap Pani.

Pani menekukan bibirnya, menatap dalam kedua mata Ellen, “ Ellen, setelah kepulanganku kali ini, mungkin aku tidak akan kembali lagi.”

Jantung Ellen bagaikan berhenti, “ Apa karena paman Sumi ?”

Kedua pupil mata Pani mengecil, setelah beberapa saat ia menarik ujung bibirnya berkata “ Kamu juga tahu, keinginan terbesarku selama ini adalah pergi meninggalkan keluarga itu, sekarang dengan tidak mudah aku sudah berhasil keluar, sungguh tidak ingin kembali lagi, aku juga tidak ingin……melihat wajah perempuan itu!”

Ellen tentu tahu betapa bencinya dia kepada “ Keluarganya”, begitu benci kepada Reta Manis yang merebut segalanya yang semula milik Ibunya.

Dulu saat masih sekolah, dia juga telah sering berkata, ingin cepat-cepat menyelesaikan ujian nasional.

Masuk ke universitas di kota yang berjarak semakin jauh dari rumah semakin lebih baik, pergi meninggalkan rumah ini seluruhnya.

Sekarang.

Semua berjalan sesuai dengan keinginannya.

Dia kuliah di luar kota dan mendapatkan pekerjaan disana seperti yang dia harapkan.

Hal ini seharusnya membuat Pani bahagia, tapi Ellen sebaliknya merasa, Pani tidaklah bahagia.

Jadi, dia juga tidak sedikitpun merasa bahagia terhadapnya.

Ellen melihat mata Pani yang tetap membelalak, lalu ia dengan lembut berkata, “ Pani, apa ini benar-benar yang kamu inginkan? Hidup sendirian jauh dari rumah.”

“ …. bagaimana bisa aku sendirian? Aku mengenal banyak orang yang cukup baik saat berkuliah di sana….”

“ Walaupun sudah empat tahun kita tidak bertemu, tapi aku kenal jelas kamu orang yang seperti apa.” Ellen menganggukkan kepala.

“ Pani, coba kamu bertanya baik-baik kepada dirimu sendiri. Meninggalkan Kota Tong, apa itu adalah tujuanmu yang sebenarnya? Atau hanya karena ingin menghindari …. seseorang.”

Pani tertegun, menatap mata Ellen yang perlahan memerah.

Ellen melihat mata Pani yang mulai sembap, wajahnya yang pucat menjadi memerah, degup jantungnya meningkat, “ Pani….”

“ Ya. Dulu aku memang ingin pergi dari sini, jauh dari rumah itu. Tapi tidak pernah kepikiran untuk pergi dan tak akan kembali. Disini juga adalah kampung halamanku, tempat dimana aku bertumbuh sejak kecil. Jika bukan karena terpaksa, siapa yang ingin meninggalkan rumah? Jika bukan karena ada hal yang membuatmu tidak ingin kembali melihat ke belakang, siapa yang tidak ingin pulang melihat-lihat?”

Tenggorokan Pani sangat tersumbat “ Tapi Ellen….”

Pani menunjuk-nunjuk hatinya sendiri, “ Setiap kali aku berpikir untuk kembali, seperti ada rasa sakit yang menyayat disini! Sakit, sangat sakit!”

Ellen memeluk Pani, membelai lembut punggungnya, “ Pani, aku mengerti perasaanmu saat ini. Karena beberapa tahun ini, aku juga menjalaninya sama seperti ini.”

Pani menyandarkan wajahnya di pundak Ellen, badannya bergemetar dalam pelukan Ellen.

“ Ada orang lain di dalam hatinya, aku tidak sebanding dengannya….”

Mata Ellen memerah.

“ Ellen, apa kamu tahu? Yang paling menyakitkan, bukan karena aku tahu ada orang lain yang paling dicintainya, aku tahu semuanya, tapi aku, tapi aku tidak sanggup melupakan dia! Aku sangat membenci diriku sendiri, aku sunguh sangat membenci diriku!”

Setelah berdeham sejenak, Pani spontan menggigit pundak Ellen.

Pundak Ellen tersentak, kedua lengannya memeluk erat punggung Pani.

Gigitan Pani di pundak Ellen terasa sakit, tapi Ellen tahu, hati Pani saat ini jauh lebih sakit dari rasa sakit gigitan yang dia rasakan.

Setelah beberapa saat.

Pani perlahan melepaskan pundak Ellen, badanya bergemetar, seperti dikeringkan dengan instan, tubuhya tidak berdaya bersandar pada Ellen.

Rongga mata Ellen terasa nyeri, tangannya menepuk lembut punggung Pani.

“ Ellen, aku tersakiti olehnya, aku tidak tahu apa bisa mencintai orang lagi.” Matanya sembap.

Air mata Ellen mengalir, sambil menatap Pani, “ Jika sakit, lepaskanlah.”

Pani memejamkan erat kedua matanya, bulir air matanya mengalir, “ Dia tidak mempercayaiku, dia tidak mau percaya…aku menganggapnya sebagai orang yang paling penting, orang yang dapat aku andalkan dan percayai seumur hidup, tapi dia tidak mempercayaiku, huhu…..Ellen, dia pernah bilang dia mencintaiku, kalua dia mencintaiku, kenapa tidak percaya padaku……”

“ Jangan begini Pani.” Ellen memegang pundak Pani, air mata juga ikutan mengalir, “ Mungkin, mungkin saja salah paham?”

Pani berusaha menahan isakan tangisnya, dia berdiri tegak dari Ellen, kedua matanya berkaca-kaca, menatap kosong Ellen, “ Aku juga berharap semuanya adalah salah paham, tapi ini semua bukanlah salah paham. Ada orang lain di dalam hati Paman Sumi, kamu tahu Ellen.”

“ Aku…..”

Pani menghirup nafas, mengusap wajah dengan tangannya sampai kemerahan, kedua matanya menatap erat Ellen, “ Tiga tahun tidak lupa, mungkin karena waktu yang terlalu pendek. Setelah lewat lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, aku tidak percaya aku….., tidak akan lupa!”

Ellen tak berdaya menatapinya.

Pani menatap mata Ellen, membalikan badan, membuka keran air, sambil mencuci tangan dia berkata, “ Ellen, kamu tidak perlu menenangkanku, juga tidak perlu mengkhawatirkanku. Sejak SMA aku tidak pernah bergantung pada uang dari rumah itu, aku masih tetap hidup dengan baik. Jadi, meskipun aku aneh sendirian ……tidak, sekarang sudah tidak bisa dianggap aneh. Aku akan baik-baik. Bahkan, akan semakin lebih baik.

Punggung Ellen bersandar pada pinggir tempat mencuci tangan, memiringkan kepala melihatnya, suaranya serak, “ Maaf.”

Pani memejamkan matanya, membiarkan keran air terbuka, “ Untuk apa kamu minta maaf kepadaku? Kamu adalah teman terbaikku, tapi Paman Sumi juga orang penting bagimu. Melibatkanmu diantara kami, sebenarnya tidaklah mudah. Apa lagi, ini sebenarnya adalah masalahku dengan Paman Sumi .”

“ Maksud aku, maaf aku tidak tahu banyak hal yang telah terjadi, juga tidak dapat berada disampingmu disaat kamu butuh.” Suara Ellen sedikit serak.

Mendengarnya, Pani menutup keran air, membalikkan kepalanya tersenyum kepada Ellen, “ Kamu berkata seperti ini saja sudak cukup.”

Ellen menekukan bibirnya, air mata berputar di kelopak matanya.

Karena merasa bersalah, karena tidak mampu berbut apa-apa untuknya.

Panimengesah, berdiri di depan Ellen, “ Sekarang, gantian kamu yang berbicara….. Ledakan di tempat pengisian bahan bakar tahun itu, juga hal-hal yang terjadi beberapa tahun ini. Mengapa jelas-jelas kamu masih hidup, tapi malah tidak menunjukan diri, membuat orang-orang mengira kamu sudah…..”

Ellen mengangkat tangannya menekan sudut matanya, “ Ceritanya panjang…..”

“ Kalau gitu buat menjadi singkat, bicara hal yang penting saja!”

Pani Wilman berdiri di sebelah Ellen, kedua tangan di arahkan ke belakang lalu duduk naik ke tempat cuci tangan, lalu menunduk melihat Ellen.

Ellen mengangkat wajahnya melihat Pani, dia juga duduk di atas tempat cuci tangan, duduk berdempetan dengan Pani.

Lalu bercerita dari awal sampai akhir kepada Pani.

Mendengar cerita Ellen, beberapa tahun kehidupanya di Hotel Junli dan hal-hal yang terjadi, bahkan bagaimana dia bisa ditakdirkan bertemu lagi dengan William.

Pani tercengang seluruhnya.

……

“ Sungguh rumit!”

Kecelakaan mobil yang dialami Ayahnya Ellen, penculikan tahun itu, kehidupan Ellen di Hotel Junli ……sangatlah rumit.

“ Kamu tidak berpikir aku sangatlah bodoh?” Ellen tertawa meringis.

“ Tentu saja!” Pani melepaskan genggamannya.

Ellen, “ …..”

Pani memperhatikan Ellen, nada bicaranya tidak frustasi, “ Kenapa kamu bisa berpikir Paman Ketiga tidak peduli denganmu? Jika dipikir-pikir, kalau memang Paman Ketiga tidak peduli denganmu, masih bisakah dia tidak peduli dengan bayi dalam perutmu? Tapi itu juga adalah darah dagingnya! Bahkan harimau juga tidak akan memakan anaknya sendiri!”

Ellen dengan depresi melihatnya, “ Kamu tidak perlu memberitahuku, aku tahu aku sendiri salah paham dengannya, sekarang sudah hancur sampai kedalam-dalamnya!”

“ Membuang-buang waktu bersama selama empat tahun, menyulitkan satu satu sama lain dengan banyak masalah, harusnya menyesal!” kata Pani.

Ellen, “ ……”

“ Kamu masih lebih baik, tahun ini umur 22, Paman Ketiga sudah 34 tahun! Dia memang lebih tua jauh darimu, dia pasti sangat meghargai hari-hari bersamamu. Tapi kamu baik-baik saja, tanpa bukti, langsung menghukumnya selama empat tahun!”

“ ……hanya beda 12 tahun, tidak tua-tua bangetlah.”

“ 12 tahun masih belum jauh lebih tua?” Pani menatapnya sambil menggodanya.

Ellen menatapnya dengan tatapan tajam。

Pani tertawa lalu mengangkat tangan, “ Baiklah baik, aku tidak sebut Paman Ketiga itu tua.”

Ellen baru saat ini melebarkan matanya.

“ Tapi kalau berkata jujur, tubuhmu tidak kenapa-kenapa kan? Depresimu sudah membaik?” Pani mengkerutkan alisnya, menatap Ellen

dengan prihatin.

Ellen menarik bibirnya, “ Depresiku sudah membaik dari lama. Tubuhku juga sama baiknya.”

“ Baiklah kalau begitu.” Pani menggenggam satu tangan Ellen, “ Ada pepatah, penonton melihat permainan lebih jelas dari pemain. Jika aku menjadi kamu dan mengalami permasalahan yang sama, tanpa melihatnya sudah dapat membayangkan keseluruhannya.”

Mengira dirinya sangat lapang dada, sebenarnya malah membuat keluarganya kacau.

Ditambah lagi penculikan.

Bahaya keguguran.

Depresi.

Pani merasakan sesak di dada, hatinya hancur melihat Ellen, “ Ellen, setelah empat tahun kamu melewati banyak cobaan. Tuhan tidak akan tega membiarkanmu menghadapi cobaan lagi. Jadi kamu pasti akan bahagia dan aman menjalani hari-hari kedepan.”

Mata Ellen sendu, menyenderkan kepalanya di pundak Pani.

Setelah beberapa saat, berbisik, “ Pani, tidakkah kamu berencana untuk memberi tahuku, apa yang terjadi pada Paman Sumi ?”

Usai bertanya, Ellen merasa pundak dimana kepalanya bersandar mulai kaku.

Ellen mendesah dalam hati, “ Baiklah, kapan kamu ingin bercerita, kabari aku lagi.”

Kedua bulu mata Pani berkedip, “ Ellen….”

“ Agnes 。”

Pani baru saja berbicara, dan suara kekanak-kanakan Nino datang melalui pintu kamar mandi.

Ellen dan Pani tertegun pada saat yang sama.

Saat ini mereka baru sadar, mereka berdua sudah berada di kamar mandi terlalu lama.

Ellen buru-buru mengangkat kepalanya, meloncat turun dari tempat cuci tangan, berlari cepat keluar, membuka pintu kamar mandi.

Pani juga turun dari tempat cuci tangan lalu berjalan keluar.

Nino yang berdiri di depan pintu melihat Pani, kembali melihat Ellen, lalu menjulurkan tangan gemuk kecilnya, “ Papa menelepon.”

Ellen melihat layar ponsel yang sedang menelepon, dengan sedikit sebal mengambil telepon dan menempelakan ke telinganya, dengan sura kecil, “ Paman Ketiga .”

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu